Lompat ke isi

Bonnie Triyana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 27 Januari 2022 16.28 oleh Urang Kamang (bicara | kontrib) (Karier: Karier)
Bonnie Triyana sebagai pembicara di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2020

Bonnie Triyana (lahir 27 Juni 1979) adalah seorang sejarawan Indonesia. Saat ini, ia menjadi pemimpin redaksi majalah sejarah popular pertama di Indonesia[1] yaitu Majalah Historia.[2] Ia menyelesaikan sarjana dari jurusan sejarah Universitas Diponegoro, Semarang (2003) dengan skripsi "Peristiwa Purwodadi: Pembunuhan Massal Anggota dan Simpatisan PKI di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 1965–1969". Ia sempat mengenyam kuliah pascasarjana sejarah di Universitas Indonesia (2005), tetapi tidak selesai.

Karier

Sebelum mendirikan dan memimpin Majalah Historia (Historia.ID) pada 2010, dia bekerja sebagai wartawan di beberapa perusahaan media dan menulis kolom untuk Majalah Tempo. Artikelnya tersebar di berbagai media massa nasional. Ia aktif berbicara di forum ilmiah sejarah baik di tingkat nasional maupun internasional. Pada 2002 Bonnie bersama rekannya, Budi Setiyono, menyunting buku kumpulan pidato Presiden Sukarno yang tidak dipublikasikan di pengujung kekuasaannya. Buku berjudul "Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Sukarno 30 September 1965 - Pelengkap Nawaksara" mengungkap banyak informasi mengenai peristiwa G 30 S 1965 dari sudut pandang Sukarno. Dia juga menjadi penulis biografi Maulwi Saelan, pengawal Presiden Sukarno (Penerbit Buku Kompas, 2014) dan menulis biografi tokoh Indonesia-Tionghoa Eddie Lembong (Penerbit Buku Kompas, 2011). Bonnie adalah sejarawan di balik gagasan berdirinya Museum Multatuli di Rangkasbitung, Banten dan juga salah satu sejarawan yang terlibat aktif dalam menyelamatkan gedung Sarekat Islam di Semarang.[3][4] Selain berkarier sebagai wartawan dan sejarawan, Bonnie juga aktif di dalam kegiatan kebudayaan. Setelah sukses dengan Museum Multatuli, dia menggagas Festival Seni Multatuli di kota kelahirannya sendiri. Dalam festival itu pula Bonnie menjadi produser "Opera Saidjah & Adinda" (2018) karya pianis dan komponis klasik terkemuka Ananda Sukarlan. Sejak 2018 dia diundang menjadi sejarawan dan kurator tamu di Rijksmuseum di Amsterdam, Belanda untuk menyelenggarakan pameran akbar tentang revolusi Indonesia pada tahun 2022. Penerima perdana Anton Lucas Fellowship (2019) dari Flinders University, Adelaide, Australia untuk meneliti dokumentasi arsip koleksi sejarawan Anton Lucas. Ketika keris milik Pangeran Diponegoro dikembalikan oleh Belanda pada Maret 2020, Bonnie menjadi anggota tim Indonesia yang turut mengurus pengembalian pusaka tersebut ke Tanah Air. Dia juga kerapkali tampil sebagai narasumber siaran televisi dalam dan luar negeri.

Referensi

5. http://kajanglako.com/id-5982-post-cerita-di-balik-historia--majalah-sejarah-populer-pertama-di-indonesia.html