Lompat ke isi

Teater

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 31 Januari 2022 07.22 oleh Symphonium264 (bicara | kontrib) (Suntingan 180.242.238.213 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Symphonium264)
Pementasan teater di Gedung Kesenian Rumentang Siang Kota Bandung.

Teater (Inggris: theater atau theatre; Prancis théâtre; bahasa Yunani theatron (θέατρον) adalah salah satu seni bermain peran (drama) yang menyajikan cerita kehidupan nyata di atas pentas. Jalan cerita yang disajikan biasanya mengandung pesan moral yang tersirat dan bisa dijadikan pelajaran kehidupan oleh para penonton.[1]

Teater adalah cabang kesenian yang lahir pada masa Yunani klasik. Pada masa itu, sekitar 500 tahun SM dimainkan di atas altar oleh pendeta-pendeta dan salah satu adegannya adalah upacara memberi kurban pada dewa. Hingga kemudian bentuk itu berubah pada masa Athena, kurban diganti oleh peran antagonis yang dihukum atas dasar kehendak masyarakat dan mati bagi semua orang.  Dalam makna tersebut teater modern Indonesia dipahami secara konseptual (teater realis) dimulai sejak Usmar Ismail dan Asrul Sani mendirikan ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia) pada 10 September 1955 di Jakarta. Sejak itu bentuk teater di Indonesia mengalami perubahan yang cukup mendasar dibandingkan dengan bentuk-bentuk tradisionalnya, seperti Randai, Ludruk, Mahyong, Ketoprak, dan Ledhek.[2]

Jenis

Tradisional

Teater tradisi banyak mengungkap wacana kearifan lokal, sehingga merupakan sarana pewarisan ilmu hidup atau nilai-nilai kebaikan. Teater bisa menghibur sekaligus berperan sebagai wadah pendidikan moral masyarakat. Teater menjadi sendi penting di dalam membangun harmoni kehidupan bersama. Termasuk membiasakan berdampingan dengan orang lain di lapangan, yang berbeda suku, bahasa, adat istiadat dan agama saat menonton. Teater tradisi tidak memisahkan antara pelaku dan penonton. Batasnya dikaburkan, sehingga sewaktu-waktu penonton langsung bisa menjadi bagian dari tontonan. Teater tradisi lekat pada ritual, adat, kebiasaan dan kebudayaan lokal (termasuk bahasa daerah). Kehidupannya masih bertaut pada konsep paguyuban atau kekeluargaan yang direkat oleh semangat gotong royong. Dalam teater tradisi, seni laku, tari, musik dan seni suara masih bersinergis saling melengkapi.[3]

Modern

Teater modern mengambil pola barat sebagai referensi. Teater dipisahkan dari tari, seni suara dan musik. Kehadirannya adalah bagian dari produk kesenian yang menuju pada industri.[3] Bentuk teater modern Indonesia yaitu teater modern konvensional, teater modern dengan pembaharuan dan teater modern kontemporer. Teater modern yang konvensional menggunakan konsep, pola dasar, teknik dan penyajiannya tidak berubah dari teater barat hanya disesuaikan dengan alam dan menggunakan bahasa Indonesia. Teater modern dengan pembaharuan adalah teater yang mencoba memasukan unsur-unsur teater tradisional sebagai suatu gaya dalam pementasannya. Seniman-seniman teater mulai mempertanyakan teater modern yang ada. Ada kesadaran baru yang dirasakan bahwa teater modern konvensional masih belum mantap sebagai teater nasional. Masyarakat teater Indonesia sadar bahwa di dalam dirinya ada teater tradisional yang harus dipertahankan. Sedangkanan yang ketiga adalah teater modern yang kontemporer yaitu teater yang mencoba mendobrak teater konvensional dan teater pembaharuan. Seniman mencoba memadukan unsur-unsur yang ada di dunia untuk kepentingan teater. [2]

Fungsi

Ritual atau upacara

Di dalam fungsi ritualnya, suatu peristiwa teater menjadi ajang penjelasan, penghayatan dan pengukuhan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat yang melaksanakannya. Sampai sekarang pada berbagai teater etnik unsur-unsur upacara tetap menonjol dengan dibicarakannya mantra-mantra, disediakannya sajen serta tindak upacara yang dilakukan baik oleh dalang maupun oleh pihak lain yang tidak terlibat langsung dalam pertunjukan.

Seni atau Estetik

Di dalam peristiwa teater suatu masyarakat bukan saja mengungkapkan pikiran, perasaan, kecemasan, harapan dan sebagainya, akan tetapi juga menikmati bentuk-bentuk pengungkapan itu. Dalam peristiwa seperti itu, suatu masyarakat tidak hanya merasa puas dengan telah dapat mengungkapkan pengalamannya, akan tetapi mereka juga merasa puas atau tidak puas dalam hubungan dengan bentuk-bentuk ungkapan yang mereka gunakan.

Hiburan

Dalam hubungan ini seni teater memenuhi keperluan masyarakat akan pengalaman yang berbeda dengan pengalaman mereka sehari-hari. Bahkan kadang-kadang memenuhi keperluan bagi masyarakat yang ingin melepaskan diri atau melarikan diri dari persoalan kehidupan mereka sehari-hari.[4]

Rujukan

  1. ^ Niswan, Muhamad; Bilada, Hirar; Sukarelawati, Sukarelawati (2018-10-18). "HUBUNGAN PERTUNJUKAN TEATER DENGAN PERILAKU PENONTON". JURNAL SOSIAL HUMANIORA (dalam bahasa Inggris). 9 (2): 139. doi:10.30997/jsh.v9i2.1381. ISSN 2550-0236. 
  2. ^ a b Sahrul (2017). TEATER DALAM KRITIK. Padangpanjang: ISI Padangpanjang. hlm. 3. ISBN 978-602-60147-9-5. 
  3. ^ a b Trenggono, Inrda; JA, Denny; Nugroho, Isti; dkk (2012-10-01). Teater Monoplay dan Musikal. Jakarta: Inspirasi.Co. hlm. 200. ISBN 978-979-3079-13-4. 
  4. ^ Zakia, Hasma Katifah; M. Nurhamsyah; Putro, Jawas Dwijo (Juni 2013). "PUSAT SENI TEATER DI KOTA PONTIANAK". Jurnal Teknik Sipil. 13 (1): 95. ISSN 2621-8429.