Lompat ke isi

Lambda Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Lambda Indonesia adalah sebuah perkumpulan gay terbuka pertama di Indonesia dan di Asia yang didirikan pada 1 Maret 1982 di Solo, Jawa Tengah. Meski demikian, kantor pertamanya berada di Cibinong, Bogor yang disewakan oleh Yayasan Harapan Kita milik Ibu Tien Soeharto. Selain aktivis hak-hak gay, pergerakan Lambda juga didukung oleh para akademisi, tak sedikit pula berasal dari Universitas Indonesia. Meskipun diperuntukkan bagi pria gay, sebagian kecil anggota Lambda Indonesia adalah perempuan lesbian dan transgender. Lambda Indonesia giat melakukan penyuluhan kepada masyarakat dan media terkait isu-isu LGBT dan hak-haknya. Organisasi ini dibubarkan pada tahun 1986. Tanggal pendiriannya, yakni 1 Maret, diperingati sebagai Hari Solidaritas LGBTIQ Nasional.[1][2][3]

Meskipun terpengaruh gerakan gay Barat, Lambda Indonesia tidak melulu mengampanyekan hak asasi manusia ataupun kebebasan seksual pribadi. Perkumpulan ini lebih berfokus pada penulisan, pendokumentasian dan penyebarluasan informasi tentang sejarah keanekaragaman seksual di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa homoseksualitas bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan budaya Indonesia.[4]

Penamaan

Lambda telah lama menjadi salah satu simbol gay yang jamak digunakan di dunia. Dengan jelas nama Lambda Indonesia terilhami dari gerakan Aliansi Aktivis Gay cabang New York yang memakai huruf kecil lambda dari aksara Yunani sebagai simbol mereka pada tahun 1970. Hal ini didasari oleh sejarah Yunani Kuno di mana terdapat sebuah resimen tentara Yunani yang mengibarkan panji-panji dengan simbol lambda, mereka pergi berperang hingga titik darah penghabisan ditemani oleh kekasih laki-laki mereka yang berusia lebih muda. Sejak tahun 1970, banyak lembaga LGBT menggunakan simbol atau kata lambda sebagai bagian dari logo atau nama mereka.[5]

Sejarah

Berdiri di Kota Surakarta pada tahun 1982, namun Sekretariat Lambda Indonesia yang resmi pertama kali berdiri di sebuah gedung milik Yayasan Harapan Kita, di Cibinong, Bogor atas peran seorang dosen sosiologi Universitas Indonesia yang merupakan pengurus Yayasan Harapan Kita. Namun, hanya berselang 4 (empat) tahun dari tahun pendiriannya, Lambda Indonesia akhirnya membubarkan diri, dan kemudian diturunkan oleh beberapa organisasi serupa yang sempat eksis di tahun-tahun akhir era Orde Baru. Sejak era Reformasi, justru pergerakan organisasi turunan atau serupa dari Lambda Indonesia lebih senyap bersamaan dengan semakin eksisnya gerakan konservatisme yang keras menolak LGBT. Kelompok konservatif tersebut justru semakin kuat kala hak-hak demokrasi lebih dijamin di era Reformasi. Pada era Orde Baru hampir tidak terdengar suara-suara penolakan dari kelompok konservatif tersebut. Gerakan organisasi turunan atau serupa Lambda Indonesia kini hanya terbatas di kota-kota tertentu, seperti Yogyakarta, Surabaya dan Bogor.

Sifat perkumpulannya mirip dengan perkumpulan dunia maya saat ini, hanya saja menggunakan medium surat-menyurat/pos karena para anggotanya tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Pada tahun 1986, Lambda Indonesia mengadakan pertemuan terakhirnya di Surabaya. Meskipun telah bubar, Lambda Indonesia mengilhami pendirian organisasi sejenis di berbagai kota di Indonesia, seperti GAYa Nusantara di Surabaya, KAP di Bogor dan Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY).[1]

Pranala luar

Catatan kaki

  1. ^ a b Ikawati, Kartika. "Kilas balik 3 dekade organisasi LGBT Indonesia bersama Dede Oetomo". Rappler. Diakses tanggal 2020-03-01. 
  2. ^ "Sejarah Gerakan dan Perjuangan Hak-hak LGBT di Indonesia". magdalene.co (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-01. 
  3. ^ Haggerty, George (2013-11-05). Encyclopedia of Gay Histories and Cultures (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-1-135-58513-6. 
  4. ^ Dibley, Thushara; Ford, Michele (2019-12-15). Activists in Transition: Progressive Politics in Democratic Indonesia (dalam bahasa Inggris). Cornell University Press. ISBN 978-1-5017-4249-1. 
  5. ^ Some Symbols Used in LGBT Subcultures. PDF