Cijoro Pasir, Rangkasbitung, Lebak
Cijoro Pasir | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Banten | ||||
Kabupaten | Lebak | ||||
Kecamatan | Rangkasbitung | ||||
Kode Kemendagri | 36.02.14.1008 | ||||
Kode BPS | 3602180019 | ||||
Luas | - | ||||
Jumlah penduduk | 8.257 (2003) | ||||
Kepadatan | - | ||||
|
CIJORO PASIR adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Indonesia.
Penamaan
Kemungkinan besar asal nama Cijoropasir diambil dari nama sungai "Cijoro" (sebuah anak sungai dari sungai Ciujung), sedangkan kata "pasir" diambil dari bahasa sunda yang memiliki arti "daerah yang lebih tinggi". Dengan demikian Cijoropasir secara makna kata memiliki arti "daerah disamping sungai cijoro yang secara umum posisinya lebih tinggi dari sungai tersebut", daerah di seberang Kelurahan Cijoropasir yang ketinggiannya lebih rendah disebut Kelurahan Cijorolebak. Versi lain nama CIJOROPASIR diberikan oleh Nyai Buyut Jaro Ummu Hasan (Lurah Cijoropasir pertama, 1851-1856) di Kampung Tanjong, disaat ditanyai mau dinamakan apa wilayahnya oleh Patih Jahar. Nyai Buyut Jaro Ummu menamainya CIJOROPASIR. CI (Air) JORO (diambil dari Kata Jero/dalam tanah) dan PASIR (daerah yang lebih tinggi) yang berarti Air didalam Tanah yang lebih tinggi. terbukti dengan lebih banyaknya air deras dalam tanah dibanding daerah lain, sehingga di Cijoropasir dahulu lebih sering menggunakan sumur.
Sebelum menjadi kelurahan, Cijoropasir merupakan sebuah desa , sebelum pemekaran wilayahnya meliputi Kelurahan Cijoropasir, Desa Cimangeunteung, Desa Jatimulya, Desa Narimbang Mulya dan sebagian Desa Sukamanah. Begitu besarnya wilayah kekuasaan Sang Lurah Pendekar Wanita itu, Raden Tumenggung Adipati Karta Natanagara (Bupati Lebak) menjadikan Nyai Buyut Jaro Ummu Hasan (Lurah Cijoropasir) bertanggung Jawab langsung kepada Patih Jahar (Patih Lebak) tanpa melalui Demang Rangkasbitung.
Pemerintahan
Kelurahan Cijoropasir dibentuk pada bulan April tahun 1851 oleh Patih Jahar (Patih Lebak Kedua Pengganti Patih Lebak pertama yaitu Patih Derus), dan untuk menentukan JARO (Lurah) di Cijoropasir Raden Tumenggung Adipati Karta NataNagara (Bupati Lebak Kedua, 1830-1865) memerintahkan Wakilnya yaitu Patih Jahar untuk mengadakan Acara Sayembara Adu Jago Kesaktian/perkelahian dari kalangan para Pendekar/Jawara, dan yang menang hadiahnya diangkat menjadi Jaro/Lurah di Cijoropasir. Juara Sayembara dimenangkan oleh seorang Pendekar Wanita yaitu Nyai Buyut Ummu Hasan dari Kampung Tanjong, beliau ialah istri Ki Buyut Abu Hasan. Namun Beliau menjadi Lurah hanya 5 tahun saja, karena dibulan januari tahun 1856 ia wafat diracuni Asisten Residen Belanda di Rangkasbitung, kemudian Nasib Asisten Residen Belanda tersebut diracuni balik oleh Raden Tumenggung Adipati Karta Natanagara (Bupati Lebak), lalu datanglah Edward Douwes Dekker atau Multatuli sebagai Asisten Residen Belanda yang baru di Rangkasbitung. Kelurahan Cijoropasir sekarang ini membawahi beberapa kampung yakni; Malangnengah, Papanggo, Jujuluk, Kebon Cau, Tarikolot, Lebong, Pasir Limus, Malangbong, Perumahan Pepabri, Komplek Pemda, Cisalam, Lembursawah Lebak, Lembursawah Pasir dan Pasir Ngeper.
Posisi Kantor Kelurahan Cijoropasir adalah di sekitar perempatan lampu merah Kp. Malangnengah.
Ciri khas kelurahan Cijoropasir diantaranya adalah diadakan penggajian keliling setiap 1 bulan sekali dengan mengambil tempat selalu berpindah bergilirian antar kampung se Kelurahan Cijoropasir. Kegiatan ini menyebabkan warga masyarakat antar kampung menjadi saling mengenal.
Kampung Malangnengah Malangnengah adalah sebuah kampung yang berada dalam wiayah Kelurahan Cijoro Pasir Kec. Rangkasbitung Kab. Lebak Prov. Banten. Nama kampung ini dahulunya dikenal dengan nama "Ranca Leutik", mungkin disebabkan oleh karena disalah satu sudut kampung ini dulunya ada sebuah kubangan air (rawa) yang dalam bahasa sunda sering disebut "ranca", luasnya rawa ini tidak terlalu besar ("leutik" dalam bahasa Sunda). Dalam perkembangannya nama rancaleutik dikalahkan oleh nama Malangnengah.
Di sebelah selatan kampung ini ada sebuah pekuburan umum, yang memiliki dua makam keramat, yang pertama berada didalam areal pekuburan dan yang satunya lagi dipinggir jalan umum. Konon katanya kuburan keramat yang disamping jalan ini pada malam hari suka ditunggu oleh seekor harimau yang tidur-tiduran ditengah jalam umum,"malang melintang ditengah jalan". Kemungkinan cerita ini pula yang menyebabkan munculnya nama kampung Malangnengah.
Malangnengah memiliki beberapa organisasi kemasyarakatan yang memiliki fungsi dan tugas berbeda-beda;
1. Ke-Rw-an yang membawahi 5 Rt.
2. Dewan Kemakmuran Mesjid (DKM) Almuawanah.
3. Majelis Ta’lim Fathul Ulum.
4. Organisasi Kepemudaan Putera Malangnengah (puma).
5. Organisasi keswadayaan masyarakat Putera Malangnengah.
6. Organisasi Al-Muawanah, yang berhubungan dengan masalah kematian warga.