Lompat ke isi

Leo Kristi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Berkas:Leo kristi.jpg
Leo Kristi

Leo Imam Sukarno atau lebih dikenal dengan nama Leo Kristi (lahir 8 September 1949) adalah musisi jalanan yang amat menikmati karier musiknya di jalanan. Rekan-rekannya seperti Alm. Gombloh atau Franky Sahilatua memilih untuk “mendarat” di satu tempat, meski secara karya, rekan - rekannya itu tetap bersuara lantang tentang alam, cinta atau sosial. Pernah bergabung dalam satu band bernama Lemon Trees bareng Gombloh dan Franky, Leo Kristi merasa menemukan “pengembaraan” musikalnya lewat perjalanan panjang menjelajah nusantara.

Balada adalah ciri khas dari hampir seluruh musik yang diciptakannya.

Pendidikan

Leo memasuki dunia Sekolah Dasar pada tahun 1961 di SD Kristen Surabaya. Setelah itu beliau memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1964. Pada masa ini Leo juga masuk ke Kursus Musik Dasar oleh Tino Kerdijk. Dan kemudian beliau melanjutkan lagi studinya ke SMA 1 Surabaya pada tahun 1967. Dalam dunia perkuliahan, beliau memasuki Fakultas Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Surabaya pada tahun 1971 namun tidak selesai.

Dunia musik

Musik adalah dunia yang dikenalnya sejak kecil. Leo kecil menyimak setiap irama yang dimainkan tiap subuh oleh ayahnya, Raden Ngabei Iman Soebiantoro, seorang pensiunan pegawai negeri yang juga merupakan seorang musisi. Sejak kecil, Leo Kristi aktif dalam kegiatan menyanyi di gereja, bagian dari kegiatan sekolahnya yang Kristen padahal beliau adalah seorang Muslim. Leo waktu itu sekolah di SD Kristen, Surabaya pada tahun 1961. Beliau berkata bahwa beliau menerima musik sebagai sahabat, menyambut nyanyian sebagai kecintaan. Di SMP pula ia mendapat sebuah gitar dari ayahnya. Lalu, ia masuk kursus Tino Kerdijk, Direktur Sekolah Musik Rakyat di Surabaya. Untuk menyanyi ia belajar pada Nuri Hidayat dan John Topan. Beliau juga pernah kursus gitar pada Poei Sing Gwan dan Oei Siok Gwan. Dua orang gitaris yang diakuinya cukup memberi pengaruh musikal. Di SMA I Surabaya, beliau tidak lepas dari kewajiban berbaris dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan di bawah Tugu Pahlawan. Beliau juga memiliki sebuah band di SMA I Surabaya beraliran Rock n' Roll bernama Batara yang beranggotakan teman - temannya dari SMA; Karim, Soen Ing, Andre Muntu, dan Hari Darsono (seorang desainer). Mereka kerap kali mereka menyanyikan lagu - lagu dari The Beatles dan namanya cukup terkenal untuk sebuah band lokal Surabaya.

Di kalangan wartawan, beliau adalah sosok yang sulit dicari. Namun bisa tiba - tiba muncul dan menggelar konser. Sebelum dikenal sebagai musisi, pria yang logat jawa timurannya masih sangat kental ini pernah menjadi penjual buku Groliers American Books dan karyawan pabrik cat Texmura. Jangan salah, Leo juga pernah menjadi penyanyi di restoran China Oriental dan Chez Rose (1974-1975) dan menyanyi di LIA dan Goethe Institut.

Berkas:Leo kristi 2.jpg
Leo Kristi tampil di Taman Ismail Marzuki pada November 2008

Musik Leo, yang lahir atas nama grup Konser Rakyat Leo Kristi — semula bersama Naniel, Mung, dan penyanyi Tatiek dan Yayuk, lantas mengubah barisan dengan anggota Ote, Komang, Cok Bagus, dan penyanyi kakak beradik Yana dan Nana van Derkley, selain Mung yang masih tetap — menyenandungkan balada, semangat cinta bangsa, dan kisah-kisah rakyat. Lebih banyak dalam irama folk, country, dan didukung dengan lirik-lirik yang puitis. “Ibulah sumber magnet, yang menggebrak saya dalam kesungguhan. Suatu hari beliau berkata, jadilah musikus yang patriotik,” kata beliau. Hampir tak pernah absen dalam beberapa kali pementasan memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus di Taman Ismail Marzuki Jakarta, grup Leo juga menelurkan beberapa album. Di antaranya Nyanyian Fajar [1975], Nyanyian Malam [1976], Nyanyian Tanah Merdeka [1977], Nyanyian Cinta [1978], Lintasan Hijau Hitam dan Potret Kecil Citra Negeriku [1984], Biru Emas Bintang Tani [1985], dan Catur Paramita [1993]. Bagi grup beliau, rekaman konon lebih merupakan paket dokumentasi perkembangan musik mereka.

Kegembiraan yang dihadirkan oleh Leo Kristi dengan gitar bolong dipangkuannya memang melenakan, sekaligus mengharukan. Musikus balada lainnya seperti Franky Sahilatua, Iwan Fals, dan Doel Sumbang telah dengan sadar berdamai dengan pasar sehingga secara finansial lebih dari berkecukupan. Leo Kristi tetap setia dengan jalurnya, menggelandang dan bersentuhan langsung dengan kehidupan rakyat jelata dalam proses kreatif penciptaannya. Maka, dengan lagu balada yang sarat dengan lirik patriotisme dan cinta, ia tetap menggelorakan semangat juang.

Pranala luar