Lompat ke isi

Hard–easy effect

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 12 Maret 2022 01.17 oleh Hrara (bicara | kontrib) (Ref)

Efek sulit-mudah (Inggris: hard-easy effect) adalah bias kognitif yang membuat orang tidak menyadari kesulitan sebenarnya (sulit atau mudah) dari tugas yang mereka coba. Dengan kata lain, individu ini melebih-lebihkan kemampuan mereka dalam melakukan tugas-tugas sulit dan meremehkan dirinya untuk tugas yang mudah. Misalnya, ketika individu menunjukkan tingkat kurang percaya diri dalam menjawab pertanyaan yang relatif mudah dan sebaliknya, tingkat terlalu percaya diri dalam menjawab pertanyaan yang relatif sulit. Katherine A. Burson, Richard P. Larrick, dan Jack B. Soll dalam studi tahun 2005 menemukan bahwa, "Tugas yang sulit cenderung menghasilkan efek terlalu percaya diri, sementara tugas yang mudah menghasilkan efek kurang percaya diri.".[1]

Efek sulit-mudah berada dalam lingkup "teori perbandingan sosial" yang digagas oleh Leon Festinger pada tahun 1954. Festinger berpendapat bahwa individu didorong untuk mengevaluasi pendapat dan kemampuan mereka secara tepat, di mana teori perbandingan sosial berperan dalam menjelaskan bagaimana evaluasi itu dilakukan melalui proses membandingkan diri mereka terhadap orang lain.[2]

Pada tahun 1980, Ferrell dan McGoey menyebutnya sebagai "efek diskriminabilitas". Sementara, Griffin dan Tversky (1992) menyebutnya sebagai "efek kesulitan".[3]

Eksperimen

Dalam beragam percobaan, peserta diminta untuk menjawab soal pengetahuan umum dan memperkirakan peluang mereka untuk menjawab dengan benar. Apabila peserta memiliki tingkat pengetahuan diri (self-knowledge) yang memadai, maka mereka akan memberi persen peluang yang tinggi untuk pertanyaan yang mereka jawab dengan benar dan begitupun sebaliknya. Namun, hal ini tidak umum terjadi. Kebanyakan orang akan terlalu percaya diri dan melebih-lebihkan kemampuannya dalam menjawab pertanyaan sulit, tetapi terlihat kurang percaya diri saat menjawab pertanyaan yang dianggap mudah.[2]

William M. Goldstein dan Robin M. Hogarth dalam penelitiannya tahun 1997, menguji sekelompok orang dengan beberapa soal pengetahuan umum, seperti: "Siapa yang terlahir lebih dahulu, Aristoteles atau Buddha?" dan "Apakah ritsleting ditemukan sebelum atau sesudah tahun 1920?". Peserta dalam penelitian ini diminta untuk menuliskan jawaban yang mereka yakini benar dan persen keyakinan mereka terhadap jawaban tresebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta akan cenderung kurang percaya diri atas jawaban dari sebuah pertanyaan yang digolongkan mudah oleh peneliti, dan terlalu percaya diri atas jawaban dari sebuah pertanyaan yang digolongkan sulit oleh peneliti.[4]

Prevalensi

Sebuah studi 2009 menyimpulkan bahwa seluruh subjek penelitian menunjukkan efek sulit-mudah di banyak keadaan dan hal ini tidak dapat membedakan antara kegiatan menilai atau menghimpun dukungan model tertentu terkait elisitasi kepercayaan.[5]

Efek sulit-mudah memanifestasikan dirinya terlepas dari adanya perbedaan kepribadian.[2] Para peneliti sepakat bahwa hal ini termasuk "fenomena yang mengakar kuat dan menyebar ke banyak orang".[3]

Sebuah studi tahun 1999 menilai bahwa perbedaan data antara studi Baranski dan Petrusic (1994) di Kanada dan Olsson dan Winman (1996) di Swedia, bisa jadi merefleksikan perbedaan lintas negara terkait kepercayaan diri dalam diskriminasi sensorik.[6]

Penyebab

Penjelasan lebih mendalam terkait efek ini menyangkut tentang mekanisme kognitif sistematis, bias eksperimen, kesalahan acak, dan artefak statistik.[5]

Sebuah studi tahun 1991 menyebut bahwa efek sulit-mudah merupakan akibat dari seleksi informal dari item almanak. Seleksi tersebut memungkinkan perubahan validitas isyarat yang digunakan oleh subjek dalam pemilihan jawaban item.[7] Lebih lanjut, Baranski dan Petrusic (1994), Griffin dan Tversky (1992), dan Suantak dkk (1996) menjelaskan efek ini dari aspek psikologisnya.[3]

Keraguan

Keraguan tentang eksistensi efek ini muncul atas penelitian yang dilakukan oleh Brenner dkk (1996), Justil dkk (1997), dan Keren (1991).[3]

Peter Juslin dalam penelitiannya tahun 1993 mengungkapkan bahwa, "(1) ketika objek yang akan dinilai diseleksi dari lingkungan asalnya, maka orang-orang terkalibrasi (tepat menentukan pilihan) dengan baik, (2) ketika item yang "sulit" dibuat melalui proses seleksi dengan materi yang kurang familiar (tak mempengaruhi validitas isyarat), maka tak ada efek sulit-mudah yang dapat diamati dan orang-orang terkalibrasi dengan baik pada item yang mudah maupun sulit.[7]

Juslin, Anders Winman dan Henrik Olsson dari Universitas Uppsala di tahun 2000 menyatakan bahwa efek sulit-mudah sebelumnya telah dijelaskan dengan masalah metodologis yang kurang diperhatikan. Melalui studi yang mereka teliti, dua masalah metodologis dapat dikendalikan bahkan ketika efek sulit-mudah "hampir dihilangkan". Mereka berpendapat bahwa efek ini ditafsirkan dengan kurang memperhatikan dampak skala-akhir, ketergantungan linier, dan efek regresi dalam data. Mereka juga menyoroti bahwa 'bias terlalu percaya diri secara kognitif' hanya mengacu pada set data tertentu. Poin spesifik yang mereka tekankan adalah bahwa efek sulit-mudah hampir sepenuhnya dihilangkan manakala terdapat kontrol pada dampak skala-akhir dan ketergantungan linier.[3]

Referensi

  1. ^ Bordley, Robert; LiCalzi, Marco; Tibiletti, Luisa (2017). "A target-based foundation for the "hard-easy effect" bias". Università Ca' Foscari Venezia. 2 (1): 659–671. doi:10.1007/978-3-319-46319-3_41. Diakses tanggal 8 Maret 2022. 
  2. ^ a b c Burson, Katherine; Larrick, Richard; Soll, Jack (2017). "Social Comparison and Confidence: When Thinking You're Better than Average Predicts Overconfidence" (PDF). Deep Blue. Michigan Ross School of Business. Diakses tanggal 8 Maret 2022. 
  3. ^ a b c d e Juslin, Peter; Winman, Anders; Olsson, Henrik (2000). "Naive Empiricism and Dogmatism in Confidence Research: A Critical Examination of the Hard-Easy Effect" (PDF). Psychological Review. 107 (2): 384–396. doi:10.1037/0033-295X.107.2.384. PMID 10789203. Diakses tanggal 8 Maret 2022. 
  4. ^ William M. Goldstein; Robin M. Hogarth (1997). Research on Judgment and Decision Making: Currents, Connections, and Controversies. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 108. ISBN 978-0-521-48334-6. Diakses tanggal 8 Maret 2022. 
  5. ^ a b Merkle, Edgar C. (2009). "The disutility of the hard-easy effect in choice confidence". Psychon Bull Rev. 16 (1): 204–213. doi:10.3758/PBR.16.1.204. PMID 19145033. 
  6. ^ Baranski, Joseph; Petrusic, William (1999). "Realism of confidence in sensory discrimination". Perception & Psychophysics. 61 (7): 1369–1383. doi:10.3758/BF03206187. PMID 10572465. Diakses tanggal 8 Maret 2022. 
  7. ^ a b Juslin, Peter (2007). "An explanation of the hard-easy effect in studies of realism of confidence in one's general knowledge". European Journal of Cognitive Psychology. 5 (1): 55–71. doi:10.1080/09541449308406514. 

Tautan eksternal

  • Fajar & Gurman (2009). "An analysis of calibration; the hard-easy effect and the emotional disappointment of overconfident behavior: Some experimental evidences" [1]
  • Moore & Healy (2007). "The Trouble with Overconfidence" [2]