Kaprabonan
Artikel ini membutuhkan penyuntingan lebih lanjut mengenai tata bahasa, gaya penulisan, hubungan antarparagraf, nada penulisan, atau ejaan. |
Kaprabonan | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
1699–sekarang | |||||||
Ibu kota | Kota Cirebon | ||||||
Bahasa yang umum digunakan | Bahasa Cirebon 1679-sekarang | ||||||
Agama | Islam | ||||||
Pangeran Adipati Kaprabon | |||||||
• 1696 (didirikannya Kaprabon) | Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon | ||||||
• 2021 | Pangeran Handi Raja Kaprabon | ||||||
Sejarah | |||||||
• Pendirian peguron Kaprabonan oleh putera mahkota kesultanan Kanoman Pangeran Raja Adipati Kaprabon | 1699 | ||||||
• - | sekarang | ||||||
| |||||||
---
Status Politik:
| |||||||
Kaprabonan adalah Peguron (tempat pembelajaran) yang didirikan oleh putera mahkota kesultanan Kanoman yaitu Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon pada tahun 1699
Sejarah Kaprabonan
Pada tahun 1681, Belanda menawarkan perjanjian persahabatan kepada kesultanan Cirebon yang pada waktu itu telah dipecah menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman yang kemudian ditandatangani pada tanggal 7 Januari 1681,[1][2] perjanjian persahabatan yang dimaksud adalah untuk memonopoli perdagangan di wilayah Cirebon.
Sultan Kanoman I Muhammad Badrudin Kartawijaya memiliki dua orang putera dari permaisuri yang berbeda, yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama dari permaisuri kedua yaitu Ratu Sultan Panengah dan Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin, putera keduanya yang berasal dari permaisuri ketiga yang bernama Nyimas Ibu. Setelah ayahandanya wafat, kedua puteranya ini sepakat untuk melakukan lijdelijk verzet (perlawanan diam-diam) melawan Belanda.
Kemudian Pangeran Raja Muhammad Qadirudin diresmikan sebagai Sultan Anom II keraton Kanoman dikarenakan saudaranya yaitu Pangeran Adipati Kaprabon yang merupakan putera pertama Sultan Anom I dari permaisuri keduanya yaitu Ratu Sultan Panengah memutuskan untuk memperdalam ajaran agama Islam dan menyerahkan kepemimpinan keraton Kanoman kepada adiknya Pangeran Raja Mandurareja Muhammad Qadirudin.[3] Setelah menyerahkan kepemimpinan Keraton Kanoman kepada adiknya, Pangeran Adipati Kaprabon mendirikan Kaprabonan pada tahun 1696 sebagai tempat pendidikan agama Islam. Pada saat itu gejolak politik pemerintahan Belanda semakin memanas, dan perlawanan-perlawanan terhadap kolonial Belanda pun masih terus berjalan, sehingga Pangeran Raja Adipati Kaprabon ingin menjauhkan diri dari situasi tersebut dan selalu mengkhususkan diri (Mandita) dalam mengembangkan agama Islam kepada para murid-muridnya
Pangeran Raja Adipati Kaprabonan diberi gelar Sultan Prabu. Setelah ibunya wafat, Pangeran Raja Adipati Kaprabon diangkat sebagai putera mahkota Kesultanan Kanoman pada 1690. Setelah menjadi putra mahkota, ia bergelar Sultan Pandita Agama Islam yang diserahi Busana Pakaian Perang Kerajaan Wali yang dinamakan busana Kaprabon. Berdasarkan bedah sejarah yang dilakukan oleh Dr. Ir. Pangeran Hempi Raja Kaprabon MP bersama Raden Hamzaiya disaksikan oleh seluruh wargi keturunan mengatakan jika nama Kaprabonan diambil dari kata "Prabu" yang memiliki arti sebagai putera Mahkota. (sumber : catatan Redaktur 2020).
Pada waktu Sultan Anom Badrudin wafat, Pangeran Raja Adipati Kaprabon masih berada diluar Keraton Kanoman selama 6 tahun. Pada masa itu, terjadi kekosongan kekuasaan karena gejolak politik semakin memanas. Di tengah gejolak politik itu, pengaruh dan campur tangan VOC semakin menguat setelah Nyi Mas Ibu (permaisuri ketiga) melakukan pendekatan kepada VOC untuk mengangkat anaknya, Pangeran Manduraredja sebagai Sultan Kanoman II. Keinginan Nyi Mas Ibu itu disetujui oleh VOC seiring dengan pengangkatan Pangeran Manduraredja sebagai Sultan Kanoman II dengan gelar Sultan Carbon Qodirudin yang bertahta di Keraton Kanoman. Sementara itu, hak Pangeran Raja Adipati Kaprabon sebagai putra mahkota Kanoman untuk menerima tahta Kanoman dicabut oleh VOC.
Kondisi tersebut yang mendorong Pangeran Raja Adipati Kaprabon meninggalkan Keraton Kanoman untuk menghindari dari gejolak politik yang bertentangan dengan jati dirinya. Setelah meninggalkan Keraton Kanoman dan mendirikan Keraton Kaprabonan tegas Pangeran Hempi Raja Kaprabon.
Perjuangan melawan penjajah Belanda dengan strategi lijdelijk verzet (perlawanan diam-diam) menemukan tantangan setelah Belanda pada tahun 1699[4] mengangkat Letnan Jacob Palm sebagai seorang pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan Cirebon, dalam bukunya sejarah cirebon, Pangeran Sulaeman Sulendraningrat bahkan mengatakan jika kekuasaan kesultanan-kesultanan di Cirebon pada tahun 1700 telah habis sama sekali (secara politik) dengan adanya pengangkatan Letnan Jacob Palm.[5] Pada tahun 1701, Belanda kemudian menunjuk seorang pedagang bernama Jacob Heijrmanns sebagai pejabat penghubung Belanda untuk wilayah kesultanan-kesultanan Cirebon[4]
Penegasan status Kaprabonan sebagai Peguron
Pada tahun 2011 Pangeran Hempi membuat sebuah pernyataan bahwa Kaprabonan bukanlah sekadar sebuah peguron saja namun juga bersifat sebagai kerajaan, terlebih adanya pengakuan dari pejabat penguasa cirebon (zaman penjajahan Jepang) pada sekitar tahun 1946 pada masa kepemimpinan Pangeran Aruman bahwa Kaprabon adalah sebuah kerajaan.
Pertemuan pelurusan sejarah Kaprabonan pun digelar pada tahun yang sama oleh keluarga besar Kaprabonan dan kemudian sesepuh keluarga besar Kaprabonan yaitu Pangeran Moh Nurbuwat Purbaningrat menyatakan bahwa tidak ada satupun catatan sejarah yang menyebutkan Kaprabonan berdiri sebagai kesultanan[6] atau keraton, pernyataan Pangeran Moh Nurbuwat juga diperkuat oleh sesepuh Kaprabonan lainnya yaitu Pangeran Maulana Cakraningrat :
Dia (red: Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon) dulunya menolak berkuasa di Keraton Kanoman dan memilih mendirikan perguruan karena lebih tertarik memperdalam Tarekat Islam
kerabat Kaprabonan lainnya menjelaskan jika pada masa kepemimpinan Jepang di Indonesia telah terjadi kekeliruan pengakuan, surat dari penguasa Jepang pada saat itu yang mengakui Kaprabonan sebagai sebuah kesultanan atau kerajaan dikarenakan adanya kesalahan dari pihak Kaprabonan ketika mengirimkan surat kepada pemerintah penguasaan Jepang, dikarenakan pada surat yang dikirim oleh pihak Kaprabonan bertuliskan Kaprabonan sebagai keraton maka pihak penguasa Jepang pada saat itu dikarenakan ketidaktahuan sejarah Cirebon membalas surat dari Kaprabonan dengan kata-kata Keraton Kaprabonan, surat balasan inilah yang kemudian dijadikan dasar oleh pihak Kaprabonan untuk menyatakan dirinya sebagai keraton.
Kaprabonan sebagai Pandita Guru Ilmu Kebatinan dalam agama Islam yang dalam dan tertinggi kehormatannya yang disukai dan diikuti oleh banyak murid-muridnya dan didatangi oleh orang-orang dari segala suku bangsa dan negeri (daerah) lain di luar Wilayah Cirebon sampai pada saat sekarang tidak putus diteruskan oleh turunannya secara turun-temurun. Batas tanah peguron Kaprabonan menurut petunjuk catatan orang tua zaman dulu, yaitu dari sebelah Selatan sampai di Jalan Lemahwungkuk ke Timur jalan ke Pengampon. Dari sebelah Timur sampai di Jalan Sasaiki (dulu bernama Kalibacin). Dari sebelah Utara sampai Pasuketan belok ke Jalan Pecinan Lemahwungkuk. Dari sebelah Barat sampai ke Jalan Lemahwungkuk sampai di desa dekat alun-alun Kanoman. Tegas Pangeran Hempi Raja Kaprabon dalam Destertasi nya.
Kiprah keluarga Kaprabon
Pangeran Aroeman Raja Kaprabon terpilih sebagai anggota konstituante pada era Soekarno dan menyumbangkan harta kekayaan Kaprabonan guna pembangunan tugu monumen Nasional (MONAS).
Sikap Pangeran Hempi dalam kisruh tahta Kasepuhan
Pada tanggal 30 Juli 2020, Pangeran Hempi selaku pimpinan di Kaprabonan Cirebon menuliskan surat yang ditujukan kepada para wargi dan pini sepuh keraton Kasepuhan serta sentana kesultanan Cirebon yang menyatakan bahwa penerus di Kasepuhan tidak dapat diteruskan oleh puteranya[7],[8]
assalammu'alaikum wr wb
Bersama ini kami prihatin dengan situasi dan kondisi yang sebenarnya di Keraton Kasepuhan sejak dahulu setelah meninggalnya Sultan Sepuh V Pangeran Mochammad Syafiudin Matangaji pada 1786 Masehi, zaman pemerintahan Belanda,” tulis Hempi dalam keterangannya.
Karena situasi saat itu dipengaruhi penguasa pemerintahan kolonial Belanda, sebut Hempi, Sultan Sepuh VI yang dilantik bukan trah Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah). Sultan Sepuh VI yang dilantik pemerintah kolonial Belanda adalah Sultan Hasanudin (Ki Muda), dan berlanjut sampai keturunannya sekarang almarhum Sultan Sepuh XIV.
Dengan dasar sejarah terdahulu, dan sekarang telah menjadi Negara Republik, maka keutuhan keturunan Kesultanan Kasepuhan harus dikembalikan kepada trah/nasab yang sebenarnya. Agar kedudukan Sultan Kasepuhan benar-benar turunan asli Sunan Gunung Jati. Sehingga doa dan marwah Sultan Kasepuhan nyambung dengan leluhurnya.
Jadi penerus Sultan Sepuh XIV tidak dapat diteruskan oleh putranya. Karena akan menjadi masalah yang berkepanjangan dari keturunan punggel yang bukan keturunan Sunan Gunung Jati,” demikian pernyataan sejarah dan penertiban Kesultanan Kasepuhan Cirebon yang ditulis Hempi dalam suratnya.[7]
Daftar Pangeran Kaprabonan
- 1699-1734: Pangeran Raja Adipati (PRA) Kaprabon
- 1734-1766: Pangeran Kusumawaningyun Kaprabon
- 1766-1798: Pangeran Brataningrat Kaprabon
- 1798-1838: Pangeran Raja Sulaiman Sulendraningrat Kaprabon
- 1838-1878: Pangeran Arifudin Kusumabratawirdja Kaprabon
- 1878-1918: Pangeran Adikusuma Adiningrat Kaprabon
- 1918-1946: Pangeran Angkawijaya Kaprabon
- 1946-1974: Pangeran Aruman Raja Kaprabon
- 1974-2001: Pangeran Herman Raja Kaprabon
- 2001-2021:[9] Pangeran Hempi Raja Kaprabon
- 2021[10]-Sekarang: Pangeran Handi Raja Kaprabon
Galeri
-
Kaprabonan
-
Imaman langgar Kaprabonan
-
Langgar Kaprabonan
-
Dalung Damar Wayang (Lambang Kaprabonan)
Referensi
- ^ Kartodihardjo, Sartono. 1988. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500 - 1900 (dari Emporium sampai Imperium). Jakarta: Gramedia
- ^ Roseno, Edi. 1993. Perang Kedondong 1818. Depok: Universitas Indonesia
- ^ Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat - Sejarah Keraton Kaprabonan, Cirebon
- ^ a b >Hoadley, Mason Claude. 2018. Selective Judicial Competence: The Cirebon-Priangan Legal Administration, 1680–1792. New York : Cornell University Press
- ^ P.S. Sulendraningrat. 1985. Sejarah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka
- ^ "2011 - Jurnal Patroli News - Status Keraton Kaprabonan digugat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-03-05. Diakses tanggal 2015-09-20.
- ^ a b Septiadi, Egi. 2020. Dinilai akan Timbulkan Masalah Panjang, Hempi: Penerus Sultan Sepuh XIV Tak Bisa Diteruskan Putranya. Bandung : Pikiran Rakyat
- ^ Tim Radar Cirebon. 2020. Pangeran Hempi Kaprabonan Angkat Bicara soal Trah Sunan Gunung Jati di Keraton Kasepuhan. Cirebon : Radar Cirebon
- ^ Erlanti, Mutiara Suci. 2021. Sosok Pangeran Hempi Raja Kaprabon yang Kini Meninggal Dunia, Disebut Orang yang Bersahaja dan Ramah. Cirebon : Tribun News Cirebon
- ^ Abdussalam, Muhamad Syarif. 2021. Pak Uu Saksikan Penobatan Sultan Baru Cirebon, Merasa Bangga dan Berharap Ini. Bandung : Tribun Jabar