Paku Alam VIII
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam ꦦꦏꦸꦄꦭꦩ꧀꧇꧘꧇ | |
---|---|
Penguasa Paku Alam di Yogyakarta ke-8 | |
Masa jabatan 13 April 1937 – 11 September 1998 | |
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ke-2 | |
Masa jabatan 3 Oktober 1988[a] – 11 September 1998 | |
Presiden | Soeharto Bacharuddin Jusuf Habibie |
Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta ke-1 | |
Masa jabatan 4 Maret 1950 – 3 Oktober 1988[a] | |
Presiden | Soekarno Soeharto |
Gubernur | Hamengkubuwana IX |
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru | |
Informasi pribadi | |
Lahir | BRMH Sularso Kunto Suratno 10 April 1910 Pakualaman, masa Hindia Belanda |
Meninggal | 11 September 1998 Yogyakarta, Indonesia | (umur 88)
Kebangsaan | Indonesia |
Suami/istri | KRAy. Ratnaningrum KRAy. Purnamaningrum |
Anak | Dari KRAy. Ratnaningrum: * Ir. KPH. H. Probokusumo * BRAy. Retno Sundari * BRAy. Retno Sewayani * KPH. Anglingkusumo * KPH. Songkokusumo * BRAy. Retno Pudjawati (wafat ketika bayi) * KPH. Ndoyokusumo * KPH. Wijoyokusumo Dari KRAy. Purnamaningrum: * KPH. Ambarkusumo * BRAy. Retno Martani * KPH. Gondhokusumo * BRAy. Retno Suskamdani * BRAy. Retno Rukmini * KPH. H. Tjondrokusumo * BRAy. Hj. Retno Widanarni * KPH. Indrokusumo |
Orang tua | Paku Alam VII |
Tanda tangan | |
Sunting kotak info • L • B |
Kolonel (Inf.) Tituler BRMH Sularso Kunto Suratno (10 April 1910 – 11 September 1998) adalah Raja Pakualaman VIII yang diangkat sebagai KPH Prabu Suryodilogo pada 4 September 1936. Dengan masa jabatan selama 61 tahun, ia adalah penguasa Paku Alam dan juga penguasa negeri pecahan Mataram yang berkuasa paling lama.
Sejarah hidup
Pendidikan yang ditempuh adalah Europesche Lagere School Yogyakarta, Christelijke MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - sampai tingkat candidaat).[1] Pada 13 April 1937 ia ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo menggantikan mendiang ayahnya. Setelah kedatangan Bala Tentara Jepang pada tahun 1942 ia mulai menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII.
Pada 19 Agustus 1945 bersama Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan telegram kepada Sukarno dan Hatta atas berdirinya RI dan terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pada 5 September 1945 secara resmi KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan amanat/maklumat (semacam dekret kerajaan) bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Republik Indonesia. Sejak saat itulah kerajaan terkecil pecahan Mataram ini menjadi daerah istimewa. Melalui Amanat Bersama antara Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober tahun yang sama, ia berdua sepakat untuk menggabungkan Daerah Kasultanan dan Kadipaten dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jabatan yang dipangku selanjutnya adalah Wakil Kepala Daerah Istimewa, Wakil Ketua Dewan Pertahanan DIY (Oktober 1946), Gubernur Militer DIY dengan pangkat Kolonel (1949 setelah agresi militer II). Mulai tahun 1946-1978 Paku Alam VIII sering menggantikan tugas sehari-hari Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai kabinet RI. Selain itu ia juga menjadi Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY dalam pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957; Anggota Konstituante (November 1956); Anggota MPRS (September 1960) dan terakhir adalah Anggota MPR RI masa bakti 1997-1999 Fraksi Utusan Daerah.
Setelah Hamengkubuwono IX mangkat pada tahun 1988, Paku Alam VIII menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sampai akhir hayatnya pada tahun 1998. Perlu ditambahkan bahwa pada 20 Mei 1998 ia bersama Hamengkubuwono X mengeluarkan Maklumat untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia. Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut Pisowanan Agung. Beberapa bulan setelahnya ia menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998) serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998).
Keluarga
Ia memiliki dua istri, yaitu;
Dari KRAy. Ratnaningrum:
- Ir. KPH. H. Probokusumo
- BRAy. Retno Sundari
- BRAy. Retno Sewayani
- KPH. Anglingkusumo
- KPH. Songkokusumo
- BRAy. Retno Pudjawati (wafat ketika bayi)
- KPH. Ndoyokusumo
- KPH. Wijoyokusumo
Dari KRAy. Purnamaningrum:
- KPH. Ambarkusumo
- BRAy. Retno Martani
- KPH. Gondhokusumo
- BRAy. Retno Suskamdani
- BRAy. Retno Rukmini
- KPH. H. Tjondrokusumo
- BRAy. Hj. Retno Widanarni
- KPH. Indrokusumo
Catatan kaki
- ^ a b Sultan Hamengkubuwana IX wafat tanggal 2 Oktober pukul 20:05 waktu Washington, DC atau tanggal 3 Oktober pukul 07:05 Waktu Indonesia Barat
Referensi
- Soedarisman Poerwokoesoemo, KPH, Mr (1985) KADIPATEN PAKUALAMAN, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pranala luar
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Paku Alam VII |
Penguasa Paku Alam di Yogyakarta 1937–1998 |
Diteruskan oleh: Paku Alam IX |
Jabatan politik | ||
Didahului oleh: Hamengkubuwono IX |
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 1988–1998 |
Diteruskan oleh: Hamengkubuwono X |
Posisi baru | Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 1945–1988 |
Jabatan lowong Selanjutnya dijabat oleh Paku Alam IX
|
Jabatan lain | ||
Didahului oleh: Bahder Djohan |
Ketua Umum Palang Merah Indonesia 1954—1966 |
Diteruskan oleh: Basuki Rachmat |
- ^ "K.G.P.A.A. Paku Alam VIII - IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) - Profil Anggota". Konstituante.Net. Diakses tanggal 2021-05-22.