Lompat ke isi

Material swapulih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 Juni 2022 16.49 oleh Irvan Ary Maulana (bicara | kontrib) (Biomimetika)
Pengukuran tiga dimensi material swapulih dari Tosoh Corporation yang diukur dengan menggunakan mikroskop holografik digital. Permukaan material telah digores oleh alat logam.
Penampang material swapulih yang pulih dari goresan.

Material swapulih (disebut juga material swasembuh, bahasa Inggris: self-healing material) adalah senyawa buatan atau sintetis yang memiliki kemampuan bawaan untuk memperbaiki kerusakan dengan sendirinya secara otomatis tanpa intervensi manusia atau diagnosis eksternal. Secara umum, material akan terdegradasi seiring waktu akibat kelelahan, kondisi lingkungan, atau kerusakan yang dialami selama penggunaan. Retak dan jenis kerusakan lainnya pada tingkat mikroskopis menunjukkan perubahan sifat termal, listrik, dan akustik dari material, serta perambatan retak dapat memicu kejadian kegagalan material. Pada umumnya retak sulit dideteksi pada tahap awal dan intervensi manual diperlukan untuk melakukan inspeksi dan perbaikan berkala. Berkebalikan dengan hal tersebut, material swapulih melawan degradasi melalui inisiasi mekanisme perbaikan dalam merespons kerusakan mikro.[1]:1–2 Beberapa material swapulih dikategorikan sebagai struktur pintar yang dapat beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan berdasarkan sifat aktuasi dan penginderaan material tersebut.[1]:145

Walaupun jenis material swapulih yang paling umum merupakan kategori polimer atau elastomer, sifat swapulih mencakup seluruh kategori material, yaitu logam, keramik, dan material bersemen. Mekanisme pemulihan bervariasi, mulai dari perbaikan intrinsik hingga penambahan agen perbaikan dalam pembuluh mikroskopis. Untuk material yang secara ketat terdefinisi sebagai material swapulih otonom, terdapat sifat penting bahwa proses pemulihan terjadi tanpa intervensi manusia. Sementara itu, terdapat polimer swapulih yang teraktivasi sebagai respons dari stimulus eksternal (cahaya, perubahan temperatur, dll.) untuk memulai proses pemulihan.

Material yang dapat memperbaiki kerusakan akibat penggunaan normal secara intrinsik dapat mencegah biaya yang diakibatkan oleh kegagalan material, menurunkan biaya berbagai proses industri melalui masa hidup yang lebih panjang, dan mereduksi ketakefektifan akibat degradasi seiring waktu.[2]

Sejarah

Bangsa Romawi Kuno menggunakan semacam lepa kapur yang diketahui memiliki sifat swapulih.[3] Pada tahun 2014, geolog Marie Jackson dan koleganya membuat ulang jenis lepa yang digunakan pada Pasar Trajanus dan struktur Romawi lainnya, seperti Pantheon dan Koloseum, serta mempelajari respons material tersebut terhadap keretakan.[4] Bangsa Romawi mencampurkan jenis abu vulkanik tertentu yang disebut tras rosse, berasal dari Perbukitan Alban, dengan kapur tohor dan air. Mereka menggunakan campuran tersebut untuk melekatkan bongkahan batu putih, agregat dari batuan vulkanik, yang berukuran sekitar satu desimeter.[3] Sebagai hasil aktivitas tras dalam pemulihan material, kapur berinteraksi dengan senyawa lain di dalam campuran dan terganti dengan kristal mineral kalsium aluminosilikat yang disebut stratlingit. Kristal stratlingit yang berbentuk lempengan tumbuh di dalam matriks semen, termasuk pada zona antarmuka tempat retakan cenderung terbentuk. Berlangsungnya pembentukan kristal ini menyatukan lepa dan agregat kasar, melawan pembentukan retak, dan menghasilkan material yang bertahan hingga 1.900 tahun.[5][6]

Ilmu material

Material swapulih baru muncul sebagai bidang studi yang dikenal secara luas pada abad ke-21. Konferensi internasional bertopik material swapulih pertama diadakan pada tahun 2007.[7] Bidang studi material swapulih berkaitan dengan material biomimetika seperti permukaan dan material baru dengan kemampuan swaorganisasi yang dilekatkan, di antaranya material swalumas dan swabersih.[8]

Biomimetika

Tumbuhan dan hewan memiliki kemampuan untuk merapatkan dan menyembuhkan luka. Pada tumbuhan, kemampuan swarapat mencegah tumbuhan mengalami desikasi dan infeksi oleh kuman patogenik. Perapatan luka memberikan waktu terhadap proses swapulih untuk menutup luka juga sebagian memberikan kontribusi dalam pengembalian sifat mekanis dari organ tumbuhan. Berdasarkan berbagai proses swarapat dan swapulih pada tumbuhan, berbagai prisip fungsional diimplimentasikan pada material swapulih yang terinspirasi oleh proses biologis ini.[9][10][11] Tautan yang menghubungkan antara model biologis dan aplikasi teknis adalah proses abstraksi yang menjelaskan prinsip fungsional yang mendasari model biologis dan dapat menjadi model analitis[12] atau model numerik. Dalam kasus yang sebagian besar proses fisika-kimianya melibatkan proses transfer secara khusus memberikan hasil yang menjanjikan.

Pengembangan sistem swapulih pada komposit polimer dilakukan melalui pendekatan perancangan biomimetika ini.[13][14] Salah satu struktur polimer tersebut pada dasarnya meniru struktur kulit. Struktur ini tersusun dari substrat epoksi mengandung kisi saluran mikro yang memuat disiklopentadiena (DCPD) dan digabungkan dengan katalis Grubbs pada permukaannya. Material ini menunjukkan pemulihan ketangguhan parsial setelah fraktur dan dapat diuji berkali-kali karena kemampuan pemenuhan saluran setelah pemakaian. Proses pemulihan ini tidak berulang selamanya akibat pertumbuhan retak seiring waktu pada polimer di bidang pemulihan sebelumnya.[15]

Busa pelapis dari struktur pneumatik juga dikembangkan melalui biomimetika yang terinspirasi oleh proses swarapat cepat pada tumbuhan merambat Aristolochia macrophylla dan spesies yang berkaitan lainnya.[16] Dengan berat dan ketebalan lapisan busa yang rendah, efisiensi pemulihan maksimum dapat dicapai sebesar 99,9% dan bahkan lebih.[17][18][19] Model lainnya adalah bantalan lateks tumbuhan seperti pada beringin (Ficus benjamina), pohon para (Hevea brasiliensis), dan Euphorbia spp. yang melibatkan koagulasi lateks dalam merapatkan lesi.[20][21][22] Strategi swarapat berbeda pada material elastomerik dikembangkan dan menunjukkan pemulihan mekanis yang signifikan setelah memiliki lesi makroskopis.[23][24]

Referensi

  1. ^ a b Ghosh, Swapan Kumar (2008). Self-healing materials : fundamentals, design Strategies, and applications (edisi ke-1st). Weinheim: Wiley – VCH. hlm. 145. ISBN 978-3-527-31829-2. 
  2. ^ Yuan YC, Yin T, Rong MZ, Zhang MQ (2008). "Self healing in polymers and polymer composites. Concepts, realization and outlook: A review". Express Polymer Letters. 2 (4): 238–50. doi:10.3144/expresspolymlett.2008.29alt=Dapat diakses gratis. 
  3. ^ a b Wayman, Erin (16 November 2011). "The Secrets of Ancient Rome's Buildings". Smithsonian. Diakses tanggal 13 November 2016. 
  4. ^ "Back to the Future with Roman Architectural Concrete". Lawrence Berkeley National Laboratory. University of California. 15 Desember 2014. Diakses tanggal 17 November 2016. 
  5. ^ Hartnett, Kevin (19 Desember 2014). "Why is ancient Roman concrete still standing?". Boston Globe. Diakses tanggal 17 November 2016. 
  6. ^ Jackson MD, Landis EN, Brune PF, Vitti M, Chen H, Li Q, et al. (December 2014). "Mechanical resilience and cementitious processes in Imperial Roman architectural mortar". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 111 (52): 18484–89. Bibcode:2014PNAS..11118484J. doi:10.1073/pnas.1417456111alt=Dapat diakses gratis. PMC 4284584alt=Dapat diakses gratis. PMID 25512521. 
  7. ^ "First international conference on self-healing materials". Universitas Teknologi Delft. 12 April 2007. Diakses tanggal 19 May 2013. 
  8. ^ Nosonovsky M, Rohatgi P (2011). Biomimetics in Materials Science: Self-healing, self-lubricating, and self-cleaning materials. Springer Series in Materials Science. 152. Springer. ISBN 978-1-4614-0925-0. 
  9. ^ Speck T, Mülhaupt R, Speck O (2013). "Self-healing in plants as bio-inspiration for self-repairing polymers". Dalam Binder W. Self-Healing Polymers. Wiley-VCH. hlm. 61–89. doi:10.1002/9783527670185.ch2. ISBN 978-3-527-33439-1. 
  10. ^ Speck O, Schlechtendahl M, Borm F, Kampowski T, Speck T (2013). "Bio-inspired self-healing materials". Dalam Fratzl P, Dunlop JW, Weinkamer R. Materials Design Inspired by Nature: Function through Inner Architecture. RSC Smart Materials. 4. The Royal Chemical Society. hlm. 359–89. 
  11. ^ Speck O, Luchsinger R, Rampf M, Speck T (2014). "Selbstreparatur in Natur und Technik. – Konstruktion": 9, 72–75, 82. 
  12. ^ Konrad W, Flues F, Schmich F, Speck T, Speck O (November 2013). "An analytic model of the self-sealing mechanism of the succulent plant Delosperma cooperi". Journal of Theoretical Biology. 336: 96–109. Bibcode:2013JThBi.336...96K. doi:10.1016/j.jtbi.2013.07.013. PMID 23907028. 
  13. ^ Trask RS, Williams HR, Bond IP (March 2007). "Self-healing polymer composites: mimicking nature to enhance performance". Bioinspiration & Biomimetics. 2 (1): P1–9. Bibcode:2007BiBi....2....1T. doi:10.1088/1748-3182/2/1/P01. PMID 17671320. 
  14. ^ "Genesys Reflexive (Self-Healing) Composites". Cornerstone Research Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-07-20. Diakses tanggal 2 Oktober 2009. 
  15. ^ Toohey KS, Sottos NR, Lewis JA, Moore JS, White SR (August 2007). "Self-healing materials with microvascular networks" (PDF). Nature Materials. 6 (8): 581–85. doi:10.1038/nmat1934. PMID 17558429. 
  16. ^ Busch S, Seidel R, Speck O, Speck T (July 2010). "Morphological aspects of self-repair of lesions caused by internal growth stresses in stems of Aristolochia macrophylla and Aristolochia ringens". Proceedings. Biological Sciences. 277 (1691): 2113–20. doi:10.1098/rspb.2010.0075. PMC 2880149alt=Dapat diakses gratis. PMID 20236971. 
  17. ^ Rampf M, Speck O, Speck T, Luchsinger RH (2013). "Investigation of a fast mechanical self-repair mechanism for inflatable structures". International Journal of Engineering Science. 63: 61–70. doi:10.1016/j.ijengsci.2012.11.002. 
  18. ^ Rampf M, Speck O, Speck T, Luchsinger RH (2012). "Structural and mechanical properties of flexible polyurethane foams cured under pressure". Journal of Cellular Plastics. 48: 49–65. doi:10.1177/0021955X11429171. 
  19. ^ Rampf M, Speck O, Speck T, Luchsinger RH (2011). "Self-repairing membranes for inflatable structures inspired by a rapid wound sealing process of climbing plants". Journal of Bionic Engineering. 8 (3): 242–50. doi:10.1016/S1672-6529(11)60028-0. 
  20. ^ Bauer G, Speck T (March 2012). "Restoration of tensile strength in bark samples of Ficus benjamina due to coagulation of latex during fast self-healing of fissures". Annals of Botany. 109 (4): 807–11. doi:10.1093/aob/mcr307. PMC 3286277alt=Dapat diakses gratis. PMID 22207613. 
  21. ^ Bauer G, Friedrich C, Gillig C, Vollrath F, Speck T, Holland C (January 2014). "Investigating the rheological properties of native plant latex". Journal of the Royal Society, Interface. 11 (90): 20130847. doi:10.1098/rsif.2013.0847. PMC 3836322alt=Dapat diakses gratis. PMID 24173604. 
  22. ^ Bauer G, Gorb SN, Klein MC, Nellesen A, von Tapavicza M, Speck T (2014). "Comparative study on plant latex particles and latex coagulation in Ficus benjamina, Campanula glomerata and three Euphorbia species". PLOS ONE. 9 (11): e113336. Bibcode:2014PLoSO...9k3336B. doi:10.1371/journal.pone.0113336alt=Dapat diakses gratis. PMC 4237448alt=Dapat diakses gratis. PMID 25409036. 
  23. ^ Nellesen A, Von Tapavicza M, Bertling J, Schmidt AM, Bauer G, Speck T (2011). "Pflanzliche Selbstheilung als Vorbild für selbstreparierende Elastomerwerkstoffe, GAK – Gummi, Fasern, Kunststoffe" [Self-healing in plants as a model for self-repairing elastomer materials]. International Polymer Science and Technology. 64 (8): 472–75. 
  24. ^ Schüssele AC, Nübling F, Thomann Y, Carstensen O, Bauer G, Speck T, Mülhaupt R (2012). "Self-healing rubbers based on NBR blends with hyperbranched polyethylenimines". Macromolecular Materials and Engineering. 9 (5): 411–19. doi:10.1002/mame.201100162. 

Pranala luar