Mary Somers Heidhues
Mary Somers Heidhues | |
---|---|
Lahir | 1936 Philadelphia, Pennsylvania |
Pekerjaan | Peneliti, penulis, akademisi |
Pendidikan | Ph.D. (Universitas Cornell, Ithaca, Research Associate di Southeast Asian Studies Universitas Passau.[1] |
Genre | Sosial, sejarah, Sinologi |
Tema | Tionghoa-Indonesia, Hakka |
Mary Somers Heidhues adalah peneliti dan akademisi Jerman yang berfokus pada masalah sosial dan sejarah kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.[2]
Penelitian di Indonesia
Penelitiannya di Indonesia banyak difokuskan kepada masalah sosial dan sejarah etnis Tionghoa Indonesia. Disertasi doktoral Mary Somers Heidhues pada tahun 1965 yang bertemakan kondisi sosial etnis Tionghoa di zaman revolusi ("Peranakan Chinese Politics in Indonesia") dianggap sebagai karya ilmiah berbahasa Inggris pertama dan terlengkap di bidangnya.[2] Ia juga banyak menulis kajian tentang kehidupan etnis Tionghoa di kawasan pedesaan Asia Tenggara.[2]
Mary pernah meneliti masyarakat Tionghoa di Kepulauan Bangka-Belitung dan Kalimantan Barat untuk mendalami sejarah serta kehidupan sosial-ekonomi mereka. Ia tertarik untuk meneliti Tionghoa Bangka-Belitung karena niatnya untuk memperluas pengetahuan tentang Tionghoa-Indonesia di luar Jawa, di mana mereka tinggal di lingkungan masyarakat asli dan sejarahnya perpindahan mereka yang berbeda.[3] Lewat catatan harian sahabatnya yang bernama Tan Fay Tjhion yang berasal dari Belinyu, Mary dapat menuliskan jurnal tentang kehidupan masyarakat Tionghoa Bangka pada dekade 50-an berjudul "Bangka in the 1950s: Indonesian Authority and Chinese Reality".[3]
Untuk proyek penelitiannya di Kalimantan Barat, ia bekerja sama dengan NIAS (Netherlands Institute for Advanced Study) terutama bagian ilmu sosial dan kemanusiaan untuk mengerjakan proyek pengumpulan bahan berupa arsip mengenai masyarakat Tionghoa di daerah tersebut.[1]
Pada tahun 2008, Mary Somers Heidhues bersama Leo Suryadinata mendapat Penghargaan Nabil Award 2008 di Jakarta, karena jasanya sebagai peneliti dianggap yang mendorong integrasi bangsa Indonesia.[2]
Karya tulis
- Southeast Asia's Chinese minorities. Longman, New York (1974). ISBN 0-528-71039-1[4]
- Bangka Tin and Mentok Pepper: Chinese Settlement on an Indonesian Island . Institute of Southeast Asian Studies, Singapura (1992). (terjemahan bahasa Indonesia: Timah Bangka dan Lada Mentok : peran masyarakat Tionghoa dalam pembangunan Pulau Bangka abad ke XVIII s/d XX. Yayasan Nabil (2008)).[5]
- Southeast Asia: A Concise History. Thames & Hudson (2000).
- Peranakan Chinese Politics In Indonesia. Equinox Publishing (Juli 2010).
- Golddiggers, Farmers, and Traders in the "Chinese Districts" of West Kalimantan, Indonesia. Cornell University Press.[6] (terjemahan bahasa Indonesia: Penambang emas, petani, dan pedagang di "Distrik Tionghoa" Kalimantan Barat. Yayasan Nabil (2008).)
Lihat juga
Pranala luar
- Anti-Chinese violence in Java during the Indonesian Revolution, 1945–49
- Bangka in the 1950s: Indonesian Authority and Chinese Reality
- Company Island: A Note on the History of Belitung
- Poor Little Rich Islands - Metals in Bangka-Belitung and West Kalimantan
Referensi
- ^ a b Mary Heidhues, NIAS. Akses: 4 Juli 2022.
- ^ a b c d Somers dan Leo Dapat Nabil Award, Kompas. Akses: 4 Juli 2022.
- ^ a b About the Materials on Bangka-Belitung by Mary Somers Heidhues, Institute of Southeast Asian Studies. Akses: 4 Juli 2022.
- ^ Southeast Asia's Chinese minorities / Mary F. Somers Heidhues, Perpustakaan Nasional. Akses: 4 Juli 2022.
- ^ Timah Bangka dan lada Mentok : peran masyarakat Tionghoa dalam pembangunan Pulau Bangka abad ke XVIII s/d XX. Mary Somers Heidhues. Yayasan Nabil, Jakarta (2008). ISBN 978-979-187301-1-7
- ^ Golddiggers, Farmers, and Traders in the "Chinese Districts" of West Kalimantan, Indonesia, Cornell University Press. Akses: 4 Juli 2022.