Utilitarianisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 Juli 2022 23.19 oleh Taylorbot (bicara | kontrib) (per BPA : sebaiknya menggunakan WikiData | t=826 su=111 in=114 at=111 -- only 81 edits left of totally 193 possible edits | edr=000-0001(!!!) ovr=010-1111 aft=000-0000)

Utilitarianisme adalah teori etika normatif yang menentukan bahwa kebaikan adalah tindakan yang memaksimalkan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua individu yang terkena dampak.[1][2]

Meskipun terdapat bentuk-bentuk utilitarianisme dengan karakterisasi yang berbeda, ide dasar dari etika utilitarianisme adalah untuk memaksimalkan utilitas, atau yang sering didefinisikan dengan istilah kesejahteraan. Jeremy Bentham, pendiri utilitarianisme, mendefinisikan utilitas sebagai "karakter dalam objek apa pun yang cenderung menghasilkan manfaat, keuntungan, kesenangan, kebaikan, atau kebahagiaan ... [atau] untuk mencegah terjadinya kerusakan, rasa sakit, kejahatan, atau ketidakbahagiaan kepada pihak yang dipertimbangkan kepentingannya.”

Utilitarianisme adalah sebuah versi dari konsekuensialisme, yang menyatakan bahwa konsekuensi dari suatu tindakan adalah satu-satunya standar untuk menilai benar dan salah. Tidak seperti bentuk konsekuensialisme lainnya, seperti egoisme dan altruisme, utilitarianisme menganggap kepentingan semua manusia adalah setara. Para pendukung utilitarianisme berbeda pendapat pada beberapa isu, seperti apakah tindakan harus dipilih berdasarkan kemungkinan akibat yang dihasilkan (utilitarianisme tindakan), atau apakah seorang agen harus bertindak sesuai dengan aturan yang memaksimalkan utilitas (utilitarianisme aturan). Ada juga perbedaan pendapat mengenai apakah utilitas total (utilitarianisme total), utilitas rata-rata (utilitarianisme rata-rata) atau utilitas orang-orang yang paling miskin[3] yang harus dimaksimalkan.

Meskipun asal-usul etika utilitarianisme dapat ditelusuri dan ditemukan dalam filsafat hedonis Aristippus dan Epicurus, yang memandang kebahagiaan sebagai satu-satunya kebaikan, dan dalam karya filsuf India abad pertengahan Śāntideva, tradisi utilitarianisme modern dimulai dengan Jeremy Bentham, dan dilanjutkan dengan para filsuf utilitarian seperti John Stuart Mill, Henry Sidgwick, RM Hare, dan Peter Singer. Konsep utilitarianisme telah diterapkan pada ekonomi kesejahteraan sosial, krisis kemiskinan global, etika memelihara hewan untuk makanan, dan pentingnya menghindari risiko eksistensial bagi kemanusiaan.

Teori Tujuan Perbuatan

Menurut penganut filsafat utilitarianisme, tujuan perbuatan sekurang-kurangnya adalah menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan, baik bagi diri sendiri ataupun orang lain.[4] Adapun maksimalnya adalah dengan memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang dihasilkan oleh perbuatan yang akan dilakukan.[5] Perbuatan harus diusahakan agar mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian, bagi sebagian besar orang.[5] Dengan demikian, perbuatan manusia baik secara etis dan membawa dampak sebaik-baiknya bagi diri sendiri dan orang lain.[5]

Ajaran pokok

Beberapa ajaran pokok dari utilitarianisme yaitu:

  • Utilitarianisme mengajarkan bahwa kebahagiaan itu diinginkan dan satu-satunya hal yang diinginkan sebagai tujuan hanyalah kebahagiaan; semua hal lainnya diinginkan sebagai sarana menuju tujuan itu.[6]
  • Seseorang hendaknya bertindak sedemikian rupa, sehingga memajukan kebahagiaan (kesenangan) terbesar dari sejumlah besar orang.[7]
  • Tindakan secara moral dapat dibenarkan jika ia menghasilkan lebih banyak kebaikan daripada kejahatan, dibandingkan tindakan yang mungkin diambil dalam situasi dan kondisi yang sama.[7]
  • Secara umum, harkat atau nilai moral tindakan dinilai menurut kebaikan dan keburukan akibatnya.[7]
  • Ajaran bahwa prinsip kegunaan terbesar hendaknya menjadi kriteria dalam perkara etis.[7] Kriteria itu harus diterapkan pada konsekuensi-konsekuensi yang timbul dari keputusan-keputusan etis.[7]

Peraturan

Beberapa peraturan yang ditetapkan di dalam utilitarianisme yaitu:

  • Kriteria penilaian moral mendapatkan dasar pada ketaatan terhadap perilaku moral umum.[4][8]
  • Tindakan moral yang dibenarkan adalah tindakan yang didasarkan pada peraturan moral yang menghasilkan akibat-akibat yang lebih baik.[4]

Referensi

  1. ^ Duignan, Brian. [1999] 2000. "Utilitarianism" (revised). Encyclopædia Britannica. Retrieved 5 July 2020.
  2. ^ "Utilitarianism". Ethics Unwrapped (dalam bahasa Inggris). Austin, TX: McCombs School of Business. Diakses tanggal 2020-05-27. 
  3. ^ White, Stuart. [2004] 2015. "Social Minimum." The Stanford Encyclopedia of Philosophy, edited by E. N. Zalta. Stanford University. Retrieved 5 July 2020.
  4. ^ a b c Robert Audi. 1995. The Cambridge Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge University Press. Hlm. 824-825.
  5. ^ a b c A. Mangunhardjana. 1997. Isme-isme dalam Etika dari A sampai Z. Jogjakarta: Kanisius. Hal.228-231.
  6. ^ James Rachels. 2004. Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 187
  7. ^ a b c d e Lorens Bagus. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 1144.
  8. ^ Rosen, Frederick. 2003. Classical Utilitarianism from Hume to Mill. Routledge, p. 28. ISBN 0-415-22094-7