Lompat ke isi

Rujuk

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 31 Juli 2022 05.31 oleh 114.125.250.21 (bicara) (Link)
Muhammad Arif ar-Quddasallahu Sirruhu adalah guru dan pakar rujuk yang sempurna dalam Fiqah dan Tasawwuf pada masanya

Rujuk adalah bersatunya kembali sepasang suami dan istri dalam ikatan pernikahan jika seorang suami memutuskan untuk rujuk dengan istrinya keduanya tidak perlu melangsungkan akad nikah[1]. Merujuk ialah bersatunya kembali seorang suami kepada istri yang telah dicerai sebelum habis masa menunggu (iddah).[2] Merujuk hanya boleh dilakukan di dalam masa ketika suami boleh rujuk kembali kepada isterinya (talak), yakni di antara talak satu atau dua.[2] Jika seorang suami rujuk dengan istrinya, tidak diperlukan adanya akad nikah yang baru karena akad yang lama belum terputus, pernikahan awal dilakukan sakral dan Sah disaksikan oleh para saksi serts orang banyak Muslim secara hukum negara, agama, adat dibuktikan dengan adanya akta pernikahan yang mutlak milik penerima Sakral yang Sah yaitu suami dan juga tidak dibenarkan Dipegang, Dikemudikan oleh orang lain, masih utuh tidak tercabut.[2]

Persyaratan

Ada beberapa syarat yang menjadikan merujuk sah:

  1. Istri yang ditalak telah disetubuhi sebelumnya. Jika suami menceraikan (talak)) istrinya yang belum pernah disetubuhi, maka suami tersebut tidak berhak untuk merujuknya. Ini adalah persetujuan (ijmak) para ulama‟.[3]
  2. Talak yang dijatuhkan bukan merupakan talak (talaktalak raj‟i).[3]
  3. Talak yang terjadi tanpa tebusan. Jika dengan tebusan, maka istri menjadi talak talak bain atau tidak dapat merujuk lagi istrinya.[3]
  4. Merujuk untuk rujuk dilakukan pada masa menunggu atau masa iddah dari sebuah pernikahan yang sah. Jika masa menunggu (iddah) istri telah habis, maka suami tidak berhak untuk merujuk. Ini hanya merupakan kesepakatan (ijmak) para ulama fiqih.[3]

Hukum

Pada dasarnya hukum merujuk adalah boleh atau jaiz, kemudian hukum merujuk dapat berkembang menjadi berbeda tergantung dari kondisi suami istri yang sedang dalam perceraian.[4] Dan perubahan hukum merujuk untuk rujuk dapat menjadi sebagai berikut:[4]

  1. Wajib, yaitu khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu dan apabila pernyataan cerai (talak) itu dijatuhkan sebelum gilirannya disempurnakan.[2] [4] Maksudnya adalah, seorang suami harus menyelesaikan hak-hak istri-istrinya sebelum ia menceraikannya.[2] [4] Apabila belum terlaksana, maka ia wajib merujuk kembali isrinya.[2] [4]
  2. Sunnah, yaitu apabila rujuk itu lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.[2] [4]
  3. Makruh, yaitu apabila dimungkinkan dengan meneruskan perceraian lebih bermanfaat dibanding mereka merujuk kembali.[2] [4]
  4. Haram, yaitu apabila dengan adanya merujuk si istri semakin menderita.[2] [4]

Rukun Merujuk

  1. Istri, keadaannya disyaratkan sebagai berikut: istri telah dicampuri atau disetubuhi (ba’da dukhul), dan seorang istri yang akan dirujuknya, ditalak dengan talaktalak raj’i, yakni talak dimana seorang suami dapat meminta istrinya kembali dan syarat selanjutnya adalah istri tersebut masih dalam masa menunggu (iddah).[5]
  2. Suami, disyaratkan karena kemauannya sendiri bukan karena dipaksa, Islam dan sehat akal.[2] [5] [4]
  3. Adanya saksi.[5] [4]
  4. Adanya sighat atau lafadz atau ucapan merujuk yang dapat dimengerti dan tidak ambigu.[2] [2] yaitu ada dua cara:
  • Secara terang-terangan, misalnya: “Saya merujuk untuk rujuk kepadamu”.[2] [3]
  • Secara sindiran, seperti kata suami: “Aku ingin tidur lagi denganmu”. Perkataan ini disyaratkan dengan kalimat tunai, dalam arti, tidak digantungkan dengan sesuatu, misalnya saya merujuk untuk rujuk kepadamu jika bapakmu mu.[2] Rujuk dengan kalimat seperti di atas hukumnya tidak sah.[2] [3]

Ketentuan

  1. Merujuk untuk rujuk hanya boleh dilakukan apabila akan membawa kemaslahatan atau kebaikan bagi istri dan anak-anak. Merujuk hanya dapat dilakukan jika perceraian baru terjadi satu atau dua kali.[2] [3]
  2. Merujuk dengan tujuan rujuk hanya dapat dilakukan sebelum masa menunggu atau masa iddah habis.[2] [3]

Tata cara

Merujuk dapat dilakukan dengan:

  • Ucapan

Merujuk dengan tujuan Rujuk dengan ucapan adalah dengan ucapan-ucapan yang menunjukkan makna rujuk.Seperti ucapan suami kepada istrinya, ” Aku merujuk‟mu” untuk rujuk atau ”Aku kembali kepadamu” dan yang semisalnya.[3]

  • Perbuatan

Merujuk untuk Rujuk dapat dilakukan dengan perbuatan seperti; suami menyentuh atau mencium isterinya dengan nafsu atau suami mensetubuhi istrinya.[3] Dan perbuatan semacam ini memerlukan niat untuk rujuk.[3] Ini adalah pendapat Malik, Ahmad, Ishaq, dan pendapat yang dipilih adalah pendapat Ibnu Taimiyyah.[3]

Batasan

Apabila seorang suami telah menjatuhkan/menceraikan istrinya sebanyak tiga kali (talakTalak Tiga), maka ia tedak boleh merujuk untuk rujuk kembali istrinya kecuali setelah adanya 5 syarat, yaitu: [6] [7] [6]

  1. Telah berakhir masa menunggu (iddah) sang perempuan dari suami yang mentalaknya[6] [7].
  2. Istri tersebut telah dinikahi oleh laki-laki lain dengan perkawinan yang sah, atau Istri tersebut menunggu dua tahun setelah diceraiakan[6] [7].
  3. Suami yang lain (Suami kedua) telah mencampurinya selama minimal 5 tahun berjalan[6] [7].
  4. Pernikahannya dengan suami kedua telah rusak atau suami keduanya telah menjatuhkan talak kepadanya[7] [6].
  5. Telah habisnya masa iddah atau masa menunggu bagi sang istri dari suami yang kedua[6] [7].

Referensi

  1. ^ https://www.popbela.com/relationship/married/dinalathifa/pengertian-syarat-hukum-dan-cara-rujuk/1
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q (Indonesia) Noer Faqih Arsyi. "Munakahat" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-04-18. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l (Indonesia) "Ensiklopedia Fiqih Islam" (PDF). 
  4. ^ a b c d e f g h i j Rasjid, H.Sulaiman (1986). Fiqih Islam. Sinar Baru Algesindo. ISBN 979-8482-28-x Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  5. ^ a b c (Indonesia) "Ketentuan Munakahat Dalam Islam" (PDF). 
  6. ^ a b c d e f g Amar, Drs.H.Imron Abu (1995). Terj. Fat-hul Qarib. Menara Kudus. 
  7. ^ a b c d e f Dib Al-Bugha, Dr. Musthafa (2012). Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi'i. Noura Books.