Lompat ke isi

Wali kota

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 Agustus 2022 02.08 oleh 182.1.233.218 (bicara) (Memperbaiki ringkasan disertai referensi)
Pete Buttigieg, wali kota South Bend, Indiana, Amerika Serikat pada tahun 2012 - 2020.

Wali Kota atau wali kota adalah kepala daerah kota madya. Dari tahun 2005 pemilihan umum untuk menentukan kepala daerah dilakukan dengan cara langsung melalui tahapan pemilihan umum. Untuk menjadi seorang kepala daerah ada 2 cara yang biasa dilakukan yaitu dengan pencalonan oleh partai politik yang telah memiliki anggota legislatif standar yang dipersyaratkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia atau diusung oleh beberapa pihak tampa ada campur tangan partai yang disebut independen[1].

Wali Kota di Indonesia

Di Indonesia, Wali Kota adalah Kepala Daerah untuk daerah Kota atau Kota madya. Seorang Wali Kota sejajar dengan Bupati, yakni Kepala Daerah untuk daerah Kabupaten. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, jabatan Wali Kota merujuk kepada dua jenis jabatan, yakni jabatan Walikotamadya yang kedudukannya sejajar dengan jabatan Bupati dan bertanggung jawab kepada Gubernur diperuntukkan sebagai kepala daerah wilayah perkotaan yang sudah maju dan padat penduduk (biasanya kota besar), sedangkan jabatan Walikota Administratif yang kedudukannya dibawah jabatan Bupati dan bertanggung jawab juga kepada Bupati sebagai kepala daerah induknya diperuntukkan sebagai kepala pemerintahan wilayah perkotaan kecil yang sedang berkembang (biasanya ibukota kabupaten atau wilayah kecamatan yang sedang berkembang pesat). Pada dasarnya, Wali Kota memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD Kota. Wali kota dipilih dalam satu paket pasangan dengan Wakil Wali Kota melalui Pilkada. Wali kota merupakan jabatan politis, dan bukan Pegawai Negeri Sipil.[2] Ketentuan mengenai kepala daerah dan wakil kepala daerah secara umum diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) sebagaimana yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015.

Wakil Wali Kota

Seorang Wali Kota umumnya dibantu dan berpasangan dengan seorang Wakil Wali Kota. Wakil Wali kota juga merupakan jabatan politis, tetapi dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau non-Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 102 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengusulan dan Pengangkatan Wakil Gubernur, Wakil Bupati, dan Wakil Wali kota penentuan jumlah Wakil Wali kota (Wawali) berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 100.000 jiwa tidak memiliki Wakil Bupati/Wakil Wali kota;
  • kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 100.000– 250.000 jiwa memiliki 1 (satu) Wakil Bupati/Wakil Wali kota; dan
  • kabupaten/kota dengan jumlah penduduk di atas 250.000 jiwa dapat memiliki 2 (dua) Wakil Bupati/Wakil Wali kota.

Dalam hal Wakil Wali Kota berhenti atau diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Wali kota mengusulkan calon Wakil Wali kota kepada Mendagri dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari kerja setelah pengesahan pemberhentian Wakil Gubernur. Setelah dilakukan verifikasi paling lama 4 (empat) hari kerja, Mendagri akan menyampaikan pengesahan pengangkatan Wakil Wali kota yang memenuhi persyaratan. Berdasarkan Pasal PP No.102/2014 Pasal 9 Ayat (1,2), Pengangkatan Wakil Bupati dan Wakil Wali kota ditetapkan dengan Keputusan Mendagri.[3]

Keuangan Kepala Daerah

Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, meliputi;

  1. Gaji dan Tunjangan, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diberikan gaji, yang terdiri dari:[4] Gaji pokok, Tunjangan jabatan, dan Tunjangan lainnya. Besarnya gaji pokok Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.[5] Tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pejabat Negara, kecuali ditentukan lain dengan peraturan perundang-undangan.[6] Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tidak dibenarkan menerima penghasilan dan atau fasilitas rangkap dari Negara.[7]
  2. Biaya Sarana dan Prasarana (Rumah Jabatan). Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing-masing sebuah rumah jabatan beserta perlengkapan dan biaya pemeliharaan.[8] Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berhenti dari jabatannya, rumah jabatan dan barang-barang perlengkapannya diserahkan kembali secara lengkap dan dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah tanpa suatu kewajiban dari Pemerintah Daerah.[9]
  3. Sarana Mobilitas (Kendaraan Dinas), Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan masing-masing sebuah kendaraan dinas. Apabila Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah berhenti dari jabatannya, kendaraan dinas diserahkan kembali dalam keadaan baik kepada Pemerintah Daerah.[10]
  4. Biaya Operasional, Untuk pelaksanaan tugas-tugas kepada Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disediakan:
    • Biaya rumah tangga dipergunakan untuk membiayai kegiatan rumah tangga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
    • Biaya pembelian inventaris rumah jabatan dipergunakan untuk membeli barang-barang inventaris rumah jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
    • Biaya Pemeliharaan Rumah Jabatan dan barang-barang inventaris dipergunakan untuk pemeliharaan rumah jabatan dan barang-barang inventaris yang dipakai atau dipergunakan oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
    • biaya pemeliharaan kendaraan dinas dipergunakan untuk pemeliharaan kendaraan dinas yang dipakai atau dipergunakan oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
    • biaya pemeliharaan kesehatan dipergunakan untuk pengobatan, perawatan, rehabilitasi, tunjangan cacat dan uang duka bagi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah beserta anggota keluarga;
    • biaya Perjalanan Dinas dipergunakan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
    • biaya Pakaian Dinas dipergunakan untuk pengadaan pakaian dinas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah berikut atributnya;
    • biaya penunjang operasional dipergunakan untuk koordinasi, penanggulangan kerawanan sosial masyarakat, pengamanan dan kegiatan khusus lainnya guna mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Besaran Biaya Operasional Kepala Daerah

Besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Propinsi ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut:

  • sampai dengan Rp 15 miliar, paling rendah Rp 150 juta dan paling tinggi sebesar 1,75%;
  • di atas Rp 15 miliar s/d Rp 50 miliar, paling rendah Rp 262,5 juta dan paling tinggi sebesar 1%;
  • di atas Rp 50 miliar s/d Rp 100 miliar, paling rendah Rp 500 juta dan paling tinggi sebesar 0,75 %;
  • di atas Rp 100 miliar s/d Rp 250 miliar, paling rendah Rp 750 juta dan paling tinggi sebesar 0,40 %;
  • di atas Rp 250 miliar s/d Rp 500 miliar, paling rendah Rp 1 miliar dan paling tinggi sebesar 0,25 %.
  • di atas Rp 500 miliar, paling rendah Rp 1,25 miliar dan paling tinggi sebesar 0,15%

Besarnya biaya penunjang operasional Kepala Daerah Kabupaten/Kota, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah sebagai berikut:

  • sampai dengan Rp 5 miliar, paling rendah Rp 125 juta dan paling tinggi sebesar 3%;
  • di atas Rp 5 miliar s/d Rp 10 miliar, paling rendah Rp 150 juta dan paling tinggi sebesar 2 % ;
  • di atas 10 miliar s/d Rp 20 miliar, paling rendah Rp 200 juta dan paling tinggi sebesar 1,50 %;
  • di atas Rp 20 miliar s/d Rp 50 miliar, paling rendah Rp 300 juta dan paling tinggi sebesar 0,80%;
  • di atas Rp 50 miliar s/d Rp 150 miliar, paling rendah Rp 400 juta dan paling tinggi sebesar 0,40 %;
  • di atas Rp 150 miliar, paling rendah Rp 600 juta dan paling tinggi 0,15 %.

Pengeluaran yang berhubungan dengan pelaksanaan, antara lain;

  • Biaya sarana dan prasarana (rumah jabatan);
  • Sarana mobilitas (kendaraan dinas);
  • Biaya operasional;

dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (“APBD”).[7]

Referensi

  1. ^ https://guruppkn.com/perbedaan-bupati-dan-walikota
  2. ^ "Tata Cara Penggantian Jika Kepala Daerah dan Wakilnya Tersandung Korupsi". hukumonline.com/klinik (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-07-20. 
  3. ^ "Inilah PP Tentang Pengusulan dan Pengangkatan Wagub, Wabup, dan Wakil Walikota". Diakses tanggal 2018-07-20. 
  4. ^ Pasal 4 ayat (1) PP 109/2000
  5. ^ Pasal 4 ayat (2) PP 109/2000
  6. ^ Pasal 4 ayat (3) PP 109/2000
  7. ^ "Fasilitas-fasilitas untuk Kepala Daerah dan Wakilnya yang Dibiayai APBD". hukumonline.com/klinik (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-07-20. 

Lihat pula