Lompat ke isi

Sinar Soematra

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sinar Soematra

Sinar Soematra adalah surat kabar mingguan berbahasa Melayu yang terbit pada masa Hindia Belanda di Kota Padang, Sumatra Barat sekarang sejak 1905 hingga 1942. Surat kabar ini terbit setiap hari, kecuali hari Minggu dan "hari yang dimuliakan". Redaksinya beralamat di Kampung Pondok, sebuah kawasan pecinan di Kota Padang. Percetakannya dilakukan oleh perusahaan bernama De Volharding di alamat yang sama.[1]

Redaksi

Nomor contoh Sinar Soematra muncul pada September 1904, sedangkan nomor regulernya pertama muncul pada 4 Oktober 1905. Awalnya, surat kabar ini terbit dua kali seminggu, yakni setiap Rabu dan Sabtu. Susunan redaksinya tidak diketahui. Meski demikian, redaktur pertamanya tercatat adalah Lim Soen Hien, mantan redaktur Bintang Sumatra dan Tjahaja Sumatra.[2]

Dari 1918 hingga 1921, surat kabar ini dipimpin oleh Liem Koen Hian. Dalam tulisan-tulisannya, ia menunjukkan sikap nasionalisme Tionghoa dan menentang aturan pemerintah Hindia Belanda yang menyatakan warga Tionghoa di Indonesia sebagai pendukung Belanda. Setelah melepas jabatannya di Sinar Soematra, ia pindah ke Surabaya sebagai pemimpin redaksi Pewarta Soerabaia milik The Sian King.[3]

Selanjutnya, catatan Parada Harahap ketika berkunjung ke Padang pada 1926 menyebutkan, Sinar Soematra dipimpin oleh orang dari berbagai latar belakang etnis, antara lain A. van Tijn, Jap Gim Sek, P.H. Bok, dan Abisin Abbas.[4][5][6][7] Lalu, sekitar tahun 1940, surat kabar ini dipimpin oleh A.M. Dt. Sinaro.[8]

Tata letak

Halaman sampul surat kabar ini menampilkan tanggal edisi menurut kalender Masehi, Hijriyah, dan Jawa.

Isi

Edisi surat kabar ini terbit sebanyak 8 halaman. Secara umum, isinya terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama berupa berita, editorial, artikel kiriman pembaca, hikayat Melayu, dan cerita Tiongkok. Bagian kedua didominasi oleh iklan.

Sinar Soematra menyediakan rubrik khusus untuk perempuan dan menjadi salah satu surat kabar yang banyak mengulas tentang berbagai aktivitas perempuan. Di antara yang disorot adalah penangkapan Rasimah Ismail dan Rasuna Said, keduanya pengurus Partai Persatuan Muslim Indonesia (Permi), oleh pemerintah kolonial Belanda. Mereka merupakan penentang kebijakan Ordonansi Sekolah Liar dan dengan tegas menyuarakan kemerdekaan Indonesia. Keberanian mereka, ditulis Sinar Soematra, telah memperkuat semangat nasionalisme dan perjuangan masyarakat Minangkabau untuk merdeka dari kolonialisme Belanda.[9]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ https://khastara.perpusnas.go.id/uploads/opac/938309_Sinar_Sumatra_1924_06_04_001.pdf
  2. ^ Adam, Ahmat (2018-05-31). The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesian Consciousness (dalam bahasa Inggris). Cornell University Press. ISBN 978-1-5017-1903-5. 
  3. ^ Setyautama, Sam (2008). Tokoh-tokoh etnis Tionghoa di Indonesia. Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9101-25-9. 
  4. ^ Ensiklopedi Jakarta: culture & heritage. Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman. 2005. ISBN 978-979-8682-49-0. 
  5. ^ Sudarmoko (2008). Roman pergaoelan. Insist Press. ISBN 978-979-3457-92-5. 
  6. ^ Yamamoto, Nobuto (2019-09-16). Censorship in Colonial Indonesia, 1901–1942 (dalam bahasa Inggris). BRILL. ISBN 978-90-04-41240-8. 
  7. ^ Bangun, Tridah (1990). Hajjah Ani Idrus: tokoh wartawati Indonesia. Haji Masagung. ISBN 978-979-412-188-7. 
  8. ^ Sejarah Sumatra Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. 1978. 
  9. ^ http://www.kafaah.org/index.php/kafaah/article/viewFile/179/156