Lompat ke isi

Darul Funun

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 13 November 2022 02.57 oleh Bot5958 (bicara | kontrib) (Perbaikan untuk PW:CW (Fokus: Minor/komestika; 1, 48, 64) + genfixes)
Darul Funun


 
Informasi
Nama sebelumnya
Surau Gadang Datuk Jabok, Sumatera Thawalib Padang Japang
Didirikan1854
Lembaga induk
Yayasan Darul Funun El-Abbasiyah (YDFA)
Penanggungjawab
Tan Abdullah A Afifi ST MT
PimpinanUmmi Dra Hj Mona Eliza MA (Mudirah), Datuk Azizi Fauzi ST MTP (Mudir BLKK), Ust Rahimullah SAg (Musyrif), Zah Yeyen Sofianti (Rais Aliyah), Zah Susi Fitria (Rais Tsanawiyah)
Lokasi
Sumatera Barat
Situs webdarulfunun.or.id
perguruandarulfunun.id

Darul Funun (diucapkan "Dar-el-Funoon", bahasa Persia/Arab: دار الفنون‎ yang berarti "keragaman, seni, ilmu pengetahuan" dalam bahasa Arab dan istilah "institusi pendidikan" dalam bahasa Turki); Asal nama Darul Funun diyakini oleh Abdullah A Afifi, peneliti IDRIS (Institute for Development, Research and Initiatives) diadopsi Syekh Abbas Abdullah dari nama konsep madrasah pendidikan tinggi di era kekhalifahan Turki Usmani pada saat peninjauannya di Asia Tengah, Afrika dan Timur Tengah. Model pendidikan Darul Funun Turki Usmani sendiri berasal dari pengembangan institusi Madrasah yang dilakukan oleh Muhammad Al-Fatih setelah menaklukan Konstantinopel (Istanbul sekarang).[1]

Darul Funun adalah salah satu bagian dari sejarah pendidikan Islam dalam masa pergerakan Indonesia dan merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia. Perguruan ini berhubungan dengan masjid Surau Gadang Padang Japang, Sumatera Thawalib Padang Japang, Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), Pergerakan Kaum Muda (The Kaum Muda Movement), Reformasi Pendidikan Agama, Imam Bonjol, Pergerakan Pra-Kemerdekaan, Pergerakan Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia, dan Pioner Integrasi Pendidikan Sains dan Agama.

Pada mulanya perguruan ini adalah surau tempat belajar mengaji bagi pemuda setelah usia baligh yang didirikan oleh Syekh Abdullah Dt Jabok di Padang Japang, VII Koto Talago, Guguak Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat pada tahun 1854.[2] Lokasi surau ini pun sangat strategis dalam perjuangan pertahanan sipil ayahnya Tuanku Syekh Qadi dan Tuanku Nan Biru, garis pertahanan luar pasukan Bonjol di daerah Mudiak Kabupaten Limapuluhkota. Dikarenakan itu surau ini juga menjadi basis penempaan pemuda dalam persiapan perjuangan.

Yayasan Darul Funun El-Abbasiyah - 1987
Dari kiri: Syekh Abbas Abdullah, Soekarno, Syekh Mustafa Abdullah

Dalam perjalanannya Darul Funun memiliki beberapa periode pengembangan, dan juga tantangan zaman pada pra kemerdekaan, proses kemerdekaan dan paska kemerdekaan Republik Indonesia. Darul Funun sejak tahun 1950 dinaungi oleh (Lembaga) Wakaf Darul Funun. Saat ini, misi Darul Funun antara lain adalah wadah pendidikan yang inklusif, dakwah agama Islam dan pembangunan masyarakat.[3]

Unit-unit Amal Usaha Darulfunun

Perguruan Darulfunun

Perguruan Darulfunun atau yang dikenal dengan Pondok Pesantren Modern Darul Funun El-Abbasiyah Padang Japang sejak tahun 2020 mengaplikasikan dan mengembangkan kurikulum nasional dengan tambahan muatan lokal pesantren. Kurikulum nasional yang diawasi oleh Kementerian Agama RI, Kementerian Pendidikan dan muatan lokal dalam jam belajar sekolah menjadi satu paket kurikulum yang disebut kurikulum Madrasah. Selain itu Darulfunun juga mengembangkan satu sistem kurikulum diluar jam sekolah untuk siswa yang berasrama ataupun yang tinggal berdekatan dengan asrama yang mencakup pembimbingan kegiatan keagamaan dan juga muatan lokal berupa keorganisasian yang disebut dengan kurikulum Surau.

Kurikulum Madrasah

Madrasah Darulfunun memfasilitasi pengembangan pendidikan anak tingkat Tsanawiyah dan juga Aliyah. Setiap tingkat Madrasah dikelola oleh Mas'ul / Kepala Madrasah dibantu dengan tim pengelola.

Kurikulum Surau

Surau Darulfunun memfasilitasi asrama santri Putra dan dan santri Putri. Darulfunun Putra dan Darulfunun Putri memiliki kapasitas untuk menampung siswa sebanyak 300-400 santri. Surau Darulfunun Putra/i dikelola oleh Mas'ul / Kepala Surau.

Kantin dan Dapur Umum

Perguruan Darulfunun juga memfasilitasi pengelolaan makanan dan gizi bagi santri sehingga aktivitas santri selama di Perguruan juga ditolong oleh asupan gizi yang baik dan terkontrol.

IDRIS (Institute for Development, Research and Initiatives)

Darulfunun Institute atau dikenal dengan nama IDRIS Institute adalah lembaga riset akademis yang bertujuan untuk memfasilitasi inkubasi ide-ide konstruktif dalam pengembangan pendidikan, dan sosial masyarakat. IDRIS diinisiasi oleh Abdullah A Afifi dengan penerbitan artike-artikel dan diskusi ilmiah baik di Indonesia maupun di luar negeri. Diskusi ilmiah pertama adalah mengenai sutainable environment di Birimingham, Inggris dengan pembicara Buya Dr H Afifi Fauzi Abbas MA, yang juga mewakili Muhammadiyah dengan memaparkan tentang Fikih Lingkungan. Sejak tahun 2018 sebagian aktifitas IDRIS juga dirintis di Malaysia, dari kerjasama pelatihan daring, riset dan diskusi ilmiah.

Pada akhir tahun 2021 diresmikan Pustaka Buya Dr H Afifi Fauzi Abbas MA di Tarok, Payakumbuh Utara, Kota Payakumbuh. Perpustakaan ini terbuka untuk umum, dan menyediakan lebih dari 5000 judul buku. DI tempat yang sama juga sebagai pusat ujian online (Exam Center) International Open University (IOU).

AAMIL

AAMIL Darulfunun adalah lembaga aksi sosial Darulfunun yang memfasilitasi penyaluran ZIS Dhuafa baik di dalam internal santri Darulfunun ataupun kepada masyarakat umum.

Panti Asuhan

Panti Asuhan Darulfunun pada tahun 2020 telah memfasilitasi 58 santri Dhuafa dari pelosok Sumatera Barat, Sumatera Barat, Jambi dan Riau. Santri-santri dhuafa ini mendapat fasilitas yang sama dengan siswa reguler (sekolah dan asrama) melalui beasiswa panti asuhan.

Riwayat

Tercatat beberapa nama dalam transisi pengembangan Darul Funun:

  1. Surau Gadang
  2. Sumatera Thawalib
  3. Perguruan Darul Funun
  4. Surau Darul Funun
  5. Darul Funun

Periode 1854-1903

Surau Pembinaan Pemuda

Tuanku Nan Banyak Beliau Qadi Datuk Perpatih nan Sabatang

Syaikh Ibrahim Datuk Tan Malaka Pandam Gadang

Surau Gadang Datuk Jabok

Masjid Raya Padang Japang

Meninggalnya Syekh Abdullah

Meninggalnya Syekh Abdullah Datuk Jabok pada tahun 1903, merupakan kehilangan besar karena Surau tempat menempa pemuda kehilangan tokohnya. Dari kesemua anak-anak Syekh Abdullah, Syekh Muhammad Shalih adalah yang tertua beliau dikenal sebagai Syekh Madina dan tersohor di Pariaman, dan juga Syekh Mustafa mengajar di Suraunya sendiri di daerah Payakumbuh, sedangkan Syekh Abbas Abdullah masih berada di perantauan.

Syekh Madina, Beliau Gadang, Beliau Ketek

Syekh Madina bernama Muhammad Shalih bin Abdullah, adalah anak laki-laki tertua dari Syekh Abdullah dari istri beliau di Padang Japang. Beliau Gadang bernama Mustafa bin Abdullah anak kedua dari Syekh Abdullah dan Beliau Ketek bernama Abbas bin Abdullah.

Sambil mengajar di suraunya masing-masing Syekh Muhammad Shalih dan Syekh Mustafa juga bergiliran menopang pembelajaran di Surau Gadang Syekh Abdullah, dan menunggu kembalinya Syekh Abbas Abdullah. Guru besar adalah Syekh Muhammad Shalih dan Syekh Mustafa. Sekembalinya Syekh Abbas Abdullah, beliau mulai terlibat dalam pengembangan kurikullum, pemurnian akidah dan pengembangan tren keilmuan islam.

Metode pembelajaran di Surau Gadang bukannya hanya metode halaqah, tetapi juga tarikat, suluk. Sekembalinya Syekh Abbas Abdullah metode ini mulai tersisih karena metode kelas diperkenalkan, pembelajaran tarikat yang berdasarkan senioritas dan kemahiran khusus (misal fiqih, falak, dsb) disempurnakan menjadi pembelajaran berdasarkan tahapan pembelajaran yang bisa dijangka kan waktu selesainya, dan kurikullum pembelajaran diperluas tidak hanya tertumpu kepada satu kekhususan, pembelajaran bahasa asing diperkenalkan, keilmuan dan kitab-kitab umum juga diperkenalkan.

Transformasi metode ini juga mendapatkan kendala, hingga keberangkatan Beliau Gadang dan Beliau Ketek ke Tanah Suci dan belajar kembali kepada Syekh Ahmad Khatib tentang Ushulluddin dan keterbukaannya terhadap modernitas, setelah kembalinya dua Beliau ini, Surau Gadang Syekh Abdullah semakin yakin dalam upaya pengembangannya.

Periode 1903-1930

Meninggalnya Syekh Madinah

Syekh Madinah sebagai tokoh ulama kharismatik, tarikat dan juga tersohor di pariaman. Meninggalnya beliau menjadikan Surau Gadang kehilangan tokohnya, dan juga memberikan tekanan yang kuat terhadap pengembangan Surau Gadang yang sedang bertransformasi karena kehilangan tokoh tarikat ulama tua yang menjadi penengah jika terjadi perselisihan dengan ulama tua.

Dengan meninggalnya Syekh Madinah, amanah Surau Gadang dialihkan kepada Beliau Gadang dan Beliau Ketek, upaya transformasi pendidikan modern terus dilakukan, dan juga semakin kuatnya pengaruh para haji kaum muda, menjadikan upaya pengembangan masih terus dapat digiatkan.

Para Haji Kaum Muda

Sumatera Thawalib adalah salah satu organisasi massa (ormas) awal di Indonesia, yang berbasis di Sumatera Barat. Sumatera Thawalib mewakili sekolah islam modern di Indonesia,[4][5] reformasi pemikiran dan pendidikan Islam yang menitikberatkan kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits, juga pendekatan pendidikan keilmuan modern, dan pemurnian akidah.

Pemurnian akidah ini diinspirasi oleh para Haji yang baru kembali dari Mekkah, jika sebelumnya upaya pengajaran ini bersifat masing-masing, pada masa ini upaya dakwah ini dilakukan secara terorganisir dan berjamaah, hal ini diinspirasikan oleh Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi kapada para murid-murid beliau Syekh Abbas Abdullah, Syekh Mustafa Abdullah, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy'ari, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, Syeikh Ibrahim Musa Parabek, Syeikh Djamil Jambek, dsb.[6] Pendekatan pendidikan modern tersinspirasi oleh Islamic Modernism yang di promosikan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al-Afghani.[7]

Majlis Islam Tinggi (MIT)

Para haji yang belajar dengan Syeikh Ahmad Khatib ini dikemudian hari dikenal dengan istilah Kaum Muda oleh Taufik Abdullah dalam tesis bukunya The Kaum Muda Movement in West Sumatera.[8] Yang menariknya diantara para haji ini mereka melakukan pertemuan dan diskusi keagamaan antar satu sama lainnya untuk membahas pengembangan dan permasalahan-permasalahan keagamaan yang terjadi di masyarakat, hasil-hasil pertemuan dan ijtima' mereka inilah yang kemudian kita saksikan sebagai pembaharuan dalam pendekatan keagamaan dan pendidikan di Sumatera Barat dan Indonesia. Pada kemudian hari pertemuan dan diskusi muzakaarah ulama muda ini dikukuhkan dengan nama MIT (Majlis Islam Tinggi), yang dikemudian hari pernah berperan mengeluarkan fatwa Jihad sewaktu ditubuhkannya Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittingi oleh Syafruddin Prawiranegara atas mandat Mentri Pertahanan/Perdana Menteri M Hatta yang ditawan di Yogyakarta bersama Presiden Soekarno. Dalam fatwa jihad ini dikeluarkan ijtima ulama mengenai perlawanan sipil, dan komando pasukan di lapangan di amanahkan kepada Imam Jihad Sumatera Tengah Syekh Abbas Abdullah.

Majlis Islam Tinggi ini menjadi inspirasi bagi Haji Abdul Malik Karim Amrullah untuk menubuhkan Majlis Ulama Indonesia, bagaimana beliau melihat proses muzakarah, diskusi keagamaan dan menjadi poros untuk pengembangan umat.

Sumatera Thawalib

Istilah Sumatera Thawalib secara bahasa berarti "Pelajar Sumatera", dan ditubuhkan pada tanggal 15 Januari 1919 hasil dari pertemuan para haji (kaum muda) di Padang Panjang. Tujuan dari organisasi ini adalah memberikan pemahaman yang mendalam tentang keilmuan islam kepada sesama perguruan islam. Organisasi ini memberikan kontribusi yang kuat terhadap perkembangan Islam di Sumatera Barat dan Indonesia pada awal abad ke-20.[9][10][11][12]

Pada 1913, Zainuddin Labai Al-Yunusi kembali ke Padang Panjang setelah berguru kepada Syekh Abbas Abdullah di Padang Japang, Payakumbuh. Syekh Abbas Abdullah dikenal sebagai ulama modern yang berwawasan luas, di Suraunya siswa di ajarkan ilmu geografi, falak, bahasa belanda, sejarah dunia, matematika dan ilmu umum lainnya, yang materi-materi pengajarannya didapatkan dari buku-buku yang diimpor nya dari Mesir selain kitab-kitab wajib ilmu agama. Selain metode kelas dan materi pengajaran, Syekh Abbas Abdullah juga memberi kesempatan belajar kepada anak-anak perempuan, yang menjadi murid-murid perempuannya adalah anak kemenakannya dan anak perempuan di area Surau Gadang Padang Japang.[13]

Zainuddin menjadi guru di Surau Jembatan Besi, dan kemudian pada tahun 1915 membuka sekolahnya sendiri yang bernama Diniyyah School, yang juga menggunakan sistem kelas dan mengajarkan pengetahuan umum yang terinspirasi oleh metode pendidikan yang dikembangkan gurunya Syekh Abbas Abdullah. Selain itu, Zainuddin Labay bersama adiknya Rahmah El-Yunusiah menginisiasi kelas belajar untuk siswa perempuan yang diberikan nama Diniyyah Putri. Pada saat itu hanya dua perguruan ini yang memberikan ruang pendidikan kepada anak perempuan, yakni Nahdatun Nisaiyah (alumni sekolah perempuan Darul Funun) dan Diniyyah Putri di Padang Panjang, dan juga mendirikan kepanduan/pramuka pada zaman itu yang diberi nama Al-Hilal Darulfunun, yang menjadi ciri dari kepanduan El-Hilal di kalangan Madrasah Sumatera Thawalib.

Sebagaimana Surau Jembatan Besi mengalami beberapa refromasi organiasi pelajar, adalah tahun 1918 ketika pada haji (kaum muda) bersepakat (ijtimak ulama) mengukuhkan nama Surau Sumatera Thawalib, hal ini diikuti oleh para haji (kaum muda) untuk mengubah nama menjadi Sumatera Thawalib. Beberapa standardisasi yang dilakukan masing-masing perguruan didiskusikan untuk diadopsi menjadi bentuk tajid modernitas pendidikan Islam, diantaranya adalah mengubah halaqah menjadi kelas, rekontruksi kurikulum dan metode pengajaran, dan penggunakan buku text dan pengenalan ilmu umum.[14]

Perubahan ini menjadikan nama-nama surau perguruan para haji (kaum muda) mengubah namanya menjadi Sumatera Thawalib, Surau Gadang Padang Japang yang dipelopori oleh Syekh Abbas dan Mustafa Abdullah menjadi Sumatera Thawalib Padang Japang, Surau Parabek yang dipelopori oleh Syekh Ibrahim Musa menjadi Sumatera Thawalib Parabek, dan ini diikuti oleh banyak surau lainnya yang notabene adalah murid-murid dari ulama kaum muda ataupun ulama-ulama yang bergabung dalam kemudian hari.[15]

Studi Banding ke Pusat Peradaban Dunia

Untuk mengukuhkan komitmen dan konsep sistem pendidikan yang ingin dikembangkan, Syekh Abbas Abdullah kembali merantau ke Tanah Suci, setelah melakukan ibadah haji, bertemu kawan dan guru, beliau juga menyempatkan duduk menjadi Mustami' (pendengar/visiting student/fellow) di Universitas Al-Azhar di Mesir, dari semua guru-gurunya ada satu gurunya yang disebut ketika beliau mengajar, adalah Syaikh Badwiy/Badawi, seorang ulama yang buta tetapi sangat mahir dalam memberikan pendapat.

Di Mesir beliau duduk cukup lama hingga beliau sempat bertemu dan berkawan dengan para tokoh muda reformasi pendidikan di sana, seperti Hasan Al-Banna. Mereka sempat bertemu kembali di tempat pengasingan dan juga bertemu seorang mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Al-Azhar, yakni Prof Mahmoed Joenoes. Selain di Mesir beliau juga menyempatkan studi banding ke beberapa negara muslim timur tengah, seperti Lebanon, Syiria, Palestina, Turki, Iran.

Di Turki sebagai pusat peradaban Islam yang maju, beliau melihat bagaimana Institusi Pendidikan sudah dikembangkan begitu jauh, yang juga menjadi kiblat dan pembelajaran bagi dunia barat. Salah satu yang terkenang oleh Syekh Abbas Abdullah, sehingga mengilhami beliau dikemudian hari menamakan perguruannya dengan nama Darul Funun, adalah Istanbul University,yang pada tahun 1846 masih bernama Darul Funun dan pada tahun 1933 menjadi Universitas Istanbul, yang merupakan transformasi Madrasah yang dibangun pada tahun 1453 oleh Sultan Mehmet II Al-Fatih setelah menaklukan Konstatinopel.[1][16][17]

Institusi Pendidikan di Pusat Peradaban Islam inilah yang kemudian mengilhami beliau tentang bagaimana agama dan sains harus dikembangkan dalam pengajaran, sistem kelas dan teknologi harus diperkenalkan, dan tahapan-tahapan pengembangan untuk menjadi target pengembangan kedepannya. Bagi ulama kaum muda, wawasan Syekh Abbas Abdullah ini sangat berharga dan menjadi pijakan pengembangan Darul Funun, Sumatera Thawalib, Majlis Islam Tinggi Islam dan masyarakat pendidikan secara umum kedepannya

Periode 1930-1957

Majalah Al-Imam

Majalah Al-Imam [18]

Menopang Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)

1948-1949 [19][20][21]

Sila Ketuhanan dan Peci Soekarno

Sila ketuhanan[22]

Peci Soekarno [23][24][25]

Stylist Proklamasi [26]

Meninggalnya Syekh Mustafa Abdullah


Periode 1957-1987

Madrasah Negeri Padang Japang

Sejarah MTsN dan MAN Padang Japang [27]

Periode 2018-sekarang

Mengukuhkan Gelar Buya

Pada bulan maret 2019 Darul Funun mengukuhkan sako gelar Buya kepada Buya Dr H Afifi Fauzi Abbas, MA dan Buya Drs H Adiaputra. Dengan adanya pengukuhan tokoh ini, maka dimulailah babak baru pengembangan Darul Funun yang lebih luas.

Tantangan Dakwah Kedepan

Setidak-tidaknya upaya pengembangan dan menyesuaikan pola dakwah kedepan menjadi perhatian yang dilakukan oleh Darul Funun, diantaranya:

Didalam Dakwah Islam dan Masyarakat Indonesia, Buya Dr H Afifi Fauzi Abbas mengemukakan tentang pentingnya menyesuaikan teknologi yang berkembang untuk menopang dakwah supaya tidak tertinggal, sehingga Islam dan keilmuannya tidak juga tertinggal.[28] Kemudian berkurangnya muzakarah dan juga mediumnya untuk memfasilitasi pertukaran pemikiran para ulama sehingga upaya tajdid (pembaharuan) tidak menjadi kontraproduktif.[29]

Alumni & Tokoh Darul Funun

  • Tuanku Nan Banyak Beliau Qadi Datuk Perpatih Nan Sabatang
  • Syekh Abdullah Datuk Jabok
  • Syekh Muhammad Shalih Tuanku Madinah
  • Syekh Mustafa Abdullah Beliau Gadang
  • Syekh Abbas Abdullah Beliau Ketek Datuk Karaing
  • Zainuddin Labay El-Yunusiah, pendiri Diniyah School
  • Kapten Azhari Abbas, Komandan Pejuang Fisabilillah PDRI
  • Kapten Thantawi Mustafa, Komandan Pejuang Fisabilillah PDRI, namanya di abadikan sebagai nama jalan dan stadium di Payakumbuh
  • Nasruddin Thaha, pendiri Islamic College Payakumbuh, Kepala Perwakilan Agama Payakumbuh, penulis Pedoman Perkawinan Islam: Nikah, Talak, Rudju.
  • Sulaiman Rasyid, Ketua Penyelidik Hukum Agama Lampung, penulis buku Fiqh Islam.
  • Buya Fauzi Abbas, Ketua Yayasan Darul Funun, tokoh masyarakat limapuluh kota, bersama M Natsir membangun wilayah Tanah Mati menjadi kawasan pembibitan coklat.
  • Buya Bermawi Mukmin, Guru Besar Darul Funun, tokoh masyarakat limapuluhkota
  • Adly Fauzi Datuk Karaing Nan Sati, mantan Camat Pangkalan Koto Baru, Tokoh Masyarakat Limapuluhkota dan Payakumbuh
  • Alis Marajo, Datuk Sori Marajo, Dokter, dan mantan Bupati Limapuluhkota
  • Fachrul Rasyid, Wartawan Senior Sumatera Barat.
  • Adi Bermasa, Wartawan Senior Sumatera Barat.
  • Buya Dr Afifi Fauzi Abbas, Ketua Yayasan Darul Funun, Assoc Prof dalam jurusan Fiqih & Syariah, Ketua Senat IAIN Bukittinggi, Ketua PDM Limapuluhkota.
  • Adiaputra, Kepala Madrasah Darul Funun El Abbasiyah.
  • Mazman Mazni Mustafa, Ahli Perkebunan di Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian dan Indonesia Coconut Board.
  • Buya H Ismed Abbas, Pembina Darulfunun, tokoh masyarakat.
  • Datuk Azizi Fauzi Abbas ST MTP, Pembina Yayasan, tokoh masyarakat.
  • Datuk Dr H Arman Husni Lc MA, Penasehat Yayasan, Ketua Senat IAIN Bukittinggi.

Kepengurusan

catatan: masih banyak lagi nama-nama yang belum tertulis karena keterbatasan referensi

Periode Bentuk Kepengurusan / Nadzir
1854-1903 Surau / Madrasah Tradisional [1][6] Syekh Abdullah Dt Jabok
1903-1912 Surau / Madrasah Tradisional [1] Syekh Muhammad Shalih [1]
1912-1950 Madrasah Modern [1][6] Syekh Mustafa Abdullah

Syekh Abbas Abdullah

1950-1957 Akta Wakaf (Pengelola) [1][30] Syekh Abbas Abdullah [1]
1957-1987 Akta Wakaf (Pengelola) [1][6][30] Tuan Haji Fauzi Abbas BA
1987-2018 Akta Yayasan [1][31][32] Buya Dr H Afifi Fauzi Abbas MA
2018-sekarang Akta Yayasan [31][32] Tan Abdullah A Afifi ST MT

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j Afifi, Abdullah A (2020). "Periode Perkembangan Darulfunun El-Abbasiyah 1854-2020". AL-IMAM. 1: 1–12. 
  2. ^ VII Koto Talago, Saksi Sejarah Romantisme Toleransi Para Ulama. Abdullah Arifianto, 2017
  3. ^ Membaca visi Syekh Abbas Abdullah dalam nama Darul Funun, Abdullah Arifianto, 2015.
  4. ^ Modernism (Islam in Indonesia), Wikipedia
  5. ^ Islam in Indonesia, Early Modern Period Wikipedia
  6. ^ a b c d Daya, Burhaduddin. (1990) Gerakan Penbaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib. Yogyakarta: Tiara Wacana.
  7. ^ Menchik, 2017. pp.4
  8. ^ The Kaum Muda Moverment in West Sumatera, Taufik Abdullah, Cornell Modern Indonesia Project, Cornell University, 1971
  9. ^ Daya, Burhaduddin. (1990) Gerakan Penbaharuan Pemikiran Islam Kasus Sumatera Thawalib. Yogyakarta: Tiara Wacana. pp.92.
  10. ^ https://kumparan.com/padang-kita/sumatera-thawalib-sekolah-islam-modern-pertama-di-indonesia
  11. ^ https://www.covesia.com/warnawarni/baca/36493/mengenal-sumatera-thawalib-sekolah-islam-modern-pertama-di-indonesia
  12. ^ https://padangkita.com/sumatera-thawalib-sekolah-islam-modern-pertama-di-indonesia/
  13. ^ Sejarah Darul Funun, Abdullah Arifianto, Afifi Fauzi Abbas, Darulfunun Institute: 2019
  14. ^ Naim, 1990. pp.4-18.
  15. ^ Sumatera Thawalib, Sekolah Modern Islam Pertama di Indonesia. JPNN. Retrieved November 29, 2017.
  16. ^ Rüegg, Walter: "European Universities and Similar Institutions in Existence between 1812 and the End of 1944: A Chronological List", in: Rüegg, Walter (ed.): A History of the University in Europe. Vol. 3: Universities in the Nineteenth and Early Twentieth Centuries (1800–1945), Cambridge University Press, 2004, ISBN 978-0-521-36107-1, p. 687
  17. ^ History of Istanbul University, Wikipedia
  18. ^ http://www.darulfunun.or.id/102/al-imam-susur-galur-majalah-islam-dari-paris-hingga-padang/
  19. ^ Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Wikipedia
  20. ^ Mengenang Syeikh Abbas Padang Japang, Ulama Besar Minang yang hampir Terlupakan, Mayonal Putra, Kompasiana:2012
  21. ^ http://www.darulfunun.or.id/32/menelusuri-jejak-dua-ulama-bersaudara-dari-padang-japang/
  22. ^ Sila Ketuhanan dari Ulama Padang Japang, Jose Hendra, Historia:2016
  23. ^ Pramoedya Ananta Toer, Koesalah Soebagyo Toer, Ediati Kamil, “Kronik Revolusi Indonesia” (Jilid I 1945), Kepustakaan Populer Gramedia bekerjasama dengan Yayasan dikarya IKAPI dan The Ford Foundation, Jakarta, 1999.
  24. ^ Majalah Gatra, 9 Juni 2001, “Peci Tinggi Panglima Jihad”
  25. ^ Kisah Soekarno Mengunjungi Padang Japang Kab. Limapuluh Kota Sumatera Barat[pranala nonaktif permanen], Reni Efensi, Travesia
  26. ^ http://www.darulfunun.or.id/406/syekh-abbas-abdullah-stylist-proklamasi/
  27. ^ http://www.darulfunun.or.id/1097/sejarah-man-padang-japang/
  28. ^ https://fdokumen.com/document/17090054-dakwah-islam-dan-masyarakat-indonesia-dr-afifi.html[pranala nonaktif permanen], Dr Afifi Fauzi Abbas, 1988
  29. ^ https://www.kompasiana.com/musriadi/551a21aa813311597e9de0cb/ada-banyak-persoalan-dalam-memahami-islam Dr Afifi Fauzi Abbas, Milad Satu Abad Muhammadiyah, Padang Panjang: 2012
  30. ^ a b Afifi, Abdullah A (2020). "Dokumentasi Akta Wakaf Darulfunun 1954". AL-IMAM. 
  31. ^ a b "Struktur Organisasi Yayasan Wakaf Darulfunun". Website Darulfunun. 
  32. ^ a b "Tentang Yayasan".