Marco Kartodikromo
Marco Kartodikromo (Mas Marco, Cepu, 1890–18 Maret 1935[1] atau 1935) adalah seorang wartawan yang juga seorang aktivis kebangkitan nasional asal Hindia-Belanda di masanya. Aktivitas gerakannya telah membuat dia ditangkap dan dipenjara beberapa kali. Pernah menjabat sebagai sekretaris Sarekat Islam Solo. Mas Marco juga pendiri organisasi wartawan Inlandsche Journalisten Bond pada tahun 1914, namun organisasi tersebut hanya bertahan setahun karena bubar setalah Kartodikromo dipenjara.
Berbeda dengan kebanyakan tokoh zaman itu yang berdarah priyi, bapaknya hanya seorang priyayi rendahan, yang sehari-hari mencari nafkah dengan bertani. Pada awal tahun 1905 Marco bekerja sebagai juru tulis Dinas Kehutanan. Tapi tak lama. Kemudian ia pindah ke Semarang dan menjadi juru tulis kantor Pemerintah. Di sana ia belajar bahasa Belanda dari seorang Belanda. Tahun 1911, setelah pandai berbahasa Belanda ia meninggalkan Semarang dan menuju Ban-dung. Di Bandung ia bergabung dengan pe-nerbitan Surat Kabar Medan Prijaji pimpinan Tirto Adhi Soeryo. Saat itu, Medan Prijaji sedang berada di puncak kegemilangan. Pada Tirto Adhi Soeryolah dia berguru. Yang dipelajari bukan hanya ilmu jurnalistik, tapi juga tentang organisasi modern. Pada tahun 1913, media pribumi dengan oplah besar itu bangkrut, diikuti dibuangnya Tirto Adhi Soeryo ke Maluku. Hal ini sempat membuat semangat Mas Marco mundur. Terlebih lagi tak lama kemudian mendengar gurunya itu meninggal dunia.[2]
Pada umur 24 tahun, Mas Marco pindah ke Surakarta dan mendirikan surat kabarnya sendiri, berjudul Doenia Bergerak. Marco Kartodikromo menjadi penulis dan redaktur surat kabar Doenia Bergerak, yang tidak segan-segan mengkritik tatanan kolonial secara terbuka. Karena tulisan-tulisan kritis dan surat pembaca yang dimuat di dalam surat kabar ini, Mas Marco pada awal tahun 1915 dituntut di pengadilan. Oleh penguasa Hindia Belanda, Marco dikenai tuduhan persdelicten. Mas Marco kemudian dipenjara di Semarang. Keluar dari penjara Semarang, Mas Marco bergabung dengan surat kabar Pantjaran Warta yang dipimpin R Goenawan, mantan redaktur Medan Prijaji. Setahun di Pantjaran Warta, Marco kembali dipenjara akibat menyebarkan selebaran yang menebar kebencian kepada pemerintah Hindia Belanda. == Catatan kaki ==
- ^ Soe Hok Gie, "Mas Marco Kartodikromo", Zaman Peralihan, Yayasan Bentang Budaya, 1995
- ^ "Mas Marco tokoh pergerakan yang wartawan", SejarahKita Blogspot, diakses Juli 2007
Agung Dwi Hartanto, 2009,"Mas Marco Kartodikromo, Karya-karya Lengkap", Yogyakarta: I:Boekoe.
Di akhir hidupnya, ia kembali ditahan pemerintah kolonial dan dibuang ke Boven Digoel pada 1927 dan meninggal di sana pada 1932.
Karena artikel-artikelnya ia dijebloskan ke penjara pada 1917-1919. Ia masuk PKI bersama Semaun, Darsono, Tan Malaka, Alimin dsb.
Sebagian besar karya sastranya lahir di dalam penjara, antara lain kalimat "Sama Rata dan Sama Rasa" yang sempat menjadi idiom populer, serta novel Student Hijo.
Karya
Karya-karya yang dikenal adalah:
- Mata Gelap, yang terdiri dari tiga jilid yang diterbitkan di Bandung pada 1914
- Student Hidjo diterbitkan tahun 1918
- Matahariah diterbitkan tahun 1919
- Rasa Mardika diterbitkan tahun 1918 kemudian dicetak ulang pada tahun 1931 di Surakarta.
- Sair Rempah-rempah terbit di Semarang pada 1918
- Sair Sama Rasa Sama Rata terbit di surat kabar Pantjaran Warta tahun 1917
- Babad Tanah Djawi yang dimuat di jurnal Hidoep, tahun 1924-1925.