Lompat ke isi

Entong Gendut

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 November 2022 02.00 oleh Arya-Bot (bicara | kontrib) (Referensi: clean up)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Entong Gendut atau Haji Entong Gendut adalah seorang pejuang Betawi dari daerah Condet, yang menentang pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1916.

Kisah perlawanan

[sunting | sunting sumber]

Entong Gendut memimpin segerombolan orang untuk menentang penguasaan tanah partikelir oleh orang Belanda. Dia dan orang-orangnya pada 5 Juli 1916 menyerang Villa Nova milik Tuan Tanah Lady Lollison yang dijaga banyak Centeng.

Menurut Jakarta Ensiklopedia, pada masa penjajahan Belanda rakyat Condet hidup dalam tekanan pihak Kompeni dan para tuan-tuan tanah yang bermarkas di Kampung Gedang. Seluruh tanah Condet, bahkan sampai di Tanjung Timur dan Tanjung Barat, dikuasai oleh tuan tanah.

Rakyat diwajibkan membayar pajak, yang ditagih oleh para mandor dan centeng tuan tanah. Pajak (blasting) sebesar 25 sen yang harus dibayarkan setiap minggu dinilai sangat berat oleh rakyat, karena harga beras masa itu hanya 4 sen per kilogram. Apabila ada penduduk belum membayar blasting, maka merek dihukum kerja paksa mencangkul sawah.

Menyaksikan semua penderitaan rakyat itulah, timbul kemarahan dalam diri Tong Gendut. Ia kumpulkan seluruh rakyat Condet dan mengibarkan panji perang melawan Kompeni. Pada 5 April 1916 berkabarlah perang di Landhuis, dikenal sebagai Villa Nova, yang ditempati Lady Lollison dan para centengnya.

Entong Gendut bersama 30 pemuda Condet menyerbu. Namun setelah datang bala bantuan dari Batavia pemberontakan tersebut dapat dipadamkan. Entong Gendut meninggal tertembus peluru Kompeni.

Kematian dan keturunan

[sunting | sunting sumber]

Mengenai kematian Entong Gendut terdapat berbagai versi: Pertama, Entong Gendut meninggal bukan di Kampung Gedong namun di Batuampar yang saat itu masih bagian dari Meester Cornelis (yang merupakan cikal bakal dari Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi saat ini), saat melewati sungai karena dikejar-kejar tentara kolonial Belanda. Kedua, jasad Entong Gendut diangkut oleh pihak kolonial Belanda, kemudian diceburkan ke laut.

Bahkan makamnya pun tak diketahui rimbanya, ada yang mengatakan di Kemang, Jakarta Selatan, namun ada juga yang mengatakan di Kampung Wadas, Bogor. Saat meninggal Entong Gendut meninggalkan tiga anak, yaitu Abdul Fikor, Aiyoso, dan Aisyah.

Referensi

[sunting | sunting sumber]