Kebudayaan Indis
Kebudayaan Indis adalah sebuah kebudayaan yang terbentuk melalui penggabungan budaya Belanda dan budaya Indonesia, khususnya budaya Jawa. Pembentukan kebudayaan Indis merupakan akibat dari penjajahan Belanda di wilayah Indonesia. Kebudayaan Indis mempengaruhi aspek sejarah, politik, ekonomi, dan sosial di Indonesia. Hasil kebudayaan Indis terlihat melalui pembangunan kereta api, perumahan, gaya arsitektur, dan penyediaan barang publik di sektor publik.[1]
Nama
Kata "Indis" pada "Kebudayaan Indis" berasal dari bahasa Belanda Nederlandsch Indië yang berarti Hindia Belanda, yaitu nama daerah jajahan Belanda di seberang lautan yang secara geografis meliputi jajahan di kepulauan yang disebut Nederlandsch Oost Indië. Wilayah ini biasa disamakan dengan satu wilayah jajahan lain yang disebut Nederlandsch West Indië yang meliputi wilayah Suriname dan Curascao. Namun, sebenarnya kedua wilayah tersebut berbeda. Oleh karena itu, namanya sedikit dibedakan.[2]
Penggunaan istilah kebudayaan Indis/gaya Indis merujuk pada kebudayaan dan gaya hidup masyarakat pendukungnya yang terbentuk semasa kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, khususnya di Jawa.[2]
Kesenian
Komedie stamboel
Komedie stamboel pertama kali muncul di Surabaya pada awal abad ke-20, pertunjukkan ini banyak dikaitkan dengan usaha dan jasa seorang Indo-Eropa, bernama August Mahieu. Berkat Mahieu, kostum para pemain panggung prosenium cenderung mengikuti pola Eropa.[3]
Kata “stamboel” berasal dari nama “Istamboel”. Nama ini digunakan untuk mematrikan kesan eksotik dunia Timur. Ceritanya pun semula mengadaptasi kisah-kisah Seribu Satu Malam, kemudian ceritanya diambil dari cerita-cerita Eropa. Akhirnya, pada 1920-an repertoar yang dipentaskan sudah lebih menggambarkan suasana kehidupan bumiputra.[4]
Pada mulanya, komedie stamboel diduga sebagai produk impor dari Turki. Namun, pertunjukkan ini ialah karya pribumi. Pakaian, lagu, dan segala perlengkapannya diurus oleh pribumi. Lagu-lagu dan iringannya adalah lagu-lagu Melayu yang sangat populer dan dikenal oleh masyarakat.[5]
Referensi
- ^ Mash'ud 2021, hlm. 24.
- ^ a b Soekiman 2014, hlm. 6.
- ^ Soekiman 2014, hlm. 69.
- ^ Soekiman 2014, hlm. 69–70.
- ^ Soekiman 2014, hlm. 71.
Daftar pustaka
- Mash'ud, Imam (2021). Kearifan Lokal Epigrafi Islam Masa Majapahit pada Nisan Makam Troloyo. Jakarta: LIPI Press. ISBN 978-602-496-203-6.
- Soekiman, Djoko (2014). Kebudayaan Indis: Dari Zaman Kompeni sampai Revolusi. Depok: Komunitas Bambu. ISBN 978-602-9402-46-9.