Turnip
Turnip | |
---|---|
Aksara Batak | ᯖᯒᯮ᯲ᯉᯇᯪ᯲ (Surat Batak Toba) |
Nama marga | Turnip |
Nama/ penulisan alternatif | Saragih Turnip (Batak Simalungun) |
Kekerabatan | |
Induk marga | Tamba Tua |
Persatuan marga | Parna (bersama seluruh marga keturunan Tuan Sorbadijulu) |
Asal | |
Etnis | Batak Toba |
Daerah asal | Simanindo |
Turnip (surat Batak: ᯖᯒᯮ᯲ᯉᯇᯪ᯲) merupakan salah satu marga Batak Toba yang berasal dari Simanindo, Samosir. Dalam masyarakat Simalungun, marga Turnip merupakan bagian dari marga Saragih.
Asal
Bagian ini perlu dirapikan |
Artikel atau bagian dari artikel ini menggunakan gaya bahasa naratif yang tidak sesuai dengan Wikipedia sehingga menurunkan kualitas artikel ini. Bantulah Wikipedia memperbaikinya. Setelah dirapikan, tolong hapus pesan ini. |
Leluhur marga Turnip adalah Tamba Tua, yaitu melalui Guru Sojouon. Bagian ini perlu diperiksa kembali, sebab mungkin nama itu adalah anak Datu Parngongo. Padahal, menurut penuturan, Turnip bukanlah keturunan dari Datu Parngongo. Meski pun, Datu Parngongo juga adalah keturunan Tamba Tua.
Beberapa marga keturunan Datu Parngongo, antara lain: Sidabutar, Sijabat, Siadari, dan Sidabalok.
Leluhur marga Turnip dikenal sebagai Ompu Raja Manise (Raja Turnip), yang awalnya mendiami daerah pesisir Pulau Samosir, tepatnya Simanindo. Ompu Raja Manise memiliki dua keturunan, yakni Ompu Raja Oloan yang mendiami Lumban Uruk dan Ompu Raja Banua yang mendiami Lumban Turnip. Dari Ompu Raja Oloan, lahirlah Guru Mangata Manuk. Sedangkan, dari Ompu Raja Banua, lahir lima anak laki-laki, yaitu: (1) Ompu Marhilap, (2) Ompu Mualni Huta, (3) Ompu Sotardugur, (4) Ompu Raja Mamatik, dan (5) Ompu Tagor.
Keturunan Ompu Marhilap dan Ompu Tagor mendiami Lumban Turnip, keturunan Ompu Mualni Huta mendiami Peajolo, keturunan Ompu Sotardugur mendiami Rautbosi, dan keturunan Ompu Raja Mamatik mendiami Huta Ginjang dan Lintong.
Ompu Sotardugur memperanakkan putra tunggal, yakni Saragi Tua. Kemudian, Saragi Tua memiliki 2 orang putra, yakni Ompu Tuan Joro Sondiraja dan Ompu Sileang Mangebas. Ompu Sileang Mangebas dikabarkan merantau ke daerah perbukitan di Pulau Samosir dan menetap di Huta Janji Maria Dolok.
Dari tempat-tempat inilah, marga Turnip (keturunan Guru Sojouon) merantau keluar dari Pulau Samosir. Sebagian besar ada yang menetap di kabupaten Simalungun, kabupaten Deli Serdang, kotamadya Medan, kabupaten Labuhan Batu, dan kabupaten Asahan.
Namun, W.M. Hutagalung menulis dalam bukunya "Pustaha Batak" edisi pertama tahun 1926, edisi/cetak ulang tahun 1991, silsilah yang berbeda dari yang disebutkan di atas. Dalam bukunya disebutkan bahwa Turnip memiliki satu anak, yakni Ompu Hatoguan. Ompu Hatoguan memiliki empat anak, yakni Raja Mangatamanuk, Ompu Bosar (pergi dan berdiam di Rautbosi), Ompu Mardumpang (pergi dan berdiam di Hutaginjang), dan Ompu Sobaloson.
Raja Mangatamanuk memiliki tiga anak, yakni Raja Manise, Raja Panjuljul (dijodohkan oleh Raja Mangatamanuk dengan puteri Raja Tongging dan kemudian berdiam disana), dan Sinabegu (yang diutus Raja Mangatamanuk "marguru hadatuon" ke Raya, kemudian kawin dan tinggal disana).
Raja Manise memiliki dua anak, Turnip Dolok dan Turnip Toruan. Turnip Dolok memiliki empat anak, yakni Ompu Bahalborngin, Ompu Saribu, Ompu Gontar, dan Ompu Sopuluan.
Ompu Bahalborngin memiliki empat anak, yakni Pangasaraja, Ompu Barangbeha (dijuluki "parjuji langgis", pergi ke Salbe kemudian tinggal dan kawin di sana), Panjojor (pergi menyusul abangnya, Barangbeha, ke Simalungun, tetapi abangnya Barangbeha menyuruhnya ke Tigaras, kemudian tinggal dan kawin di sana), dan Ompu Gokmahuta (pergi ke Janji Maria di daerah hulu Parbaba, kemudian tinggal dan kawin di sana).
Namun, baik silsilah yang didasarkan buku W.M. Hutagalung tersebut di atas, maupun didasarkan tulisan pada alinea-alinea yang sebelumnya, belum nyambung dengan Tarombo yang saya kumpulkan 3 tahun terahir dari Huta Peajolo & Hutaginjang, Desa Maduma, Simanindo. Hanya satu nama yang sama yakni Ompu Marhilap. Kalau O Marhilap dialinea kedua di atas adalah sama dengan O Marhilap yang dimaksud dalam Tarombo yang saya kumpulkan, maka O Marhilap beranak 4, ada satu diataranya yang tidak berketurunan laki-laki namun ada 2 perempuan: no 1 ke marga Sihaloho (Ompu Mangisi) dan no 2 ke marga Sirait (Ompu Maniar). Sementara anak O Marhilap yang 3 lainnya ialah O Painu, O Jahita, dan O Jabona. Sedang yang mendirikan "Harajaon Bius si Tolu Tali" Hutaginjang (sebagai ranting bius induk, Simanindo) bersama Sidauruk, Sitio dan Malau adalah abang O Marhilap, yakni O Sohajoloan yang turunannya "marsundut-sundut" ke bawah: Ompu Jumbe, Ompu Gontong, Amani Gontong, Gontong, dan anaknya, generasi sekarang diberi nama (kembali) si Togaturnip. Kalau kita amati dari dari 3 bersaudara: Ompu Sohajoloan, Ompu Marhilap, dan Ompu Mangurdok, yang ketiganya adalah anak Ompu Sibarloan dan kita hubungkan dengan Tarombo Sidauruk dan Sitio, yang kebetulan juga saya kumpulkan, maka dapat disimpulkan bahwa harajaon bius Hutaginjang (dibagian hulu Simanindo) sudah berdiri 7 generasi ("sundut") sampai sekarang. Kalau diasumsikan 1 generasi adalah 35 tahun, berarti sudah sejak 245 tahun yang lalu berdiri harajaon bius Hutaginjang, Simanindo, artinya berdiri kira-kira tahun 1766. Berarti pula, Harajaon Bius Simanindo yang menjadi Bius Induk (Asal/Sabungan), "Harajaon Sitolu Tali: Turnip, Sidauruk, Sitio paopat Boruna, Malau" telah berdiri di Simanindo jauh lebih awal, sebelum tahun 1776. Kurang-lebih 3 atau 4 generasi sebelum berdiri Bius Hutaginjang. Ditinjau dari segi generasi (berdasarkan tarombo yang saya catat), marga Sidauruk sekarang berada di generasi 10 hingga 12, Sitio kurang-lebih sama, Turnip yang lebih tua, mereka sekarang kurang-lebih di generasi 13 hingga 15. Sementara Malau, yang dikatakan orang tua lebih dulu berdiam di Huta Malau (kira-kira satu-setengah km dari Pusat Harajaon Bius, Hutabolon Simanindo) belum terlacak sudah berapa generasi berdiam di wilayah ex-ke-negerian Simanindo. Catatan, ex-ke-negerian Simanindo meliputi Simanindo, Malau, Sinuan, Sigurgur dan Rautbosi (kearah Pangururan) dan Sinapuran, Sangkal dan Sibatubatu (kearah Ambarita) serta Parmonangan/Sipinggan, Pangonjaran, Langge, Peajolo dan Hutaginjang menuju Pinagar dan Ronggurnihuta dengan titik nol dihitung dari Hutabolon Simanindo, tempat museum dan sigalegale yang sekarang. Orang-orang tua menyebut Ronggurnihuta adalah merupakan pusat (sentral) Pulau Samosir dan tempat tertinggi DPL (di atas permukaan laut)nya, kira-kira 1400 meter.