Lompat ke isi

Ruslan Tjakraningrat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 16 Januari 2023 14.39 oleh Jeromi Mikhael (bicara | kontrib) (Jeromi Mikhael memindahkan halaman Pengguna:Jeromi Mikhael/Ruslan Tjakraningrat ke Ruslan Tjakraningrat tanpa membuat pengalihan)
Ruslan Tjakraningrat
Gubernur Nusa Tenggara Barat
Masa jabatan
1 November 1958 – 28 September 1966
Sebelum
Pendahulu
jabatan baru
Sebelum
Bupati Bangkalan
Masa jabatan
1957–1958
GubernurR.T.A. Milono
Sebelum
Pendahulu
Sis Cakraningrat
Pengganti
Abdul Karim Brojokusumo
Sebelum
Bupati Sumenep
Masa jabatan
1956–1957
GubernurR.T.A. Milono
Sebelum
Pendahulu
Ruslan Wongsokusumo
Pengganti
Achjak Sosrosoegondo
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1913-12-17)17 Desember 1913
Sampang, Jawa Timur, Hindia Belanda
Meninggal23 Desember 1976(1976-12-23) (umur 63)
Orang tua
  • R. A. A. Tjakraningrat (ayah)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Raden Ario Muhammad Ruslan Tjakraningrat (17 Desember 1913 – 23 Desember 1976) merupakan seorang birokrat dan politikus dari Indonesia. Ia sempat memegang jabatan Sekretaris Umum Negara Madura pada masa Republik Indonesia Serikat. Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia, Ruslan meneruskan karier dalam birokrasi. Ia kemudian menjabat sebagai Bupati Sumenep dari tahun 1956 hingga 1957, Bupati Bangkalan dari tahun 1957 hingga 1958, dan Gubernur Nusa Tenggara Barat dari tahun 1958 hingga 1966.

Masa kecil dan pendidikan

Ruslan dilahirkan pada tanggal 17 Desember 1913[a] di Kabupaten Sampang.[1] Ayahnya, Raden Soerjowinoto, bergelar Tjakraningrat XII, dan menjabat sebagai Bupati Bangkalan dari tahun 1918 hingga 1948.[2] Ruslan menjalani pendidikan dasar di Hollandsch-Inlandsche School dan pendidikan menengah pertamanya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs Surabaya pada tahun 1932.[3] Ruslan kemudian pindah ke Batavia untuk melanjutkan pendidikannya di Algemeene Middelbare School Salemba bagian B (ilmu alam).[4] Setelah menamatkan pendidikannya di Algemeene Middelbare School, Roeslan meneruskan pendidikannya ke Middlebare Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (MOSVIA).[5] Ia lulus dari MOSVIA pada tahun 1936.[6]

Karier

Masa Hindia Belanda

Setelah menyelesaikan pendidikannya di MOSVIA, Ruslan memulai kariernya di lingkungan pemerintah daerah provinsi Jawa Timur. Ia memulai kariernya sebagai pegawai negeri yang diperbantukan pada kantor Bupati Lumajang. Setelah itu, ia dipindahkan ke kantor Wedana Klakah dan Wedana Poedjon dengan status yang sama.[1] Ruslan kemudian dimutasi ke kantor Karesidenan Malang untuk menjabat sebagai mantri kabupaten pada pertengahan tahun 1938.[7]

Satu tahun setelah menjabat sebagai mantri kabupaten, Ruslan dipindahkan ke Kabupaten Probolinggo untuk menjabat sebagai mantri polisi dengan tugas sebagai inspektur daerah. Ia kemudian memperoleh promosi jabatan dan diangkat sebagai asisten wedana di kabupaten tersebut pada tahun 1940.[1]

Masa pendudukan Jepang

Pada tahun 1942, tentara Jepang datang dan menguasai wilayah Hindia Belanda. Atas usulan tokoh Indonesia, Pembela Tanah Air dibentuk. Pemerintah Tentara Jepang kemudian meminta setiap daerah di Jawa untuk mengirimkan beberapa pemuda untuk mengikuti latihan tentara Pembela Tanah Air (PETA) selama tiga bulan di Bogor. Ruslan bersama dengan Mohammad Noer (nantinya menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur) dipanggil oleh ayahnya untuk mengikuti latihan tersebut sebagai perwakilan dari Kabupaten Bangkalan.[8] Setelah menjalani latihan tentara PETA, Ruslan ditempatkan sebagai Komandan Batalyon II Bangkalan dengan pangkat daidancho.[9]

Karier kepamongprajaan Ruslan terus berlanjut pada masa Jepang. Pada tanggal 29 Maret 1943, Ruslan dimutasi ke kewedanaan Baratdaya, Sumenep (sekarang Ambunten), untuk menjabat sebagai wedana.[1] Di tahun yang sama, Ruslan kembali mengalami pemindahan ke kewedanaan Ambunten, Sumenep.[10] Pada bulan Agustus 1945, beberapa saat setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah Jepang memindahkannya ke kantor keresidenan Madura.[11]

Negara Madura

Setelah kemerdekaan Indonesia, Belanda datang kembali dan berupaya untuk memperlemah kedudukan Indonesia secara politik maupun militer. Belanda melancarkan serangan terhadap Pulau Madura pada Juli 1946, namun gagal. Tentara Belanda kemudian berunding dengan pihak pemerintah daerah Madura. Pihak Madura kemudia mengirimkan delegasi dengan beranggotakan Ruslan Tjakraningrat dan tokoh-tokoh Madura lainnya. Pihak Belanda menawarkan bantuan pangan untuk rakyat Madura yang sedang mengalami kelaparan akibat blokade Belanda dengan ganti wilayah tersebut menjadi negara tersendiri, namun tuntutan tersebut ditolak oleh delegasi Madura.[12]

Belanda melancarkan serangan keduanya terhadap wilayah Madura pada pertengahan Februari 1947 dan berhasil menduduki Madura.[12] Ayah Ruslan, Tjakraningrat XII, yang merupakan Residen Madura yang ditunjuk oleh pihak Republik Indonesia, menolak meninggalkan Pulau Madura yang sudah diduki oleh Belanda karena alasan kesehatan. Tjakraningrat XII kemudian berbalik mendukung Belanda dengan dalih bahwa "pihak Republik tidak melaksanakan aturan-aturan demokrasi".[13] Negara Madura kemudian dibentuk melalui referendum pada tanggal 23 Januari 1948 dan Tjakraningrat XII dilantik sebagai Wali Negara (setingkat presiden) pada tanggal 20 Februari.[2] Ruslan, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Bangkalan, dicalonkan sebagai anggota Parlemen Madura dari daerah pemilihan Sampang dalam pemilihan yang dilaksanakan pada bulan April 1948.[14] Setelah tidak terpilih dalam pemilihan tersebut,[15] Ruslan diangkat oleh Tjakraningrat XII sebagai Sekretaris Umum Negara Madura.[2] Dalam kapasitasnya sebagai pejabat negara Madura, Ruslan menghadiri pelantikan Ratu Juliana dari Belanda sebagai delegasi dari Indonesia.[16]

Gubernur Nusa Tenggara Barat

Penetapan

Setelah Negara Madura bubar pada tahun 1950, Ruslan meneruskan kariernya sebagai birokrat. Ia diangkat menjadi Bupati Sumenep dari tahun 1956 hingga 1957 dan Bupati Bangkalan pada tahun 1957 hingga 1958.[2] Pada akhir masa jabatannya sebagai Bupati Bangkalan, pemerintah Indonesia melakukan pemekaran terhadap Provinsi Nusa Tenggara menjadi Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Provinsi Nusa Tenggara Barat dibentuk melalui ketetapan pemerintah tanggal 14 Agustus 1958 dan Menteri Dalam Negeri menunjuk Ruslan Tjakraningrat sebagai Pejabat Sementara Kepala Daerah Swatantra Tingkat I Nusa Tenggara Barat mulai tanggal 1 November 1958. Ruslan baru tiba di Mataram, ibukota Nusa Tenggara Barat, untuk mulai menjalankan tugasnya sebagai kepala daerah pada tanggal 14 Desember 1958.[17]

Penataan pemerintahan daerah

Meski pada saat itu Nusa Tenggara Barat sudah berstatus provinsi, urusan pemerintahan daerahnya masih dibagi dua antara kepala daerah dan gubernur koordinator Nusa Tenggara yang berkedudukan di Singaraja, Bali. Ruslan kemudian menunjuk dua pembantu kepala daerah untuk membantunya memerintah Nusa Tenggara Barat, yakni Mamiq Ripaah untuk Pulau Lombok dan M. Hasan untuk Pulau Sumbawa.[17]

Salah satu tindakan pertama yang dilaksanakan oleh Ruslan adalah membubarkan daerah otonom Lombok pada tanggal 17 Desember 1958. Pembubaran ini diikuti oleh hal serupa untuk daerah otonom Pulau Sumbawa pada tanggal 22 Januari 1959. Tanggal pembubaran daerah otonom Lombok kemudian ditetapkan sebagai hari lahir provinsi Nusa Tenggara Barat. Ruslan kemudian membagi Nusa Tenggara Barat menjadi sejumlah daerah swatantra tingkat II (kabupaten) yang dipimpin oleh Kepala Daerah Swatantra Tingkat II (bupati) dan menugaskan kepala daerah untuk membentuk lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) dan lembaga pembantu gubernur (Dewan Pemerintahan Daerah).[17]

Ruslan kemudian melaksanakan pembentukan dewan perwakilan rakyat daerah sebagai lembaga legislatif pada pertengahan tahun 1959. Susunan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Barat ditetapkan oleh Ruslan pada tanggal 6 Juli 1959 dan anggota dewan tersebut dilantik pada tanggal 4 November. Lima hari kemudian, dewan tersebut mencalonkan Ruslan Tjakraningrat sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat secara aklamasi kepada menteri dalam negeri. Pencalonan Ruslan disetujui oleh menteri dalam negeri Ruslan dilantik sebagai Gubernur Nusa Tenggara Barat yang pertama pada tanggal 9 Februari 1960.[17] Ruslan tercatat sebagai seorang anggota partai Nahdlatul Ulama pada saat ia dilantik sebagai gubernur.[18]

Penanganan kelaparan dan pengunduran diri

Selama menjabat sebagai pejabat sementara kepala daerah, Ruslan dihadapkan pada bencana kelaparan di Lombok bagian selatan dari tahun 1958 hingga 1959 yang diakibatkan oleh curah hujan yang kecil.[19] Bencana kelaparan tersebut mengakibatkan lebih dari 10.000 orang penduduk tujuh desa yang berbeda di Lombok bagian selatan tewas. Sebagai tindak lanjut, Ruslan menetapkan berbagai kebijakan dan program untuk mencegah terjadinya kelaparan dan kemiskinan lebih lanjut. Kendati demikian, proses pembuatan kebijakan pada masa ini belum bisa berjalan dengan lancar karena pemerintah daerah Nusa Tenggara Barat masih berfokus pada pembentukan perangkat pemerintah.[20][21]

Setelah dilantik menjadi gubernur, Tjakraningrat mulai menyusun rencana untuk menangani bencana kelaparan dan penyebaran penyakit menular di antara penduduk NTB. Di Lombok Selatan, Tjakraningrat memulai operasi penanggulangan khusus, namun gagal untuk mengatasi bencana kelaparan di wilayah tersebut.[22] Tjakraningrat menerapkan program serupa di tingkat provinsi, yakni gerakan swasembada beras, untuk mempercepat produksi pangan. Program lainnya yang diterapkan adalah program demonstrasi massal, yang mengenalkan teknologi pertanian seperti benih unggul dan mekanisasi bagi petani di NTB.[23]

Selain program, Tjakraningrat juga berupaya untuk mengembangkan pendidikan tinggi di NTB untuk menghasilkan tenaga ahli dalam bidang penanganan kelaparan. Ia memprakarsai pendirian Universitas Mataram, yang pada saat itu merupakan satu-satunya lembaga pendidikan tinggi di NTB. Di universitas tersebut, Ruslan membuka tiga fakultas yang dianggap bisa menghasilkan tenaga ahli untuk mengatasi kelaparan yang sedang berlangsung, yakni fakultas ekonomi, fakultas peternakan, dan fakultas pertanian.[24]

Langkah-langkah yang diambil Ruslan gagal untuk menyelesaikan permasalahan pangan di wilayah NTB. Penyakit menular, seperti cacar, tetap menyebar di tengah penduduk NTB. Laporan dari kantor berita Reuters menyatakan bahwa 10,000 penduduk NTB meninggal akibat bencana kelaparan pada awal tahun 1966 dan penduduk yang tersisa terpaksa mengonsumsi siput dan biji-bijian. Kelompok pemuda yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam mendesak pemerintah pusat untuk memecat Ruslan dari jabatannya karena gagal menangani bencana kelaparan. Pemerintah pusat kemudian memecat Ruslan dari jabatannya sebagai gubernur pada tanggal 28 September 1966 dan mengirim tim investigasi ke NTB untuk menyelidiki bencana kelaparan yang terjadi.[25][26]

Wafat

Ruslan wafat pada tanggal 23 Desember 1976.[27] Ia dimakamkan di Pemakaman Air Mata, tempat pemakaman raja-raja dan kaum ningrat dari Bangkalan.[28]

Kehidupan pribadi

Ruslan menikah dengan Hatimah Tjakraningrat dan memiliki tiga orang anak. Salah seorang cucu mereka, Hikmahanto Juwana, merupakan guru besar hukum internasional di Universitas Indonesia dan saat ini menjabat sebagai Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani.[29]

Catatan kaki

  1. ^ Situs resmi pemerintah Nusa Tenggara Barat menuliskan 17 Oktober 1913 sebagai tanggal lahirnya.

Referensi

  1. ^ a b c d Gunseikanbu (1944). Orang Indonesia jang Terkemoeka di Djawa. hlm. 106. 
  2. ^ a b c d Suhendra. "Negara Madura Pernah Ada". tirto.id. Diakses tanggal 2022-07-04. 
  3. ^ "De Mulo te Soerabaja". De Indische courant. 12 Mei 1932. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  4. ^ "Schoolexamens: Salemba-A.M.S." Bataviaasch nieuwsblad. 26 Mei 1934. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  5. ^ "Jubileum van Bangkalan's Regent". Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië. 7 Maret 1936. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  6. ^ "Eindexamen Mosvia". De locomotief. 10 Juni 1936. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  7. ^ "Bestuursmutaties". Soerabaijasch handelsblad. 14 Juli 1938. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  8. ^ Noer, Mohammad; Siahaan, Hotman (1997). Pamong mengabdi desa: biografi Mohammad Noer. Yayasan Keluarga Bhakti dan Surabaya Post. hlm. 33. 
  9. ^ Suryanegara, Ahmad Mansur (1996). Pemberontakan tentara Peta di Cileunca, Pangalengan, Bandung Selatan. Yayasan Wira Patria Mandiri. hlm. 118. 
  10. ^ "Oeroesan Pegawai Negeri: Pengumuman No. 2". Kan po (27). September 1943. hlm. 26. 
  11. ^ "Pengoemoeman Tentang Pengangkatan, Pemetjatan, dan Pemindahan Pegawai Negeri". Kan po (74). September 1945. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  12. ^ a b Wirayudha, Randy (2015-07-05). "Kombatan Republik Pukul Mundur Pendaratan Belanda di Madura". Okezone. Diakses tanggal 2022-07-05. 
  13. ^ Kahin, George McTurnan (2003). Nationalism and Revolution in Indonesia (dalam bahasa Inggris). SEAP Publications. hlm. 235–238. ISBN 978-0-87727-734-7. 
  14. ^ "De Verkiezingen in Madoera: Candidatenlijst Sampang". Nieuwe courant. 10 April 1948. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  15. ^ Bastiaans, W. Ch. J. (1950). Personalia Van Staatkundige Eenheden (Regering en Volksvertegenwoordiging) in Indonesie (per 1 Sept. 1949) (PDF). Jakarta. hlm. 63. 
  16. ^ "Deputatie naar Nederland". De nieuwsgier. 17 Agustus 1948. Diakses tanggal 5 Juli 2022. 
  17. ^ a b c d Suwondo, Bambang (1978). Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 189–196. 
  18. ^ Ridwan, Nur Khalik (2020). Ensiklopedia Khittah NU: Jilid 4. DIVA PRESS. ISBN 978-602-391-970-3. 
  19. ^ Qultummedia, Redaksi (2018-01-01). Ulama Pemimpin. QultumMedia. hlm. 98. ISBN 978-979-017-406-1. 
  20. ^ Amin (19 Desember 2019). "Di HUT ke 61, Sejarah Lahir Provinsi NTB Perlu Diketahui". Lensa Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Juli 2022. Diakses tanggal 7 Juli 2022. 
  21. ^ Nurlaela, Arum Sofina (2021). Peran Brigadir Jenderal Wasita Kusumah sebagai gubernur Nusa Tenggara Barat tahun 1968-1978. UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 2–3. 
  22. ^ Purnomo, Slamet Hadi (11 Juni 2011). "Asa Dari Bendungan Pandandure". Antara News. Diakses tanggal 16 Januari 2023. 
  23. ^ Mashur (2022). NTB Bumi Gora. Global Aksara Pers. hlm. 10–11. ISBN 978-623-5874-41-8. 
  24. ^ "Perjalanan Kepemimpinan Nusa Tenggara Barat". Dinas Koperasi dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat. 11 Mei 2017. Diakses tanggal 16 Januari 2023. 
  25. ^ Sali, Darsono Yusin (2018). Pergulatan HMI di Pulau Seribu Masjid: Sejarah dan Aksi. Uwais Inspirasi Indonesia. hlm. 79–80. ISBN 978-602-5891-46-5. 
  26. ^ "Indonesians said among Reds caught in Malaysia". The Leader Post. 5 Oktober 1966. Diakses tanggal 16 Januari 2023. 
  27. ^ "Perkembangan Islam, Kepemerintahan dan Kharisma Ulama di Madura". Lontar Madura. 12 Maret 2011. hlm. 7. Diakses tanggal 21 Januari 2022. ... dan RA. Moh. Roslan Tjakraningrat yang meninggal pada tanggal 23 Desember 1976. 
  28. ^ Hadad, Hamid Al (2022-02-16). Diplomat Jadi Ustad (dalam bahasa Inggris). Expose. ISBN 978-602-7829-65-7. 
  29. ^ Juwana, Hikmahanto (2001). Hukum Internasional dalam Konflik Kepentingan Ekonomi Negara Berkembang dan Negara Maju. UI Press. hlm. 31.