Amantubillah
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Maret 2016. |
Amantubillah merupakan nama istana dari Kerajaan Mempawah, mempunyai arti, “Aku beriman kepada Allah”.[1] Istana yang didominasi oleh wama hijau ini menempatkan tulisan “Mempawah Harus Maju, Malu dengan Adat" pada pintu gerbang istana.[1] Kompleks Istana Amantubillah berdiri kukuh di Desa Pulau Pedalaman, Kecamatan Mempawah Timur, kabupaten mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.[2]
Sejarah
Kesultanan Mempawah mulai dikenal pasca kedatangan rombongan Opu Daeng Menambun dari kerajaan Matan, Tanjung pura, ke Sebukit Rama, Mempawah Lokasi Istana Amantubillah yang sekarang, sekitar tahun 1737 M.[3] Eksistensinya kian diperhitungkan di kancah internasional setelah Opu Daeng Menambun dengan gelar pangeran Mas Surya Negara naik tahta menggantikan Sultan Senggauk pada tahun 1740 M.[3] Apalagi pada masa pemerintahannya, Habib Husein Alkadri, mantan hakim agama di kerajaan Matan, pindah ke kesultanan Mempawah. Maka, orang pun kemudian berbondong-bondong datang ke mempawah tidak hanyak untuk melakukan kontak dagang atau kontrak politik, tapi juga untuk mempelajari dan mendalami agama islam.[3]
Istana Amantubillah dibangun pada masa pemerintahan Gusti Jamiril bergelar Panembahan Adi wijaya Kesuma (1761-1787), sultan ke-3 kesultanan Mempawah.[3] Pada tahun 1880 M, istana Amantubillah mengalami kebakaran ketika diperintah oleh Gusti Ibrahim bergelar Panembahan Ibrahim Mohammad Syafiuddin (1864-1892), sultan ke-9 kesultanan mempawah.[3] Renovasi terhadap bangunan Istana Amantubillah kemudian dilakukan hingga Istana Amantubillah dapat berdiri kembali pada tanggal 2 November 1922 ketika diperintah oleh Gusti Muhammad Taufik Accamaddin (1902-1943), sultan ke-11 kesultanan mempawah.
Arsitektur
Kompleks Istana Amantubillah terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bangunan utama, bangunan sayap kanan, dan sayap kiri.[4] Pada zaman dahulu, bangunan utama merupakan tempat singgasana raja, permaisuri, dan tempat tinggal sanak keluarga raja.[4] Bangunan sayap kanan merupakan tempat mempersiapkan keperluan dan tempat untuk jamuan makan keluarga istana.[4] Sedangkan bangunan sayap kiri merupakan aula dan tempat untuk mengurus administrasi pemerintahan kerajaan.[4] Pada masa sekarang, bangunan utama berfungsi sebagai museum Kerajaan Mempawah.[4] Di tempat ini tersimpan berbagai peninggalan Kerajaan Mempawah, yaitu singgasana raja, foto-foto raja beserta keluarganya, keris, busana kebesaran, dan payung kerajaan, dan lain-lain.[4] Bangunan sayap kanan berfungsi sebagai pendopo istana, sedangkan bangunan sayap kiri sebagai tempat tinggal para kerabat Kerajaan Mempawah.[4]
Di kompleks istana, pengunjung dapat melihat kolam bekas pemandian sultan beserta keluarganya.[5] Akan tetapi, pada saat ini kolam pemandian tersebut tidak berfungsi lagi, karena pendangkalan dan tertutupnya saluran air yang menghubungkan kolam tersebut dengan anak sungai Mempawah.[5]
Daftar Raja
Silsilah Panembahan kesultanan mempawah, antara lain:[1]
Masa Suku Dayak Hindu
Patih Gumantar (± 1380)
Raja Kudung (± 1610)
Panembahan Senggaok (± 1680)
Masa Islam
Opu Daeng Alimu Malinu Menambon bergelar Pangeran Mas Surya Negara (1740–1761) dari Kerajaan Luwu dan Kerajaan Matan
Gusti Jamiril Ali bergelar Panembahan Adiwijaya Kesuma (1761–1787)
Syarif Kasim bergelar Panembahan Mempawah (1787–1808)
Syarif Hussein (1808–1820)
Gusti Jati bergelar Sri Paduka Muhammad Zainal Abidin (1820–1831)
Gusti Amir bergelar Panembahan Adinata Krama Umar Kamaruddin (1831–1839)
Gusti Mukmin bergelar Panembahan Mukmin Nata Jaya Kusuma (1839–1858),
Gusti Makhmud bergelar Panembahan Muda Makhmud Alauddin (1858) Pemangku Raja
Gusti Usman bergelar Panembahan Usman (1858–1872)
Gusti Ibrahim bergelar Panembahan Ibrahim Muhammad Syafiuddin (1872–1892)
Gusti Intan bergelar Ratu Permaisuri (1892–1902)
Gusti Muhammad Thaufiq Accamuddin (1902–1944)[11]
Pangeran Wira Negara (1943-1946)
Panembahan Muda Gusti Mustaaan (1946-1956),Pendukung berdirinya negara Republik Indonesia
Pemangku Adat, Gusti Mardan bergelar Pangeran Ratu Mulawangsa Mardan Adijaya Kesuma Ibrahim / Gusti Mardan (2002–sekarang),
Pemangku Adat ,Tengku Pangeran Abdullah Ali Chandrarupa Wibowo bergelar Raja Muda Arya Mamangkunegara / Pangeran Chandrarupa (2014-sekarang) keturunan Long Yunus dan Sultan Muhammad II Sultan Kelantan Malaysia
Pemangku Adat, Ratu Arini Mariam bergelar Ratu Kencana Wangsa (2002-sekarang)
Pemangku Adat ,PRA Herri Kusuma bergelar Prabu Anom (2013-sekarang)
Pemangku Adat , Gusti Dzulkarnaen bergelar Pangeran Pemangku Adat (2002-sekarang) Pemangku Adat
Referensi
- ^ a b Kerajaan Mempawah diakses 23 Maret 2015
- ^ Amantubillah Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. diakses 23 Maret 2015
- ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaKerajaanNusantaraa
- ^ a b c d e f g Istana Amantubillah Mempawah diakses 23 Maret 2015
- ^ a b Wisata Melayu Diarsipkan 2015-04-02 di Wayback Machine. diakses 23 Maret 2015