Lompat ke isi

Muhammad Nafis al-Banjari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Muhammad Nafis
NamaMuhammad Nafis
NisbahAl-Banjari

Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari (lahir di Martapura, Kesultanan Banjar, 1735 - meninggal di Kelua, 1812[1]) adalah salah seorang Ulama Banjar yang cukup dikenal sebagai tokoh sufi yang tegas dalam melawan segala bentuk penindasan.

Di samping dikenal sebagai ulama yang ahli di bidang fikih, juga ahli dalam bidang tasawuf. Ia telah menulis sebuah kitab yang berisi tentang ajaran-ajaran tasawuf dengan judul Ad-Durrun Nafis. Kitab ini banyak didiskusikan dan diperdebatkan, karena materi-materinya yang dianggap kontroversi oleh para ulama fiqih.[2]

Silsilah Mulia Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari Sampai Ke Rasulullah Dari Jalur Sayyidina Hasan bin Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah bin Sayyidina Abu Thalib Dari Sayyidah Fatimah Az-Zahra Putri Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam:

1. Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam

2. Fatimah Az-Zahra dan Ali Karramallahu Wajhah

3. Hasan As-Sibthi

4. Hasan Al-Mutsanna

5. Hasan Al-Mutsaltsats

6. Ali Al-Abid

7. Hasan

8. Abdullah Al-Maktuf

9. Hasan

10. Muhammad Az-Zawaid

11. Abdullah

12. Ja'far

13. Ismail

14. Ahmad

15. Zaid

16. Ahmad Al-Mubarak

17. Hasan An-Nisabah

18. Maharaja Pangeran Suryanata Raja Banjar Pertama

19. Pangeran Raden Suryawangsa

20. Maharaja Pangeran Carang Lalean

21. Maharaja Raden Sakar Sungsang

22. Raden Bangawan

23. Raden Mantri Alu

24. Pangeran Suriansyah Sultan Banjar Pertama

25. Sultan Rahmatullah

26. Sultan Hidayatullah

27. Sultan Mustain Billah

28. Sultan Inayatullah

29. Sultan Saidullah

30. Sultan Tahlillah

31. Pangeran Dipati

32. Pangeran Kesuma Negara

33. Pangeran Mas Ratu Anum Kasuma Yuda

34. Husain

35. Idris

36. Syekh Muhammad Nafis Al-Banjari Al-Hasani

Sumber الشجرة المباركة في أنساب الطالبية - الرازي، فخر الدين - مکتبة مدرسة الفقاهة

Riwayat

Nama lengkap dari ulama ini adalah Muhammad Nafis bin Idris bin Husein. Ia lahir sekitar tahun 1148 Hijriah atau bertepatan dengan tahun 1735 Masehi, di Martapura, sekarang ibu kota Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Ia berasal dari keluarga bangsawan Banjar yang garis silsilah dan keturunannya bersambung hingga Sultan Suriansyah (1527-1545 M). Sultan Suriansyah merupakan Raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam, yang dahulu bergelar Pangeran Samudera.

Sejak kecil, Syekh Muhammad Nafis memang sudah menunjukkan bakat dan kecerdasan yang tinggi dibanding dengan teman-teman sebayanya. Bakat dan kecerdasan yang dimilikinya ini membuat Sultan Banjar tertarik. Sehingga, pada akhirnya Muhammad Nafis pun dikirim ke Makkah untuk belajar dan mendalami ilmu-ilmu agama. Salah satu dari ilmu agama yang digelutinya, bahkan menjadikan ia populer adalah bidang tasawuf. Sebagaimana halnya ulama Jawi (Indonesia) abad ke-17 dan ke-18 yang belajar di Makkah, Syekh Muhammad Nafis juga belajar pada para ulama terkenal, baik yang menetap maupun yang sewaktu-waktu berziarah dan mengajar di Haramain (Makkah dan Madinah) dalam berbagai cabang ilmu keislaman, seperti tafsir, fikih, hadits, ushuluddin (teologi), dan tasawuf.

Di antara gurunya dalam bidang ilmu tasawuf di Makkah adalah Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi al-Azhari (1150-1227 H/1737-1812 M), ulama tasawuf yang kemudian menduduki jabatan Syekh al-Islam dan Syekh al-Azhar sejak 1207 H/1794 M. Dalam mempelajari tasawuf, Syekh Muhammad Nafis berhasil mencapai gelar 'Syekh al-Mursyid', gelar yang menunjukkan bahwa ia diperkenankan mengajar ilmu tasawuf dan tarekatnya kepada orang lain. Setelah itu, ia pulang ke kampung halamannya, Martapura, pada 1210 H/1795 M.

Karya tulis

Karena seringnya melakukan dakwah ke pedalaman, ia hanya sempat mengarang sedikit kitab. Sampai sekarang yang terlacak hanya dua buah kitab saja yaitu:

  • Kanzus Sa’adah, Yaitu kitab yang berisi tentang istilah-istilah ilmu tasawuf. Kitab ini belum pernah dicetak masih berupa manuskrip.
  • Ad-Durrun Nafis, Yaitu kitab yang berisi tentang pengesaan perbuatan, nama, sifat dan zat Tuhan.

Wafat

Muhammad Nafis hidup pada periode yang sama dengan Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari. Dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M. dan dimakamkan di Mahar Kuning, Desa Binturu, sekarang menjadi bagian desa dari Kecamatan Kelua, Kabupaten Tabalong. Dan sekarang makam tersebut menjadi salah satu objek wisata relijius di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Catatan kaki

  1. ^ Sebenarnya tidak ada keterangan tahun wafat yang pasti dari Muhammad Nafis Al-Banjari. Namun, berdasarkan riwayat hidupnya, Muhammad Nafis hidup pada periode yang sama dengan Syeikh Muhammad Arsyad Al-Banjari dan diperkirakan wafat sekitar tahun 1812 M
  2. ^ Tangklukan, abangan, dan tarekat: kebangkitan agama di Jawa oleh Ahmad Syafii Mufid

Referensi

Pranala luar