Lompat ke isi

Kecoak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kecoak
Rentang waktu: 145–0 jtyl
Kapur–sekarang
Kecoak-kecoak rumah
A) Kecoak jerman
B) Kecoak amerika
C) Kecoak australia
D&E) Kecoak oriental (♀ & ♂)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Superordo:
Ordo:
Famili

Anaplectidae
Blaberidae
Blattidae
Corydiidae
Cryptocercidae
Ectobiidae
Lamproblattidae
Nocticolidae
Tryonicidae

Kecoak, lipas, atau coro adalah salah satu ordo serangga (Blattodea) hemimetabola yang berasal dari kelas Insecta. Ordo ini terdiri dari 4000 spesies, 2 superfamili, dan 6 famili. Kecoak terdapat hampir di seluruh belahan bumi, kecuali di wilayah kutub. Kecoak memiliki hubungan dekat dengan belalang sentadu (Mantodea) dan rayap (Isoptera).[1]

Di antara spesies yang paling terkenal adalah kecoak amerika, Periplaneta americana, yang memiliki panjang 3 cm, kecoak jerman, Blattella germanica, dengan panjang ±1½ cm, dan kecoak asia, Blattella asahinai, juga dengan panjang sekitar 1½ cm. Kecoak sering dianggap sebagai hama dalam bangunan, walaupun hanya sedikit dari ribuan spesies kecoak yang termasuk dalam kategori ini. Kecoak yang makan deterjen akan giras

Taksonomi

Kecoak merupakan jenis serangga.[2] Kehadiran kecoak di Bumi sekitar 300 juta tahun silam.[3] Filum kecoak adalah Artropoda dan kelasnya insekta. Sementara ordo bagi kecoak dibeda-bedakan oleh para ahli serangga. Ada yang memasukkan kecoak ke dalam ordo Blattaria dengan famili Blattidae. Ada yang memasukkan kecoak ke dalam ordo Dycoptera dengan sub ordo Blattaria. Ada pula yang memasukkan kecoak yang memasukkan kecoak ke dalam orod Orthoptera dengan sub ordo Blattaria dan famili Blattida.[4] Pembagian famili kecoak sebanyak 6 famili.[5] Jumlah spesies kecoanya sekitar 3.500 spesies.[6]

Anatomi

Ukuran tubuh kecoak tergolong kecil sebagai hewan.[7] Bentuk tubuh kecoak umumnya oval dan rata. Kepalanya terletak sangat rendah sehingga hampir menyentuh tanah. Di bagian dada kecoak terdapat sabuk yang berfungsi untuk melindungi kepalanya. Ada spesies kecoak yang memiliki sayap dan ada pula yang tidak memiliki sayap.[8] Pada kecoak yang bersayap, di sayap belakangnya terdapat tarsi bersegmen lima dan lobus anal.[9] Kecoak memiliki ukuran yang bervariasi, dari 2 mm hingga 6 cm. Kecoak terbesar adalah Megaloblatta blaberoides yang berukuran 10 cm jika dihitung bersama tegmina.[1]

Kecoak memiliki kulit yang keras.[10] Tubuh kecoak berwarna cokelat.[11] Kecoak tidak memiliki hidung. Di seluruh tubuhnya terdapat ventilator yang berfungsi sebagai alat pernapasan.[12]

Karakteristik

Beberapa spesies kecoak merupakan hewan semiakuatik, walaupun umumnya kecoak adalah hewan terestrial. Dimorfisme seksual kadang terlihat di beberapa spesies kecoak.[1] Spesies kecoak yang nokturnal dengan diurnal memiliki perbedaan warna yang mencolok. Kecoak nokturnal umumnya terdepigmentasi, sementara kecoak diurnal berwarna cerah mencolok. Kecoak yang diurnal berwarna mencolok memiliki berbagai fungsi seperti menandakan bahwa spesies itu berbahaya karena memiliki senyawa pertahanan yang beracun ataupun untuk meniru serangga lain.[1]

Penglihatan kecoak tidak mampu membedakan beragam warna.[13] Sebagian besar spesies kecoak memiliki kemampuan terbang yang buruk walaupun memiliki sayap yang lebar. Sayap kecoak untuk beberapa taksa sudah hilang atau tereduksi. Sebagian spesies kecoak yang hidup di bawah tanah, liang, atau celah yang keadaannya cukup stabil maka sayapnya rentan hilang.[1]

Habitat

Hampir seluruh habitat di dunia dapat dihuni oleh kecoak.[14] Hanya di kawasan kutub tidak ditemukan kecoak.[15] Lingkungan yang disukai untuk ditinggali kecoak adalah yang lembap dan gelap.[16] Empat famili kecoka menyukai hidup di kawasan hutan dan gua. Masing-masing ialah Blaberidae, Blattellidae, Polyhagidae dan Cryptocercidae.[17] Populasi kecoak umumnya sebanding dengan tingkat kekotoran suatu tempat hidupnya. Semakin kotor suatu tempat, maka populasinya semakin banyak.[18] Habitat yang disukai kecoak adalah yang berventilasi buruk dan berantakan. Kecoak umum ditemui di daerah tropis dari 30 derajat lintang utara hingga 30 derajat lintang selatan. Kecoak biasa ditemui di dalam tumpukan daun ataupun gumpalan tanah.[1]

Kecoak juga dapat hidup di lingkungan yang sama dengan manusia. Habitat utamanya pada bangunan yang memiliki sisa makanan dan sampah, atau pada kamar mandi yang saluran airnya tersumbat. Lokasi-lokasi pada bangunan yang disukai oleh kecoak ialah dapur di rumah atau restoran, kamar mandi, toilet, dan tempat pembuangan limbah pupuk.[19]

Siklus hidup

Kecoak merupakan serangga yang mengalami metamorfosis tidak sempurna. Tahapan perkembangannya dimulai dari telur kemudian menjadi nimfa lalu imago.[20] Kecoak termasuk serangga yang bertelur dalam jumlah sangat banyak. Masa bertelurnya juga berlangsung sepanjang tahun.[21] Seekor kecoak betina mampu bertelur sebanyak 300 hingga 400 telur selama hidupnya.[22]

Adaptasi

Suhu lingkungan

Kecoak mudah beradaptasi dengan suhu dan kelembapan di tempat tinggal manusia.[23] Hanya sedikit spesies kecoak yang merupakan hama pada bangunan.[24] Di tempat tinggal manusia diketahui sebanyak 30 spesies kecoak yang dapat hidup sebagai hama. Spesies kecoak yang paling umum ditemukan hidup di lingkungan tempat tinggal manusia ialah Blattella germanica,[25] Periplaneta americana,[26] dan Blatta orientalis. Ketiga spesies ini sering ditemukan di permukiman.[27]

Pergerakan

Kecoa mampu bergerak dengan cepat meski pada permukaan yang tidak rata. Kemampuan ini dapat dimiliki kecoak karena kakinya yang panjang, miring dan bersudut rendah. Model kakinya juga memungkinkan kecoa mampu melewati yang lebih sempit daripada ukuran tubuhnya. Kemampuan kecoak dalam berlari mencapai 5,4 km per jam. Kecoak mampu bergerak di pohon, dinding atau langit-langit karena memiliki kuku bercakar.[28]

Rantai makanan

Kecoak termasuk jenis serangga omnivor.[29] Semua jenis makanan yang dimakan oleh manusia dapat pula dimakan oleh kecoak. Makanan utama kecoak adalah makanan yang mengandung gula, lemak, dan berkadar air tinggi. Kecoak juga dapat memakan bahan pangan hasil fermentasi. Kecoak paling sering memakan susu, keju, daging, kue, biji-bijian, dan coklat.[30] Kecoak juga memangsa lebah madu timur.[31] Makanan lain yang disukai kecoak ialah sarang burung walet.[32] Kecoak yang hidup di tanah umumnya memakan sisa-sisa tanaman, serasah yang membusuk. Salah satu tumbuhan yang akar mudanya dimakan oleh kecoak adalah kaktus.[33] Sementara itu, kecoak tidak menyukai tangkai daun lada kering.[34]

Kecoak memerlukan air dan makanan untuk hidup.[35]

Referensi

  1. ^ a b c d e f Encyclopedia of entomology. Capinera, John L. (edisi ke-2nd ed). Dordrecht: Springer. 2008. ISBN 978-1-4020-6359-6. OCLC 288440300. 
  2. ^ Ishak, Hasanuddin (2018). Pengendalian Vektor (PDF). Makassar: Masagena Press. hlm. 63. ISBN 978-602-0924-47-2. 
  3. ^ Nurhakim, S., dan Abdurohman, D. (Desember 2014). Fidyastria, S., dkk., ed. Dunia Burung dan Serangga: Mengenal Fakta Sains dan Keunikannya. Jakarta Timur: Penerbit Bestari. hlm. 117. ISBN 978-979-063-969-0. 
  4. ^ Wahyuni, D., Makomulamin, dan Sai, N. P. (2021). Entomologi dan Pengendalian Vektor. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 76. ISBN 978-602-453-541-4. 
  5. ^ Riyandi, H., dkk. (2014). Uji Preferensi Pakan Kecoak Jerman Blattella germanica L. (Dictyoptera: Blattellidae) Sebagai Dasar Pembuatan Umpan Beracun Untuk Pengendalian. Padang: Universitas Andalas. hlm. 3. 
  6. ^ Septianella, G., dan Elfidasari, D. (19 Januari 2013). "Perilaku Kecoa (Periplaneta americana Linnaeus) Saat Membalikkan Tubuh" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Biologi-IPA 2013: 57. ISBN 978-979-028-573-6. 
  7. ^ Mahasiswa PPGT-PGSD Universitas Sanata Dharma 2013/2014 (2013). Sumarah, Ignatia Esti, ed. Pentingnya Merawat Diri dan Lingkungan (PDF). Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. hlm. 36. ISBN 978-602-9187-71-7. 
  8. ^ Wijayanto, Wahyudi (April 2022). Mengenal Kehidupan Serangga. CV. Media Edukasi Creative. hlm. 31–32. ISBN 978-623-981-357-4. 
  9. ^ Arif, Astuti (Agustus 2020). Raya: Peran, Biolog,i Pencegahan dan Pengendaliannya. Makassar: Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. hlm. 73. ISBN 978-623-94156-3-1. 
  10. ^ Kurniawan, Rahmat (Maret 2016). Belajar Besyukur. Elex Media Komputindo. hlm. 79. ISBN 978-602-028-298-5. 
  11. ^ Onasis, A., dkk. (November 2022). Wijayantono dan Sahara, R. M., ed. Dasar-Dasar Entomologi Kesehatan. Padang: PT Global Eksekutif Teknologi. hlm. 98. ISBN 978-623-8051-24-3. 
  12. ^ Apandi, Nur Puspitasari. Fajta Unik Hewan di Sekitar Rumahmu. DIVA Press. hlm. 36. ISBN 978-602-391-278-0. 
  13. ^ Muhammad, Sahri (2014). Samuder Ilmu Sunnatullah Empirik dalam Perspektif Filsafat Ilmu, Etika Terapan dan Agama. Malang: UB Press. hlm. 141. 
  14. ^ Setford, Steve (2005). Raharjo, B., dan Eddy, M. H., ed. Intisari Ilmu Hewan Merayap. Diterjemahkan oleh Sari, Hindrina Perdhana. Jakarta: Erlangga. hlm. 55. ISBN 979-741-918-5. 
  15. ^ Faizah, Shafa (2018). Ensiklopedia Fauna Dunia. Diva Press. hlm. 75. ISBN 978-602-407-335-0. 
  16. ^ Fatma, F., dkk. (2021). Simarmata, Janner, ed. Sanitasi Makanan dan Minuman. Yayasan Kita Menulis. hlm. 24. ISBN 978-623-342-288-8. 
  17. ^ Hadi, U. K., dan Soviana, S. (Desember 2010). Sosromarsono, Soemartono, ed. Ektoparasit: Pengenalan, Identifikasi dan Pengendaliannya. Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 68. ISBN 978-979-493-301-5. 
  18. ^ Aji, Agung Sri Bandara (November 2020). A to Z Bisnis Pet Control. Alinea Media Pustaka. hlm. 24. ISBN 978-623-6923-01-6. 
  19. ^ Susilowati, R. P., dan Rumiati, F. (Desember 2021). "Efficacy of knockdown insecticide based on Permot (Passiflora foetidaL.) leaf extract against mortality of German cockroach (Blattella germanicaL.)". Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi. 9 (2): 226. ISSN 2302-1616. 
  20. ^ Siagian, Gunaria (November 2020). Taksonomi Hewan (PDF). Bandung: Penerbit Widina Bhakti Persada Bandung. hlm. 57. ISBN 978-623-6608-59-3. 
  21. ^ Im, S. Y., dan Kim, E. R. (2022). Buku Pengetahuan Paling Jorok Sedunia Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Bhuana Ilmu Populer. hlm. 12. ISBN 978-623-04-0790-1. 
  22. ^ Surono, I. S., Sudibyo, A., dan Waspodo, P. (Mei 2018). Pengantar Keamanan Pangan untuk Industri Pangan. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 74. ISBN 978-602-475-281-1. 
  23. ^ Wirayati, M. A., Ayu, E. S., dan Riyadi, A. (2013). Pedoman Teknis Perventif Konservasi: Pengendalian Serangga dan Jenis Biota Lainnya (PDF). Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. hlm. 17. ISBN 978-979-008-631-9. 
  24. ^ Djoewari, S. (2019). Supriyono, Didik, ed. Mengenal Serangga di Sekitar Kita. ALPRIN. hlm. 13. 
  25. ^ Susilowati, R. P., dan Sari, M. P. (2018). "Uji Bioinsektisida Ekstrak Daun Permot (Passiflora foetida) Terhadap Kecoa Jerman (Blatella germanica)" (PDF). Seminar Nasional Biologi dan Pendidikan Biologi UKSW 2018: 6. 
  26. ^ Priwahyuni, R., Wardianti, Y., dan Sepriyaningsih (2020). "Pengaruh Biji Kecubung (Datura Metel) Sebagai Bioinsektisida terhadap Mortalitas Kecoa Amerika (Periplaneta Americana)". Bioedusains: Jurnal Pendidikan Biologi dan Sains. 3 (1): 25. doi:10.31539/bioedusains.v3i1.1180. 
  27. ^ Ekarini dan Btari, C. I. (2018). "Profil Morfometri Kecoa Periplaneta americana dan Blatta orientalis di Daerah Cawang tahun 2017" (PDF). Bunga Rampai Saintifika FK UKI. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (6). 
  28. ^ Yea, Rim Dang (November 2020). Fosil Hidup. Elex Media Komputindo. hlm. 26. ISBN 978-623-001-174-0. 
  29. ^ Purnamasari, R., dan Santi, D. R. (Desember 2017). Pribadi, Eko Teguh, ed. Fisiologi Hewan. Surabaya: Program Studi Arsitektur UIN Sunan Ampel. hlm. 29. ISBN 978-602-50337-2-8. 
  30. ^ Atun, dkk. (5 Maret 2020). "Kajian etnozoologi kecoa batu (Nauphoeta cinerea) dalam upaya konservasi hewan berkelanjutan". Prosiding Seminar Nasional V 2019: Peran Pendidikan dalam Konservasi dan Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan. Universitas Muhammadiyah Malang: 49. ISBN 978-602-5699-83-2. 
  31. ^ Widowati, Retno. "Studi Usaha Ternak Lebah Madu Indigenous Indonesia Apic Cerana Secara Tradisional di Bali" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Prodi Biologi F. MIPA UNHI: 67. ISBN 978-602-9138-68-9. 
  32. ^ Nugrho, H. K., dan Sukma, E. S. Sarana Budi Daya Walet. Niaga Swadaya. hlm. 43. ISBN 9789-790-023-00-0. 
  33. ^ Muliana GH (April 2022). Dwiyanti, Haniyah, ed. Tentang Kaktus. Sukabumi: CV. Jejak. hlm. 95. ISBN 978-623-338-701-9. 
  34. ^ Larasati, Riana (2010). 400 Solusi Rumah Mungil. Yogyakarta: Pustaka Grhatama. hlm. 123. ISBN 978-602-8687-02-7. 
  35. ^ Hulu, V. T., dkk. (September 2020). Rikki, Alex, ed. Kesehatan Lingkungan. Yayasan Kita Menulis. hlm. 85. ISBN 978-623-94636-4-9. 

Pranala luar