Warisa, Talawaan, Minahasa Utara
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Warisa | |||||
---|---|---|---|---|---|
Negara | Indonesia | ||||
Provinsi | Sulawesi Utara | ||||
Kabupaten | Minahasa Utara | ||||
Kecamatan | Talawaan | ||||
Kode pos | 95373 | ||||
Kode Kemendagri | 71.06.09.2006 | ||||
|
Warisa merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia.
Sejarah desa
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1840-an desa Warisa berdiri di daerah antara desa Warisa dan Warisa Kampung Baru. Pada awalnya nenek moyang penduduknya berasal dari Airmadidi, Minawerot, Talawaan, Kolongan, Mapanget, Laikit juga paniki, juga ada penduduk diaspora berasal dari Remboken sekitar tahun 1890an. Awalnya mereka berburu, berkebun, mengusahakan minuman dari pohon aren (seho,akel), minuman yang di konsumsi oleh masyarakat Minahasa pada umumnya yang disebut tuak (lepen atau saguer).
Pada awal terbentuknya desa Warisa yang berlokasi di Cilacap (antara Warisa dan Warisa Kampung Baru) masayaraktnya terkenak dampak sakit menular (wabah) sehingga masyarakatnya hidup berpindah-pindah. Sehingga oleh para nenek moyang penduduk desa Warisa memanggil Koledaka (panglima perang) berasal dari Airmadidi untuk mengatur desa Warisa yang ditempati sekarang yang bernama Jan Dumanauw untuk menjadi tonaas (pimpinan spiritual) supaya wabah yang dihadapi berlalu. Dengan sekitar 12 orang tetua desa Warisa dapat menghadapi wabah dan wabahpun berlalu. Sehingga penduduk Warisa boleh tetap tinggal ditempat desa Warisa sekarang ini. Sehingga desa Warisa menjadi desa yang devinitif pada tanggal 03 Agustus 1903 dengan kepala desa (hukum tua pertama) Jan Dumanauw.[butuh rujukan]
Sedangkan mengenai pemberian nama Warisa berasal dari udang (sapun dalam bahasa Tonsea) saat musim panas terjadi kekeringan dan penduduk menemukan banyak udang mati yang sudah memerah di sungai. Udang dalam bahasa tonsea disebut sepawarisan, jadi nama Wanua Warisa berasal dari bahasa Tonsea. Versi lainnya konon bahwa di tengah desa Warisa terdapat sebuah pohon lombok (Warisa.bah. Tonsea) pohon lombok yang sangat besar ini menjadi tempat untuk memungut buah lombok untuk dipergunakan sebagai bumbu masakan. Dulunya desa Warisa ini memiliki luas wilayah yang sangat besar, sehingga terdapat beberapa pemukiman di dalamnya, yaitu anak desa warisa mulai dari Lantung, Langsa, Miaya, Ponto, Warisa Kampung Baru, Warisa Teep, Warisa Patokaan, namun seiring perkembangannya, anak desa warisa tersebut dimekarkan menjadi desa yang definitif.
Nama-nama hukum tua desa Warisa[butuh rujukan]:
- Yan Dumanauw
- Hendrik Pangau
- Hendrik Tirayoh
- Arnold Andilan
- Paulus Manangka
- Kristian Goni
- Johanes Mondoringin
- Andras D. Tirayoh
- Jost Kalesaran
- Lifenus Sundalangi
- Jakobus Watugigir
- Christian Manangka
- Gustaf Kumaunang
- Kamagi Timpal
- Pontoh Maramis
- Efradus Kairupan
- Wulur Manangka
- Hendrik Sundalangi
- Musa Hayoran
- Piet Dumanauw
- Frans Kairupan
- Musa Hayoran
- Johan Sigarlaki
- Beatrix Tirayoh
- Welmentji Mawikere
- Piet Hein Kumaunang
- Revli Manurip
- Neman Dondok
- Liwun Timpal
- Ruben Langi
- Liwun Timpal, S.Pd.K, M.MPd
- Eifel Yafet Dumanauw
- Roringpandey Indi, SE
- Hermina Magrita Sigarlaki, S.Pd.MMPd
Penulis: Rudy Wantania, S.Pd.K
Sumber: Beatrix Tirayoh(Kuntua) Beatrix Watugigir, Nonde Tirayoh, Kundrat Watugigir, Welmentji Pangau, Ruth(Pait) Kairupan, Dongin Kumaunang.