Pura Beji Sangsit
Pura Béji Sangsit | |
---|---|
Informasi umum | |
Jenis | Pura |
Gaya arsitektur | Bali |
Lokasi | Sangsit, Buleleng, Bali |
Alamat | Jalan Raya Sangsit, Sangsit, Sawan, Buleleng, Bali 81171 |
Koordinat | 8°05′01″S 115°08′03″E / 8.083646°S 115.134199°E |
Perkiraan rampung | Abad ka-15 |
Desain dan konstruksi | |
Arsitek | Truna Pesarén |
Pura Beji Sangsit merupakan sebuah pura di Desa Sangsit, Kecamatan Sawan, Buleleng dengan jarak sekitar 8 km dari kota Singaraja ke arah timur yang merupakan salah satu warisan peninggalan leluhur yang kini masih terjaga keasriannya.[1] Pura Beji meruakan salah satu pura Bali utara yang terkenal yang diperuntukkan bagi Dewi Sri, yang merupakan dewi pertanian dan beras bagi masyarakat Jawa dan Bali. Di pura ini dapat dilihat perbedaan antara arsitektur pura di Bali bagian utara dan selatan.[2]
Pura Beji menjadi satu daya tarik wisata.[3] Konon, kunjungan wisatawan yang tak pernah sepi ini karena wisatawan tertarik mengetahui bahwa di pura tersebut terdapat dua buah patung orang asing yang dikenali sebagai warga negara Belanda.[4] Satu patung warga Belanda memegang gitar dan satu lagi memegang rebab. Dua patung ini terletak di kori agung menuju ke jeroan pura.[5]
Geografis
[sunting | sunting sumber]Pura Beji sesuai dengan namanya terletak di Dusun/Banjar Beji, Desa Pakraman Sangsit Dauh Yeh, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng.[6] Dusun/Banjar Beji adalah salah satu dari 8 Dusun dan 7 Banjar adat yang ada di desa Pakraman Sangsit Dauh Yeh, yang menempati areal yang berbatasan dengan:
- Sebelah selatan adalah jalan raya Sangsit (jalan propinsi)
- Sebelah timur adalah Tukad Gelung (tukad Sangsit)
- Sebelah Barat adalah Banjar Tegal
- Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun Pabean Sangsit
Di kawasan ini juga terdapat Pura Dalem Klod, yang orang menyebutnya sebagai Pura Dalem Purwa karena kekunoannya, juga ada Pura Segara yang terletak di Pantai Sangsit (wilayah Pabean Sangsit), Pura Pasupati Wong Aya yang sebelumnya disebut dengan Pura Kauh dan Pura Limascatu yang merupakan Pura Subak Beji di tengah sawah serta Pura Setra Klod.
Arsitektur
[sunting | sunting sumber]Pura Beji memiliki keindahan arsitektur bangunan pura yang menakjubkan, tipe bangunan simetris dari candi membuat pura ini tampak indah.[7]
Seperti halnya pura-pura lainnya di Bali, bangunan pura beji ini memiliki 3 bagian yang berbeda yakni bagian luar disebut ‘Nisata Mandala’ bagian tengah disebut ‘Madya Mandala’ dan pada bagian paling dalam disebut ‘Utama Mandala’ atau yang sering disebut juga dengan jeroan.
Di bagian Nista Mandala terdapat bangunan tinggi yang disebut dengan ‘Bale Kulkul’. Bale kulkul ini adalah sebuah bangunan tinggi yang diatasnya terdapat sebuah kentungan besar yang fungsinya untuk mengumpulkan para penduduk sekitar. Di antara bagian pura Nisata Mandala dan Madya Mandala terdapat bangunan candi yang amat megah dengan ukiran-ukiran dengan seni artistik yang tinggi.[8] Masuk ke bagian Madya Mandala, terdapat beberapa bangunan yang mirip seperti aula yakni pada bagian selatan terdapat ‘Bale Sekaulu’ dan ‘Bale Sekapat’ dan pada bagian utara terdapat ‘Bale Roras’ dan ‘Bale Paebatan’.
Beranjak ke bagian utama dari Pura Beji yakni Utama Mandala, Pada bagian ini banyak ditemukan bangunan-bangunan suci dan disinilah umat Hindu melakukan persembahyangan. Selain daripada itu, disetiap tembok yang ada di pura beji ini terdapat relief berupa bunga atau tumbuhan yang terukir indah menghiasi sekeliling pura. Di setiap ukiran-ukiran itu memiliki keunikan dan arti tersendiri. Kawasan di Pura Beji ini juga cukup sejuk karena terdapat pohon-pohon rindang di sekelilingnya.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Tidak ada bukti tertulis yang memuat sejarah Pura Beji.[9] Minimnya data berupa sumber-sumber tertulis seperti prasasti, lontar, maupun babad yang berkaitan dengan Pura Beji, menyebabkan agak sulit untuk mengungkapkan sejarahnya. Kondisi ini membuat tokoh masyarakat di Sangsit menyusun buku yang menceritakan sejarah pura. Buku ini ditulis dengan narasumber dari pengelingsir yang mengetahui sejarah Pura Beji. Selain itu, secara tata letak dan arsitektur pura juga sempat diteliti oleh salah satu tokoh masyarakat desa setempat. Namun demikian, dari sumber lisan dapat diperoleh sedikit keterangan untuk melacak keberadaan pura Beji. Keberadaan pura Beji (Abad XV) dulunya merupakan Pura Desa oleh Truna Pesaren sebagai pengempu/pengempon. Sebelum bernama Desa Sangsit, pada mulanya bernama desa Beji. Disamping desa-desa lainnya yang telah ada seperti desa Suralepang dan desa Lebah yang merupakan kekuasaan desa Menyali (pahit hati) pada masa pemerintahan Pasek Sakti Batu Lepang.[10]
Tetapi setelah ditelusuri sesuai dengan nama dan keadaannya, maka “Beji” sama artinya dengan “permandian” atau sumur yang merupakan sumber kesuburan. Kenyataan di areal sebelah timur Pura Beji sendiri terdapat bekas sumber mata air yang dahulu pernah berfungsi sebagai kolam. Rupanya para petani yang sangat memerlukan air untuk pengairan persawahan sangat memuliakan sumber mata air, yang kemudian mengatur pengairan melalui subak. Subak merupakan organisasi pengairan yang sudah dikenal sejak zaman pemerintahan marakata pada tahun 1074 Masehi atau abad ke-11.
Untuk itu didirikan Pura Subak Beji. Sebutan Pura Subak Beji inilah yang dikenal oleh masyarakat luas sampai sekarang. Pencerminan lambang kesuburannya dapat dilihat pada salah satu bangunan pada Pura Beji, yakni di Gedong Simpen di atas atap terdapat patung wanita Dewi Sri, yang dikenal sebagai lambang kesuburan. Dengan demikian Pura Beji yang dikenal sekarang ini, tidak lain adalah merupakan perkembangan lebih lanjut dari Pura Subak (Pura Ulun Suwi/Pura Bedugul) yang ada di Desa Sangsit, dan telah beberapa kali mengalami perbaikan sejak dibangunnya yang diperkirakan pada abad XV.
Pura Subak Beji ini sangat besar makna dan manfaatnya bagi masyarakat Desa Sangsit, khususnya masyarakat petani sebagai temapat suci, yaitu para petani (pengamong/pesungsung Pura Subak) memohon keselamatan dan kesejahteraan terhadap Ida Sang Hyang Widhi melalui manifestasinya yang bersemayam di Pura Subak Beji, yakni Dewa Braban, Dewa Ayu Manik Galih dan Dewi Sri. Di samping pelinggih untuk para dewa yang telah tersebut di atas, masih ada beberapa pelinggih sebagai tempat pengayatan di antaranya untuk memuja Ida Betara di Pura Desa Pengastulan, yang menurut kepercayaan dimaksudkan untuk memohon keselamatan terutama air suci (tirta) untuk memberantas hama tanaman. Begitu pula pemujaan terhadap Ida Betara di Pura Manasa Sinabun, karena masyarakat Desa Sangsit (terutama para pengamong Pura Subak Beji) masih merasa memiliki hubungan batin terhadap Pura Desa Manasa di Sinabun. Dahulu Desa Sangsit pernah merupakan bagian-bagian dari Desa di Sinabun.
Bila melihat tatanan Pelemahan dan usia ukiran Pura Beji maka keyakinan sebagai masyarakat Desa Sangsit akan Pura Beji mendekati kebenaran namun karena kurangnya informasi serta data yang mendukung tentang keberadaan Pura Beji maka sampai saat ini tidak ada masyarakat yang berani mengungkapkan dan mengatakan masalah ini kepermukaan. Di samping itu adanya rumor bahwa Pura Beji diperuntukkan kepada mereka yang punya sawah semakin menyiutkan nyali sebagai masyarakat yang kebetulan tidak punya sawah pertanian untuk bersembahyang atau mengaturkan bakti ke Pura yang merupakan Pura termegah di Desa Sangsit.
Karena keterbatasan data, maka jejak-jejak yang dapat dipakai untuk menapak tilas status Pura Beji ini, secara nyata dapat di lacak diantaranya dari tata letak pelemahan Pura terhadap wilayah Desa Sangsit (letak geografis), tatanan Arsitektur Pura yang terdiri Tri Mandala lengkap dengan ciri khas arsitektur Bali Utara yang sempurna, tata upacara piodalan yang beragam dan tradisi yang dilaksanakan serta informasi dari nara sumber yang dipercaya.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng (29 Mei 2017). "Pura Beji & Keunikannya". Disbud.bulelengkab.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-22. Diakses tanggal 22 Agustus 2017.
- ^ "Keindahan Pura Beji Sangsit Bali Yang Menawan". Wisata Bali Utara. Desember 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-22. Diakses tanggal 12 Desember 2015.
- ^ "Wonderfull Architecture at Pura Beji Sangsit, Bali". Bali Travelo. 3 November 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-22. Diakses tanggal 12 Desember 2015.
- ^ Estitasari, Aprilia (27 Agustus 2010). "Pura Beji Buleleng Bukti Perpaduan Budaya Bali Dan Belanda". Sriwijaya TV. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-22. Diakses tanggal 3 Maret 2013.
- ^ "Arsitektur Unik di Pura Beji Sangsit Buleleng". Sejarahbali.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-12. Diakses tanggal 3 Maret 2013.
- ^ Legenda dan Sejarah Diarsipkan 2017-08-22 di Wayback Machine. Desa Sangsit, Buleleng
- ^ Shella Dwiastu Hasnawati (2011). "Kajian Arsitektur dan Pengaruh Akulturasi di Pura Beji" (PDF). Skripsi Program Studi Arkeologi. Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
- ^ "Keindahan Ukiran Buleleng di Pura Beji Hingga Mampu Mencuri Perhatian Turis Eropa". Koran Buleleng. 18 Maret 2016. Diakses tanggal 22 Agustus 2017.
- ^ Sangsit dalam Sejarah disusun oleh Ir Kt Darmaya
- ^ I Gede Yogi Adi Prawira (2013). "Pura Beji sebagai Cagar Budaya Dalam Perspektif Pendidikan di Desa Sangsit, Sawan, Buleleng, Bali". Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-22. Diakses tanggal 2017-08-22.
Bacaan lebih lanjut
[sunting | sunting sumber]- A.J. Bernet Kempers (1991). Monumental Bali; Introduction to Balinese Archaeology & Guide to the Monuments. Berkeley & Singapore. ISBN 0-945971-16-8.
- Nordholt, Henk Schulte (1996). The Spell of Power; A History of Balinese Politics. Leiden. ISBN 90-6718-090-4.
- Wiener, Margaret J. (1995). Visible and Invisible Realms; Power, Magic, and Colonial Conquest in Bali. Chicago & London. ISBN 0-226-88580-1.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Pura Beji Buleleng Bukti Perpaduan Budaya Bali Dan Belanda di YouTube Sriwijaya TV