Lompat ke isi

Van Heiden Tot Christen

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Buku " Van Heiden Tot Christen "[1] (Keluar Dari Agama Suku Masuk Ke Agama Kristen), Buku yang terbit tahun 1927 yang ditulis oleh Albertus Christiaan Kruyt dari Belanda, Buku ini berisi mengenai perjalanan Kekristenan di Sulawesi Tengah dalam diri seseorang dan melihat seberapa dalam kristen diri mereka.

Di wilayah Sulawesi bagian Poso dan Tojo, dahulunya ada istilah Toraja diciptakan Belanda untuk menamakan Suku Bare'e (Bare'e-Stammen ; Alfouren) yang masih beragama Lamoa (Tuhan PueMpalaburu), tetapi masih sangat banyak juga Suku Bare'e yang beragama Lamoa yang ikut Suku Bare'e yang beragama Islam (Mohammadisme) karena Suku Bare'e tersebut tidak cocok dengan gaya hidup orang Belanda yang berkulit putih dan berambut kuning, dan Alfouren yang mau ikut Belanda inilah yang disebut dengan istilah Toraja.

Alfouren yang diistilahkan Belanda dengan istilah Toradja tersebut harus meninggalkan kebiasaan dari suku lama mereka yaitu Suku Bare'e (Bare'e-Stammen), karena Suku Bare'e telah banyak yang beragama Islam sehingga bagi pihak Belanda kemudian mengistilahkan "Van Heiden tot Christen"[2] untuk penduduk asli suatu wilayah yang wilayahnya dinamakan Belanda dengan nama Grup Poso-Tojo yang memiliki nama lain Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare'e) dengan Suku Bare'e sebagai suku asli pemilik wilayah tersebut, dan istilah "Van Heiden tot Christen" sudah sangat dikenal di wilayah Grup Poso-Tojo, dan orang Toradja (istilah bagi orang Bare'e yang bukan beragama Islam) ini kemudian diberi makanan, tempat tinggal, pendidikan, dan pengajaran Agama Kristen.

Beberapa puluh tahun setelah perilisan, buku ini dikutip oleh berbagai penulis dan peneliti seperti H.C. Raven, Walter Kaudern, John Sidel, Greg Acciaioli, David Henley, Lorraine Aragon dan masih banyak peneliti lain sebagai salah satu sumber rujukan dalam penulisan tentang Suku Bare'e untuk studi mereka. [3][4] [5]

Sejarah

Tahun 1888 adalah awal gerakan misionaris di sulawesi bagian tengah Wilayah Grup Poso-Tojo oleh asisten residen manado Wolter Robert van Hoëvell[6].

Awal gerakan misionaris terjadi pada tahun 1888, Pada periode tersebut, Sulawesi bagian Tengah berada di bawah yurisdiksi Afdeling Gorontalo, yang berpusat di Gorontalo, Wolter Robert van Hoëvell, sebagai Asisten Residen Gorontalo, Wolter Robert van Hoëvell khawatir pengaruh Islam yang begitu kuat di Gorontalo akan meluas ke wilayah Sulawesi bagian Tengah—yang saat itu masih belum dimasuki agama samawi, dan penduduknya sebagian besar masih pagan, penganut animisme, dan memeluk agama suku. Baginya, agama Kristen adalah penyangga yang paling efektif melawan pengaruh Islam. Ia menghubungi lembaga misionaris Belanda, Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), dan meminta mereka untuk menempatkan seorang misionaris di wilayah ini.

Pada tahun 1892, NZG kemudian mengirimkan misionaris bernama Albertus Christiaan Kruyt, yang ditempatkan di Wilayah Grup Poso-Tojo, dan menemukan 3 batu yang tersisa yang ternyata bernama Watu Mpogaa[7] dibekas sisa Desa Pamona di tepi Danau Poso (Rano Poso/To Rano).

Suku Bare'e atau bahasa Belandanya BARE'E-STAMMEN (De Bare'e-Sprekende jilid 1 halaman 119)[8] yang pada waktu itu sudah banyak yang beragama Islam yang disebut Belanda dengan nama Mohammadisme, dan sebagian kecil Orang Poso masih beragama Lamoa (Langit), cara Belanda mengidentifikasikan Alfouren yang disebut Belanda dengan istilah Toradja yaitu Orang Toraja tersebut berpenampilan seperti Gelandangan yang berbeda penampilannya dengan Suku Bare'e yang merupakan Suku Asli di wilayah Grup Poso-Tojo.

Kemudian orang-orang yang berpenampilan seperti Gelandangan tersebut diberinama Alfouren yang kemudian diganti oleh A. C. Kruyt dan Dr. N. Adriani dengan nama Toradja (Toraja), sementara yang sudah beragama islam masih disebut Suku Bare'e (Bare’e-Stammen).

Setelah mempelajari Watu Mpoga'a[9], maka para gelandangan yang telah menjadi Umat Kristen tersebut mengetahui asal usul mereka sebelum berada di wilayah Grup Poso-Tojo yaitu berasal dari wilayah Wotu.[10]

Dan Wilayah Poso dan Todjo kemudian dinamakan Grup Poso-Tojo (Toraja Poso-Tojo, atau Toraja Timur (Toradja Bare’e)) dengan Bahasa Bare’e (Bare’e-Sprekende)[11] sebagai bahasa asli di wilayah tersebut.

Keagamaan

Dijaman penjajah, Hindia Belanda melarang semua bentuk kepercayaan Lamoa yang bertuhan kepada Puempalaburu, dan membebaskan budaya dan adat yang tidak berhubungan dengan kepercayaan lamoa seperti Tari Moraego, Tari Torompio, dll.[12]

Dan Pada awal tahun 1900 jalannya Pemerintahan Hindia Belanda di jalur dari pantai timur ke pantai barat terganggu dengan adanya sekelompok "bajing loncat" dari kelompok Raranggonau di sekitar Danau Lindu yang memutuskan semua akses Pemerintahan Hindia Belanda dari pantai timur ke pantai barat, sehingga untuk sementara dibuatlah jalur alternatif sementara dari poso ketempat Pusat Pemerintahan Hindia Belanda terdekat yaitu di wilayah Kerajaan Luwu, dan Pemerintahan Hindia Belanda dari wilayah Poso - Tojo ke wilayah Kerajaan Luwu ini disebut Blok Poso-stretch, dan dari Blok Poso stretch dimanfaatkan oleh Misionaris Belanda dengan mengadakan suatu gerakan yang disebut Monangu Buaja[13] (krokodilzwemmen).

Monangu Buaya

Monangu Buaya (monangu buaja; krokodilzwemmen) atau "berenang seperti buaya", yakni berenang langsung menuju sasaran tanpa melihat ke kiri dan ke kanan yaitu semacam gerakan menarik upeti ciptaan Misionaris Hindia Belanda untuk memperluas wilayah jajahan mereka, gerakan Monangu Buaya ini ditujukan untuk semua Toradja-Stammen dan Umat Kristen di poso untuk mendukung budaya luwu, jadi semacam taktik mengadu domba antara Kerajaan Tojo dengan Kerajaan Luwu, dengan melihat kepada Tokoh Alkitab yaitu "sejarah kematian Lazarus" yang menceritakan bahwa Baju Adat Inodo bukan bajunya umat kristen yang diwakili tokoh Lazarus.

Dan dari gerakan Monangu Buaya maka suku asli (alfouren) di wilayah Toraja Bare'e dibedakan menjadi Suku Bare'e[14] (Bare'e-Stammen) dan Toraja (Toradja).

Perbedaan Suku Bare'e & Toraja

Khusus di wilayah Sulawesi bagian tengah (midden celebes) yaitu Wilayah Grup Poso-Tojo Istilah Toraja diciptakan Belanda untuk menamakan Suku Bare'e (Alfouren) yang masih beragama Lamoa (Tuhan PueMpalaburu), dan semua Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) yang masih beragama Lamoa harus mengakui dirinya adalah orang Toraja (Toradja) dan bukan lagi Bare'e, tetapi walaupun begitu masih sangat banyak juga Suku Bare'e yang beragama Lamoa yang ikut Suku Bare'e yang beragama Islam (Mohammadisme) karena Suku Bare'e tersebut tidak cocok dengan gaya hidup orang Belanda yang berkulit putih dan berambut kuning.

Maka penduduk asli atau ALFOUREN di wilayah Grup Poso-Tojo dibagi 2 Kelompok yaitu :

1. Bare’e, atau Suku Bare'e[15] (Bare’e-Stammen) yang beragama Islam (Mohammadisme), dan Suku Bare'e yang masih beragama Lamoa (Bertuhan PueMpalaburu), dan

2. Toraja (Toradja)[16] yang Orang-orangnya diambil dari Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) yang beragama Lamoa, dan Alfouren yang mau ikut Belanda inilah yang disebut Toraja, sehingga bagi pihak Belanda kemudian mengistilahkan “Van Heiden tot Christen”, yang semua Toraja tersebut berasal dari wilayah wotu, luwu, yang sekarang wilayah dari Kabupaten Luwu Timur, yang dijelaskan dalam buku "De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes" jilid 1 halaman 5, sub.bab Vairspriding Toradja poso-Todjo Groupen[17].

Tetapi perkembangannya Suku Bare'e yang beragama Lamoa lebih banyak yang ikut dengan Suku Bare'e yang beragama islam karena belum terbiasa dengan kebiasaan hidup Orang-orang Belanda yang berkulit putih dan bermata biru.

Referensi

  1. ^ Suku Bare'e, [1]", Diakses 28 Mei 2023.
  2. ^ Van Heiden tot Christen, dari agama suku masuk agama kristen [2]", Diakses 31 Mei 2023.
  3. ^ Kaudern 1925, hlm. 45.
  4. ^ Kaudern 1925, hlm. 420.
  5. ^ Raven 1926, hlm. 10.
  6. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebess jilid 1, [3]", Diakses 28 Mei 2023.
  7. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebess jilid 1 halaman 6, [4]", Diakses 28 Mei 2023.
  8. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 119, [5]", Diakses 28 Mei 2023.
  9. ^ DATA CAGAR BUDAYA DI SULAWESI TENGAH (per Des 2014) [6]", Diakses 28 Mei 2023.
  10. ^ Idwar Anwar (2005). Ensiklopedi Sejarah Luwu. Collaboration of Komunitas Kampung Sawerigading, Pemerintah Kota Palopo, Pemerintah Kabupaten Luwu, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara, and Pemerintah Kabupaten Luwu Timur. ISBN 979-98372-1-9. 
  11. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes Yhe Series, [7]", Diakses 28 Mei 2023.
  12. ^ Sumber buku "POSSO" LIHAT & DOWNLOAD HALAMAN 151: MONANGU BUAJA BELANDA, dan Kerajaan Todjo melestarikan budaya suku bare'e (selalu membawa Lobo) , [8], Diakses 3 Juli 2023.
  13. ^ Sumber buku "POSSO" LIHAT & DOWNLOAD HALAMAN 151: MONANGU BUAJA (krokodilzwemmen), menyatakan semua toraja (toradja) desa pamona Watu Mpoga'a berasal dari wotu, luwu timur, dan Monangu buaya yaitu budaya ciptaan Misionaris Belanda dengan meminjam nama dari Kerajaan Luwu , [9], Diakses 30 Juni 2023.
  14. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 119, SUKU BARE'E IS TORADJA BARE'E OR BARE'E TORADJA[10]", Diakses 30 Juni 2023.
  15. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 119, De Namen of Stamenners [11]", Diakses 28 Mei 2023.
  16. ^ De Bare'e-Sprekende de Toradja in midden celebes jilid 1 halaman 5, Vairspriding Toradja poso-Todjo Groupen [12]", Diakses 28 Mei 2023.
  17. ^ Vairspriding Toradja poso-Todjo Groupen [13]", Diakses 28 Mei 2023.