Exsul Familia
"Exsul Familia" adalah Konstitusi Apostolik yang ditulis oleh Paus Pius XII dalam topik perpindahan penduduk (migrasi). Dokumen ini diterbitkan pada tanggal 1 Agustus 1952. Nama dokumen ini merujuk pada migrasi Keluarga Kudus, yang dipaksa untuk melarikan diri ke Mesir, dan dijadikan contoh utama dari setiap keluarga pengungsi di dunia. Exsul Familia adalah satu-satunya dokumen kepausan dimana Paus Pius XII sendiri menjabarkan dasar dan luasnya kegiatan sukarela kepausan selama dan setelah Perang Dunia II terhadap jutaan pengungsi dan orang-orang yang terusir dari negaranya.
Exsul Familia adalah mengenai jutaan pengungsi di Eroba yang diakibatkan oleh Perang Dunia II. Sri Paus menyerukan adanya kebijaksanaan pintu-terbuka bagi jutaan manusia yang terdampar ini dan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan pastoral demi pelayanan atas para warga negara asing di seluruh keuskupan Katolik Roma. "Kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk menciptakan pendekatan simpatik di mata semua pihak terhadap para pengungsi dan orang-orang yang dalam pembuangan yang merupakan saudara-saudara kita yang saat ini lebih membutuhkan. Faktanya, kita sering kali mengangkat topik pembicaraan tentang kehidupan mereka yang hancur, menjunjung hak-hak mereka, dan lebih dari sekali meminta-minta kebaikan-hati dari semua orang, terutama umat Katolik, atas nama mereka." [1]
Sebuah laporan statistik dari Dewan Eropa saat itu mencatat besarnya masalah ini. Pada tahun 1950, lima tahun setelah berakhirnya Perang Dunia II, terdapat 11,8 juta orang yang meninggalkan rumah-rumah mereka di Eropa, dimana 1,23 juta diantaranya adalah warga negara asing. Angka ini sedikit berkurang semenjak bulan Mei 1945. Austria dan Finlandia tidak masuk dalam catatan ini. Kedua negara ini menambahkan 801.000 jiwa orang yang mengungsi. Sejumlah 12,6 juta orang hidup terusir sebagai pengungsi di berbagai negara Eropa Barat.[2]
Sri Paus melihat sang pengungsi Keluarga Kudus dari Nazareth, yang melarikan diri ke Mesir, sebagai contoh utama dari setiap keluarga pengungsi. Oleh karenanya, Yesus, Maria dan Yoseph, yang hidup dalam pengungsian di Mesir untuk menghindarkan diri dari keganasan seorang raja kejam, adalah, di setiap waktu dan tempat, contoh dan pelindung bagi setiap migran, orang asing dan pengungsi. Dalam Exsul Familia, Paus Pius XII melihat kembali apa yang telah dilakukan oleh Gereja Katolik Roma dalam hal ini dan kemudian mendiskusikannya secara lebih menyeluruh implementasi dari karya ini di zaman sekarang. Pengalaman menunjukkan bahwa orang-orang yang terusir dan mengungsi hampir sepenuhnya kehilangan rasa aman dan harga diri, kata Sri Paus.
Mereka membutuhkan pelayanan yang khusus dari Gereja. Pihak Gereja selalu melakukannya, dengan melayani orang-orang yang terjebak dalam perbudakan, masuk penjara, orang yang diusir dari suatu negara, tahanan negara koloni, para emigran pada abad ke-19, dan para umat Ritus Oriental. Sri Paus melihat kembali karya amal dari para pendahulunya, dari berbagai organisasi bantuan Katolik dan memberikan suatu penjelasan yang menarik mengenai kegiatan amal yang ada selama masa kepausannya di periode Perang Dunia II (yang sejauh ini sebagian besar masih belum terdokumentasi). Akhirnya, Sri Paus menhelaskan bahwa banyak uskup di seluruh penjuru dunia telah meminta pada Tahta Suci untuk mengeluarkan aturan-aturan pelayanan pastoral bagi mereka yang meninggalkan negara mereka. Bagian kedua dari Exsul Familia memuat aturan-aturan ini.
Exsul Familia telah menjadi dasar bagi kebijaksanaan imigrasi Gereja Katolik Roma dan telah dikutip dalam debat-debat politis masa kini mengenai masalah imigrasi umat Katolik Meksiko ke Amerika Serikat. Perjuangan para migran diperingati dalam acara Hari Migran dan Pengungsi Dunia tiap tahunnya.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Text of the apostolic constitution Diarsipkan 2023-03-02 di Wayback Machine.