Lompat ke isi

Pop melayu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pop melayu merupakan genre musik pop rok yang dipengaruhi irama Melayu. Terdapat 2 (dua) aliran Pop Melayu di antaranya klasifikasi yang populer di Malaysia dan yang lainnya adalah di Indonesia. Di Indonesia, pop melayu awalnya opuler di pertengahan era 2000-an yang dirintis oleh ST12 dan Kangen Band. Sampai sekarang tercatat banyak sekali grup-grup musik populer dengan aliran ini.

Adapun yang berhasil menembus pasar domestik dan internasional antara lain ST12, Setia Band, Kangen Band, Wali, Armada, Kangen Band, Radja, Hijau Daun, Ungu, Dadali, Repvblik, Bagindas, Demeises, dan lain-lain.[1]

Kesuksesan genre pop melayu menguasai pangsa pasar di Indonesia, Malaysia, dan Brunei, sehingga turut mengubah warna aransemen grup-grup musik aliran pop yang telah semula populer.

Sejarah

Istilah pop melayu bermula pada dekade 1970-an. Awalnya, pop melayu adalah istilah jenis musik yang memadukan unsur irama melayu dengan musik pop. Di era 1970-an, banyak produser musik meminta grup musik pop memainkan pop melayu.[2]

Grup-grup musik yang diminta produser membawakan pop melayu pada tahun 1970-an adalah: Koes Plus, The Mercys, Panbers, D'Loyd, Favourites, dan masih banyak lagi. Meski begitu, gaung pop melayu yang dilakoni para musisi pop Indonesia itu sudah mulai memudar pada tahun 1980-an.

Kemudian, saat musik rok lambat (slow rock) Malaysia mulai booming berkat kemunculan grup musik Search lewat lagu hit "Isabela", maka di Indonesia rok lambat khas Melayu pun mulai mendapatkan kepopuleran yang luas. Musisi Indonesia yang terkenal memainkan rok lambat melayu adalah Deddy Dores.

Selain itu, juga banyak karya Deddy Dores yang dibawakan oleh Nike Ardilla, Conny Dio, Poppy Mercury, serta Mayank Sari. Pola rok lambat melayu juga mewabahoo artis-artis musisi/penyanyi lainnya di Indonesia, seperti Oppie Andaresta, Minel, Inka Christy, Lady Avisha, Cut Irna, dan lain-lain.

Kepopuleran rok lambat Melayu ini terjadi selama dekade 1980-an hingga 1990-an. Meski begitu, rok lambat melayu selanjutnya mulai memudar di pertengahan 1990-an.

Kepopuleran pop Melayu mulai kembali meledak pada pertengahan 2000-an lalu—dengan pop Melayu, tetapi dengan gaya yang berbeda dari pop Melayu era 1970-an.

Pada tahun 2005, grup musik ST12 menjadi salah satu grup musik dari pop melayu yang sangat populer. Awalnya pola musik ST12 memengaruhi pola musik band Peterpan. Namun, lekukan vokal dari Charly van Houten sebagai vokalis di ST12 yang mengingatkan pada lekukan vokal para penyanyi grup rok lambat melayu di Malaysia menjadikan mereka mengusung pop melayu.

Karena pop melayu menyasar pada segmen kelas menengah ke bawah, ST12 dijuluki media sebagai Peterpan Generik. Kehadiran ST12 kemudian membuka jalan bagi grup-grup musik pop melayu lainnya, misalnya, Wali, Dadali, Repvblik, Merpati, Kangen Band, Angkasa, Emily, d'Bagindas, Armada, dan lain-lain.[3]

Pada masa itu, gelombang pop melayu menguasai pasar musik Indonesia. Dengan mudahnya musik pop melayu didengarkan di berbagai tempat dan diputar berulang-ulang sejak acara musik TV pagi hari hingga sinetron.

Diperkirakan pada tahun 2011, dominasi pop Melayu masih kuat dan merajai segala urutan tangga lagu musik mainstream nasional. Invasi grup-grup musik pop melayu Indonesia tetap berlanjut ke negeri seberang. Mereka masih memiliki dan menguasai pasar pop Malaysia dan Singapura. Label utama pun lebih menitikberatkan pada penjualan lagu pop Melayu secara digital dibanding fisik. [4]

Referensi

  1. ^ "Mengingat Kembali Lagu-lagu Band Pop Melayu di Tanah Air - kumparan.com". kumparan.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  2. ^ "Apa Kabar Pop Melayu? Para Pengusungnya Perlahan Tenggelam - Suara Merdeka". www.suaramerdeka.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  3. ^ "Apa Kabar Pop Melayu? Para Pengusungnya Perlahan Tenggelam - Suara Merdeka". www.suaramerdeka.com. Diakses tanggal 2022-08-15. 
  4. ^ RADIOTEMEN, NAGASWARA (2010-12-29). "Fenomena Band Pop Melayu" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-08-15.