Kapal tempur Jerman Bismarck
Bismarck tahun 1940
| |
Sejarah | |
---|---|
Nazi Jerman | |
Nama | Bismarck |
Asal nama | Otto von Bismarck |
Pembangun | Blohm & Voss |
Pasang lunas | 1 Juli 1936 |
Diluncurkan | 14 Februari 1939 |
Mulai berlayar | 24 Agustus 1940 |
Penghargaan | 3 kali disebutkan dalam Wehrmachtbericht |
Nasib | Sengaja ditenggelamkan pada 27 Mei 1941 setelah rusak berat di 48°10′N 16°12′W / 48.167°N 16.200°W |
Lencana | |
Ciri-ciri umum | |
Kelas dan jenis | Kapal tempur kelas-Bismarck |
Berat benaman |
|
Panjang |
|
Lebar | 36 m (118 ft 1 in) |
Sarat air | |
Tenaga | 148.116 shp (110.450 kW) |
Pendorong |
|
Kecepatan | 30,01 knot (55,58 km/h; 34,53 mph) selama uji coba[1][a] |
Jangkauan | 8,870 nmi (16,427 km; 10,207 mi) pada 19 knot (35 km/h; 22 mph) |
Awak kapal |
|
Sensor dan sistem pemroses | FuMO 23 |
Senjata |
|
Pelindung |
|
Pesawat yang diangkut | 4 × Pesawat apung Arado Ar 196 |
Fasilitas penerbangan | 1 x Katapel pesawat terbang |
Bismarck adalah kapal tempur terbesar yang pernah dibuat Jerman pada masa Perang Dunia II.[3] Nama kapal ini berasal dari nama Kanselir Jerman pada abad ke-19, Otto von Bismarck. Bismarck menjadi terkenal setelah berhasil menenggelamkan kapal perang utama Angkatan Laut Britania Raya, HMS Hood dalam Pertempuran Selat Denmark pada tahun 1941.Bismarck dan saudara kembarnya Tirpitz merupakan kapal utama Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) di Perang Dunia II.
Awal pembuatan
Jerman yang kalah dalam Perang Dunia I harus menerima Perjanjian Versailles yang antara lain membatasi pembangunan angkatan bersenjatanya. Angkatan lautnya hanya menggunakan model Kapal Pre Dreadnought, yang terdiri dari hanya 6 dari 8 kapal jelajah tua yang ringan, 12 dari 32 kapal perusak dan perahu torpedo, tanpa kapal induk, kapal jelajah tempur dan kapal jelajah berat. Bila kapal-kapal yang disebutkan di atas berumur lebih dari 20 tahun, Jerman boleh mengganti namun tidak boleh melebihi 10.000 ton dengan persenjataan paling besar 11 inci (±279 mm). Kapal penjelajah tak lebih dari 6000 ton dengan persenjataan paling besar 6 inci (±152 mm). Untuk kapal perusak tak melebihi 800 ton dan kapal torpedo (torpedo boat) tak lebih dari 200 ton.
Adolf Hitler yang berhasil memenangkan kursi pemilu untuk menduduki jabatan Reichskanzler (Kanselir), kemudian menjadi Reichspresident menggantikan Paul Von Hindenburg dan akhirnya menjabat sebagai panglima tertinggi Angkatan Bersenjata Jerman sehingga semua kekuasaan menjadi satu di tangan Hitler. Dengan kekuasaan itu, Hitler secara sepihak tidak mengakui Perjanjian Versailles, Prancis.
Pada Juni 1939 Hitler berhasil mencapai perjanjian dengan Britania Raya dimana Jerman diizinkan memiliki angkatan laut yang sama besarnya dengan Angkatan Laut Britania Raya. Kesempatan ini digunakan oleh Hitler secara diam-diam untuk membangun angkatan laut yang sangat besar kekuatannya di mana Laksamana Erich Raeder ditunjuk merencanakan pembangunan Angkatan Laut Jerman yang memakan waktu 6 tahun yang dinamakan Rencana Z sesuai dengan keinginan Jerman sendiri.
Keserakahan yang menggagalkan rencana
Gagalnya rencana Z ini karena Hitler ingin cepat mewujudkan Jerman Raya dengan mencaplok wilayah wilayah yang berbahasa Jerman dan wilayah-wilayah yang dulunya dikenal sebagai Kekaisaran Jerman-Prusia (Reich II masa kekaisaran Wilhelm I,Friedrich III dan II) yang diwujudkan dalam bentuk Jerman Raya (Reich III atau Reich Ketiga). Dalam pengembangan angkatan bersenjatanya, Hitler yang berorientasi pada daratan merasa cukup kuat melihat perkembangan Angkatan Darat (Wehrmahct) dan Angkatan Udaranya (Luftwaffe), sedangkan perkembangan Angkatan Lautnya, baru sampai tahap awal saja; yang baru selesai adalah Tirpitz dan Bismarck dan kapal selamnya yang memang sudah dikenal sebagai "hantu" perairan Eropa Barat pada masa-masa sebelumnya.
Bismarck, battleship terbesar Angkatan Laut Jerman ini dibangun di galangan kapal Hamburg pada 1939. Panjangnya 251 meter, Bismarck mempunyai kecepatan 30 knot (±56 km/jam) dengan berat 50.900 ton dipersenjatai dengan delapan buah meriam berukuran 15,5 inci (±394 mm), 12 buah meriam 5,9 inci (±150 mm), Anti udara 16–237 mm dan 12–20 mm, delapan buah tabung torpedo (torpedo tube) berukuran 21 inci (±533 mm) dan enam pesawat terbang. Sisi dan geladak Bismarck dilapisi baja setebal 32 cm. Invasi Nazi ke Polandia pada 1939 membuat Inggris mengultimatum Hitler agar mundur ke Jerman dengan ancaman Inggris akan menyatakan perang terhadap Jerman. Namun ultimatum itu (3 September 1939) dianggap sepi oleh Jerman. Angkatan Laut Jerman yang belum siap ini harus menemukan taktik untuk menghadapi armada Inggris yang lebih lengkap, siap, berperalatan baru dan bertradisi angkatan laut yang lebih tua.
Laksamana Raeder menyusun suatu operasi yang diberi sandi Rhein Übung (Latihan Rhein, nama sungai di Jerman). Dalam Perang Dunia I Jerman berhasil menerapkan operasi tersebut dengan menghancurkan kapal-kapal konvoi angkatan laut Inggris di mana saja. Tercatat Scharnhorst dan Gneisenau dalam permulaan Perang Dunia II itu berhasil menenggelamkan kapal-kapal komersial Inggris dengan total seberat 115.622 ton.
Kali ini Laksamana Raeder tak dapat mengerahkan sejumlah kapal perang yang dibutuhkannya, antara lain Sharnhorst dan Gneisenau yang harus masuk dok. Maka diberangkatkanlah Bismark dan Prinz Eugen ke Atlantik Utara di bawah Laksamana Guenther Luetjens. Berangkat dari Gdynia di Laut Baltik melalui Laut Timur, selatan Kattegat dan Skagerrak dan dipantau oleh kapal jelajah Gotland milik Angkatan Laut Swedia yang saat itu netral.
Dipantau terus
Berita ini kemudian oleh intel Inggris di Swedia disampaikan ke Laksamana Sir Johan Tovey dan pada tanggal 22 Mei segera saja pangkalan AL Inggris di Scapa Flow langsung mengirim armadanya terdiri dari kapal jelajah tempur HMS Hood dan HMS Prince of Wales (yang kemudian tenggelam di perairan Malaysia-Singapura pada awal Perang Pasifik (Perang Asia Timur Raya) dengan Jepang, serta 6 kapal perusak yang dipimpin oleh Laksamana Hollaand untuk menjaga Selat Denmark di barat-daya Islandia.
Sebelum Laksamana Tovey memberikan perintah kepada Laksamana Holland di Selat Denmark, penjelajah berat Norfolk sudah lebih dulu mendapat tugas di sana sendirian di bawah pimpinan Laksamana Walker. Baru pada tanggal 22 Mei sebuah penjelajah berat lainnya yang bernama Suffolk mendapat perintah untuk bergabung dengan Norfolk.
Ketidakpastian arah dan tujuan Bismarck dan Prinz Eugen membuat AL Inggris tetap menjaga daerah-daerah penting lainnya. Di perairan Islandia, ada dua buah penjelajah ringan Birmingham dan Manchester. Begitu pula di Scapa Flow, tetap disiagakan sejumlah kapal perang.
Malam harinya, Laksamana Tovey juga turut berlayar dengan kapal tempur King George V, kapal induk Victorious, sejumlah penjelajah, dan sejumlah perusak lainnya. Pada akhirnya armada Tovey tidak pernah bertempur secara langsung dengan Bismarck.
Cuaca yang amat buruk pada waktu itu memberikan perlindungan sekaligus petaka bagi Bismarck dan Prinz Eugen. Pesawat intai badan intelijen Jerman tidak pernah sampai ke Scapa Flow sehingga pemimpin Bismarck dan Prinz Eugen, Laksamana Lutjens tidak tahu-menahu apakah ada kapal yang menguntitnya. Sebaliknya pesawat intai Inggris juga gagal menemukan posisi Bismarck. Jadi kedua pihak sama-sama mencari musuh mereka dalam keadaan buta sama sekali, tetapi tetap saja Inggris diuntungkan karena mereka memiliki jumlah kapal perang yang jauh lebih banyak di sekitar laut Atlantik.
Pertempuran di Selat Denmark
Cuaca tetap buruk pada tanggal 23 Mei, saat Bismarck memasuki Selat Denmark. Lutjens tidak tahu kalau di selat ini Suffolk dan Norfolk sedang berpatroli. Begitu pula Laksamana Walker tidak tahu kalau Bismarck sudah sampai ke Selat Denmark. Di sini kesalahan badan intelijen Jerman menjadi fatal. Mereka menganggap Inggris tidak memiliki radar yang cukup baik untuk mencari musuh di cuaca buruk, sehingga Lutjens dengan tenang menyuruh Bismarck dan Prinz Eugen melewati daerah yang berkabut tebal. Perlindungan alam ini nyaris tak berguna karena Suffolk ternyata sudah memiliki radar yang mumpuni mencari musuh, tapi Norfolk tidak mempunyai radar sehingga nyaris mustahil dia bisa menemukan Bismarck.
Malam harinya tertangkaplah Bismarck di radar Suffolk. Melihat ini, Laksamana Walker langsung memerintahkan kapalnya untuk mundur sembari mengabari Scapa Flow tentang posisi Bismarck. Tapi entah kenapa, berita ini tak pernah sampai. Untung bagi Inggris, Norfolk yang tak mempunyai radar tetap mondar-mandir di selat Denmark sebelum radar Bismarck memergokinya dan menembakinya. Tembakan ini mengawali pertempuran yang baru akan berakhir 3 hari lagi. Melalui serangan inilah Tovey mendapati posisi armada Lutjens. Norfolk sendiri memutuskan mundur dengan bantuan tabir asap dan tidak menerima kerusakan sedikitpun.
Kapal Suffolk dan Norfolk membayangi kedua kapal Jerman tersebut sembari menunggu kedatangan Laksamana Holland. Melalui radio, Laksamana Holland memberi tahu Laksamana Walker tentang rencananya. Rencananya kira-kira seperti ini: saat Hood dan Prince of Wales menembaki Bismarck, maka Suffolk dan Norfolk harus memusatkan serangannya ke Prinz Eugen. Tapi perintah ini tidak pernah sampai ke Admiral Walker.Walker mengira kekuatan Hood dan Prince of Wales sudah cukup untuk mengalahkan Bismarck. Dugaan yang ternyata keliru.
Pagi hari tanggal 24 Mei Hood dan Prince of Wales bertemu lawannya. Laksamana Holland kemudian memerintahkan menembak. Serangan Hood dan Prince of Wales diperintahkan untuk dipusatkan ke Bismarck, dengan kata lain Holland tetap melaksanakan rencana awalnya. Sedangkan Suffolk dan Norfolk dengan santai mengawasi pertempuran dari jauh.
Kesalahan fatal lain kembali dilakukan Hood. Bukannya menembaki Bismarck, yang ditembaki malah Prinz Eugen. Bismarck dan Prinz Eugen dengan kompak menembaki kapal yang sama: Hood. Segera saja Hood dihujani proyektil peluru 20,3 cm dan 38 cm. Lalu terjadilah peristiwa yang luar biasa; sebuah peluru Bismarck tepat mengenai gudang penyimpanan amunisi milik Hood yang lalu meledak dengan dashyat dan melontarkan api sampai 300 meter. Hood lalu patah menjadi dua dan tenggelam ke dasar laut. Melihat ini, segera saja Prince of Wales memutar haluannya dari tempat Hood tenggelam, kalau-kalau masih ada yang selamat. Tapi dari total 1419 awak kapal, hanya 3 awak yang berhasil diselamatkan. Setelah Hood tenggelam, giliran Prince of Wales menerima peluru kombinasi Bismarck dan Prinz Eugen. Segera saja Prince of Wales menerima tembakan-tembakan akurat Bismarck yang berakibat bagian buritannya berlubang dan kemasukan ratusan ton air laut. Lalu dikeluarkan perintah untuk mmemutus pertempuran dan Prince of Wales mundur di bawah perlindungan tabir asap.
Prinz Eugen sendiri tidak mendapat kerusakan sama sekali. Tapi Bismarck mendapat dua tembakan tepat dari Prince of Wales yang menyebabkan kecepatannya berkurang dan meninggalkan berkas minyak di sepanjang jalur yang dilaluinya. Berkas inilah yang nantinya akan mempermudah pesawat torpedo AL Inggris untuk mencari Bismarck.
Dikejar dan dihancurkan
Berita tenggelamnya HMS Hood membuat pihak Inggris sedih sekaligus marah. Pembalasan pun dilakukan secara radikal dan agresif. Laksamana Tovey langsung mengerahkan tak kurang dari 16 kapal perang hanya untuk mengejar Bismarck. Semua kapal itu umumnya sedang melakukan patroli atau menjaga konvoi dagang. Bahkan beberapa di antaranya sudah mulai kehabisan bahan bakar. Namun Laksamana Tovey tidak memperdulikan itu. Begitu pula dengan kapal-kapal yang diperintahkan, mereka tidak peduli keadaan mereka. Mereka hanya ingin mencari dan menghabisi Bismarck. Pengejaran Bismarck tetap menemui berbagai kendala walau jumlah kapal yang dikerahkan sangat banyak. Penjelajah HMS Suffolk dan HMS Norfolk yang menguntit Bismarck melalui bekas minyak yang ditinggalkannya pun dihadang badai dan hujan sehingga Bismarck tiba-tiba hilang dan baru ditemukan berjam-jam kemudian (24 Mei 1941). Tanggal 25 Mei Bismarck menghilang dari radar Suffolk, padahal pada saat itu para perwira mereka sudah terlalu letih. Mereka sudah berhari-hari tak tidur dan senantiasa terus berada di menara komando memantau Bismarck. Bismarck baru ditemukan lagi tanggal 26 Mei saat sebuah pesawat intai PBY-5 Catalina memergokinya.
Segera saja pesawat-pesawat jenis Swordfish dari kapal induk HMS Ark Royal menyerang namun keliru karena yang diserangnya ternyata adalah kapal Inggris HMS Sheffield. Beruntung serangan tersebut meleset. Serangan kedua berhasil mengenai sasarannya dan Bismarck terkena tembakan torpedo pada peralatan kemudinya dan karena terendam air sehingga tidak dapat diperbaiki.
Bismarck yang kemudinya rusak kemudian dikejar oleh perusak Cossack dan 4 perusak lainnya di bawah pimpinan Kapten Vian. Terjadi kontak antara armada ini tapi karena badai, kontak tersebut putus. Kontak baru terjadi pada pukul 08.43 pada tanggal 27 Mei 1941. Saat itu HMS King George V memergoki lawan yang sudah berhari-hari dicarinya. Segera saja Bismarck mendapat salvo tembakan dari HMS King George V, HMS Rodney, HMS Norfolk, dan HMS Dorsetshire. Pertempuran pun terjadi dan Bismarck yang dikeroyok akhirnya tenggelam pada pukul 10.40 pagi, setelah ditorpedo HMS Dorsetshire.
Analisis kesalahan Bismarck
Kemenangan itu begitu berarti bagi Inggris dan diabadikan dalam sebuah film pada tahun 1960-an. Para pakar dan sejarawan berpendapat bahwa terjadi berbagai kesalahan fatal sejak Bismarck berangkat dari Gdynia. Seharusnya Bismarck tidak berlayar melalui selat Kattegat dan Skaggerrak dan Laut Timur karena di jalur itu penuh dengan mata-mata yang mengamatinya. Akan lebih aman jika melalui Kanal Kaisar Wilhelm. Hal lain adalah Bismarck mestinya menambah bahan bakarnya sehingga bisa melarikan diri dari gempuran peluru lawan.
Lihat pula
- Otto von Bismarck
- Sink the Bismarck! (film)
- Sink the Bismark (lagu)
Catatan kaki
Kutipan
- ^ a b c Gröner, hlm. 33.
- ^ Jackson, hlm. 24.
- ^ BBC, "'Bismarck' Sunk" Diarsipkan 2005-05-07 di Wayback Machine., diakses 18 Agustus 2006
Referensi
- Ballard, Robert D. (1990). Bismarck: Germany's Greatest Battleship Gives Up its Secrets. Toronto, ON: Madison Publishing. ISBN 978-0-7858-2205-9.
- Ballard, Robert D. (2008). Archaeological Oceanography. Princeton, NJ: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-12940-2.
- Boog, Horst; Rahn, Werner; Stumpf, Reinhard; Wegner, Bernd (2001). Germany and the Second World War: Volume 6: The Global War. Oxford, England: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-822888-2.
- Bercuson, David J.; Herwig, Holger H. (2003). The Destruction of the Bismarck. New York, NY: The Overlook Press. ISBN 978-1-58567-397-1.
- Campbell, John (1985). Naval Weapons of World War II. London: Conway Maritime Press. ISBN 978-0-87021-459-2.
- Campbell, John (1987). "Germany 1906–1922". Dalam Sturton, Ian. Conway's All the World's Battleships: 1906 to the Present. London: Conway Maritime Press. hlm. 28–49. ISBN 978-0-85177-448-0.
- Gaack, Malte; Carr, Ward (2011). Schlachtschiff Bismarck—Das wahre Gesicht eines Schiffes—Teil 3 (dalam bahasa German). Norderstedt, Germany: BoD – Books on Demand GmbH. ISBN 978-3-8448-0179-8.
- Gardiner, Robert; Chesneau, Roger, ed. (1980). Conway's All the World's Fighting Ships, 1922–1946. Annapolis, Maryland: Naval Institute Press. ISBN 978-0-87021-913-9. OCLC 18121784.
- Garzke, William H.; Dulin, Robert O. (1985). Battleships: Axis and Neutral Battleships in World War II. Annapolis, MD: Naval Institute Press. ISBN 978-0-87021-101-0.
- Gröner, Erich (1990). German Warships: 1815–1945. Annapolis, MD: Naval Institute Press. ISBN 978-0-87021-790-6.
- Grützner, Jens (2010). Kapitän zur See Ernst Lindemann: Der Bismarck-Kommandant – Eine Biographie (dalam bahasa German). Zweibrücken, DE: VDM Heinz Nickel. ISBN 978-3-86619-047-4.
- Jackson, Robert (2002). The Bismarck. London: Weapons of War. ISBN 978-1-86227-173-9.
- Kennedy, Ludovic (1991). Pursuit: The Sinking of the Bismarck. London: Fontana. ISBN 978-0-00-634014-0.
- McGowen, Tom (1999). Sink the Bismarck: Germany's Super-Battleship of World War II. Brookfield, CT: Twenty-First Century Books. ISBN 0-7613-1510-1.
- Miller, Nathan (1997). War at Sea: A Naval History of World War II. New York, NY: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-511038-8.
- Niemi, Robert (2006). History in the Media: Film and Television. Santa Barbara, CA: ABC-CLIO. ISBN 978-1-57607-952-2.
- Polmar, Norman; Cavas, Christopher P. (2009). Navy's Most Wanted. Washington, DC: Potomac Books. ISBN 978-1-59797-226-0.
- Roskill, Stephen (1954). The War at Sea 1939-1945 Vol I. London: HMSO.
- von Müllenheim-Rechberg, Burkhard (1980). Battleship Bismarck, A Survivor's Story. Annapolis, MD: Naval Institute Press. ISBN 978-0-87021-096-9.
- Williamson, Gordon (2003). German Battleships 1939–45. Oxford, England: Osprey Publishing. ISBN 978-1-84176-498-6.
- Die Wehrmachtberichte 1939–1945 Band 1, 1. September 1939 bis 31. Dezember 1941 (dalam bahasa German). München: Deutscher Taschenbuch Verlag GmbH & Co. KG. 1985. ISBN 978-3-423-05944-2.
- Zetterling, Niklas; Tamelander, Michael (2009). Bismarck: The Final Days of Germany's Greatest Battleship. Drexel Hill, PA: Casemate. ISBN 978-1-935149-04-0.
Sumber daring
- Broad, William J. (3 December 2002). "Visiting Bismarck, Explorers Revise Its Story". New York Times. Diakses tanggal 16 June 2011.
- Jurens, Bill; Garzke, William H.; Dulin, Robert O.; Roberts, John; Fiske, Richard (2002). "A Marine Forensic Analysis of HMS Hood and DKM Bismarck". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-28. Diakses tanggal 31 October 2012.
Bacaan lanjutan
- Ballard, R. (1990). The Discovery of the Bismarck. New York, NY. Warner Books Inc. ISBN 978-0-446-51386-9
- Ballard, Robert D. (November 1989). "The Bismarck Found". National Geographic. Vol. 176 no. 5. hlm. 622–637. ISSN 0027-9358. OCLC 643483454.
Pranala luar
- (Inggris) kBismarck.com