Syarif Hussein
Husain | |
---|---|
Syarif | |
Raja Hijaz | |
Berkuasa | 10 Juni 1916 – 3 Oktober 1924 |
Pendahulu | Jabatan dibentuk |
Penerus | Ali |
Raja Arab | |
Berkuasa | 10 Juni 1916 – 19 Desember 1925 |
Pendahulu | Jabatan dibentuk |
Penerus | Jabatan dihapus |
Syarif dan Emir Mekah | |
Berkuasa | 1 November 1908 – 3 Oktober 1924 |
Pendahulu | Abdullah Pasha bin Muhammad bin Abdul Muin |
Penerus | Ali |
Khalifah (diperdebatkan) | |
Berkuasa | 3 Maret 1924 - 19 Desember 1925/4 Juni 1931 |
Pendahulu | Abdul Mejid II |
Penerus | Jabatan dihapus |
Kelahiran | 1 Mei 1854 Istanbul, Kesultanan Utsmaniyah |
Kematian | (umur 77) Amman, Transyordania |
Pemakaman | 4 Juni 1931 |
Pasangan |
|
Keturunan | |
Wangsa | |
Ayah | Ali Bey bin Muhammad bin Abdul Mu'in |
Ibu | Salha bint Gharam al-Shahar |
Agama | Sunni Islam[1] |
Syarif Husain bin Ali (1856-1931) adalah pemimpin Arab dari Bani Hasyim, dia keturunan ke 37 dari Nabi Islam Muhammad dan merupakan keturunan dari Wangsa Hasyimiyah. Syarif Husain bin Ali diangkat menjadi Gubernur Makkah pada 1908 oleh Kekhalifahan Utsmaniyah dan setelah melakukan Pemberontakan Arab pada 1916, Syarif Husain bin Ali menjadi Raja Hijaz antara 1916-1924. Tujuan dari pemberontakan ini adalah mendirikan negara Arab bersatu yang terbentang dari Alepo di Suriah sampai Aden di Yaman dimana Inggris sudah berjanji untuk mengakuinya.
Tiga putra Husain bin Ali menjadi pemimpin di dunia Arab, yaitu Ali sebagai raja Hijaz, Faisal sebagai raja Iraq dan Abdullah sebagai Emir Transyordania. Dua hari setelah pembubaran Kekhalifahan Ustmaniyah di Turki, Syarif Husain bin Ali mendeklarasikan dirinya sebagai Khalifah yang baru, tetapi hal itu tidak berlangsung lama, setelah Ibnu Saud menyerang dan mengalahkannya pada 1924, sehingga Syarif Husain harus turun tahta Hijaz , menyerahkan kekuasaan pada putranya Ali dari Hejaz serta lari ke Amman, Yordania dimana putranya menjadi Emir disana.
Di Amman, Hussein masih memanggil dirinya khalifah dan berperilaku seperti raja, hal ini membuat Abdullah tidak senang dan mengusirnya ke Aqaba, akhirnya Syarif Husain diasingkan ke Siprus dan tinggal bersama putranya Zaid. Pada 1930 Syarif mengalami cacat karena terserang stroke pada usia 79 tahun.[2] Setelah itu Emir Abdullah memanggil ayahnya kembali ke Amman dan Syarif Husain tinggal di Amman sampai meninggal.
Baik Ali dari Hejaz maupun Ibnu Saud tidak tertarik dengan gelar Khalifah yang disandang sebelumnya oleh Syarif Husain. Syarif Husain meninggal di Amman, Yordania pada tahun 1931.
Keturunan dari Syarif Husain masih memegang kekuasaan di Yordania sampai sekarang dan Irak pada masa kerajaan sampai terbunuhnya Faisal II dari Irak dan Pangeran Mahkota Abd al-Illah bin Ali di tangan kaum republikan yang mendirikan Republik Irak (1958-1968) dan memegang gelar pangeran saja serta aktif di PBB (keturunan Zaid bin Husain).
Lihat juga
Referensi
- ^ "IRAQ – Resurgence In The Shiite World – Part 8 – Jordan & The Hashemite Factors". APS Diplomat Redrawing the Islamic Map. 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 July 2012.
- ^ https://books.google.com/?id=QSbeuVXQRUoC&pg=PT66&dq=sharif+hussein+cyprus#v=onepage&q=sharif%20hussein%20cyprus&f=false