Lintau
Lintau (bahasa Minangkabau: Lintau nan Sambilan Koto) adalah sebuah wilayah geografis, kultural, dan linguistik di Luak Tanah Data, Sumatera Barat.
Secara administratif, wilayah Lintau terdiri atas dua kecamatan: Lintau Buo dan Lintau Buo Utara pada Kabupaten Tanah Datar. Pada tingkat nagari, yang disebut Lintau biasanya merujuk pada nagari Balai Tangah (Balai Tongah dalam dialek Lintau), Batu Bulek, Lubuak Jantan (Lubuok Jantan), Tanjuang Bonai (Tanjuong Bonai), Tepi Selo (Topi Selo), Buo, Pangian, Taluak (Toluak), dan Tigo Jangko.
Dalam sejarah Minangkabau, Lintau memainkan peranan yang penting. Salah satu dari tiga raja Pagaruyung (rajo tigo selo), Raja Adat, berkedudukan di Buo.[1] Pada saat pecahnya Perang Paderi, Tuanku Lintau adalah salah satu pemimpin penting bagi Kaum Paderi.[2][3] Sumpah satie di Bukit Marapalam, yang mengakhiri perang dan melahirkan konsep adaik basandi syarak, syarak basandi Kitabullah pada masyarakat Minangkabau modern juga ditandatangani di Batu Bulek, yang kini menjadi objek wisata Panorama Puncak Pato.[4]
Lintau juga memiliki silek Lintau (umum juga dikenal sebagai silek tuo), sebuah varian silat Minangkabau yang terkenal.[5]
Tokoh
- Abu Hanifah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
- Ali Hanafiah, ahli farmasi
- Aulizul Syuib, Wakil Bupati Tanah Datar
- Bustamam, pendiri Rumah Makan Sederhana[6]
- Chairul Saleh, Ketua MPRS[7]
- Dude Herlino, aktor[8]
- Eka Putra, Bupati Tanah Datar
- Fasli Jalal, akademisi dan mantan Wakil Menteri Pendidikan Nasional
- Irdinansyah Tarmizi, Bupati Tamah Datar
- Itji Tarmizi, pelukis era Orde Lama
- Masriadi Martunus, Bupati Tanah Datar
- Mufidah Mi'ad Saad, istri Wakil Presiden Jusuf Kalla[9]
- Sulaiman Zulhudi, Bupati Tanah Datar[10]
- Tuanku Lintau, tokoh Padri
- Usmar Ismail, sutradara dan pahlawan nasional
Galeri
-
Area persawahan di Lintau
-
Monumen Piagam Bukik Marapalam di Puncak Pato
-
Rumah Sutan Hasyim Tuanku Tinggi di Lintau. Sutan Hasyim Tuanku Tinggi merupakan penghulu kepala di Lintau pada awal abad ke-20
-
Ngalau Pangian
-
Silek Lintau
Referensi
- ^ Drakard, Jane (1993). A kingdom of Words: Minangkabau Sovereignty in Sumatran History. Canberra: Australia National University. doi:10.25911/5d70f00fc99ad.
- ^ Dobbin, Christine (1983). Islamic Revivalism in a Changing Peasant Economy: Central Sumatra, 1784-1847. Routledge. ISBN 978-1138226074.
- ^ Sanusi, I., 2018. KOLONIALISME DALAM PUSARAN KONFLIK PEMBAHARUAN ISLAM: Menelususri Keterlibatan dan Peran Belanda dalam Keberlangsungan Konflik yang Terjadi di Minangkabau. Tabuah, 22(1), pp. 1-16.
- ^ Abdullah, T., 1970. Some notes on the Kaba Tjindua Mato: An example of Minangkabau traditional literature. Indonesia, (9), pp. 1-22.
- ^ Abrar, K., 2018. Studi pada Perguruan Silek Lintau Kuciang Bagaluik di Nagari Tanjung Bonai Lintau Kab. Tanah Datar (Doctoral dissertation, Universitas Andalas).
- ^ Riani, Melda (3 Maret 2020). "Haji Bustamam, Pendiri Jaringan Bisnis Restoran Sederhana yang Tetap Sederhana". Haluan. Diakses tanggal 19 Agustus 2020.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Orang Lintau Dibalik Kemerdekaan Indonesia". padangkita.com. 17 Agustus 2017. Diakses tanggal 19 Agustus 2020.
- ^ "Dude Harlino Diberi Gelar Paduko Alam". nova.grid.id. 22 Maret 2014. Diakses tanggal 19 Agustus 2020.[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Aktivitas JK Dampingi Mufidah Kalla Pulang Kampung ke Tanah Datar". langgam.id. 7 Desember 2019. Diakses tanggal 19 Agustus 2020.
- ^ https://books.google.co.id/books?id=Z7SWDwAAQBAJ&pg=PA18