Lompat ke isi

Ratumas Sina

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Oktober 2023 08.33 oleh Gugunsuganta (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Ratumas Sina
Lahir1887
Kampung Pudak, Kesultanan Jambi
Meninggal1967 (umur 79–80)
Jambi
Dikenal atasPejuang kemerdekaan Indonesia dari Jambi
Orang tuaDatuk Raden Nonot (ayah)
Ratumas Milis (ibu)

Ratumas Sina (lahir di Kampung Pudak, Kesultanan Jambi, 1887 – meninggal di Jambi, 1967) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia dari Jambi.[1][2] Pada masa sebelum kemerdekaan, Ia turut mewarnai perjuangan kaum lelaki. Sejak ia menikah pada usia belasan tahun, pejuang perempuan yang masih belia ini mulai ikut berperang melawan Belanda bersama suaminya.[3][4]

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Ratumas Sina adalah seorang putri tunggal dari pernikahan Datuk Raden Nonot, dari Suku Kraton, dengan Ratumas Milis binti Pangeran Mat Jasir. Ratumas Sina adalah saudara sepupu Ratumas Zainab. Sejak bayi hingga kanak-kanak, ia dibesarkan dalam kawasan perkebunan di Paal VIII, belakang Kampung Pudak. Saat memasuki usia tigabelas tahun, Ratumas Sina dinikahkan dengan salah seorang cucu dari Pangeran Poespo dari kerabat Ibunya, Permas Kadipan yang menjadi raja di Merangin.

Perjuangan

[sunting | sunting sumber]

Suami Ratumas Sina adalah seorang pimpinan pasukan perang di bawah komando panglima perang Pangeran Haji Umar. Panglima perang Haji Umar ini bergerilya dan memukul Belanda di wilayah Merangin, Sarolangun, Bungo, Tebo, dan Kerinci. Panglima perang yang paling ditakuti Belanda ini adalah paman dari Ratumas Sina. Setelah menikah, Ratumas Sina juga mengangkat senjata bersama pasukan Haji Umar dan suaminya. Pasukan ini begitu mematikan, tidak hanya menerapkan strategi gerilya, tetapi juga menyerbu musuh pada malam hari.

Perlawanan Belanda

[sunting | sunting sumber]

Perlawanan Belanda berhasil menumbangkan suami Ratumas Sina. Belum genap satu tahun pernikahannya, pada 1902, suami Ratumas Sina gugur dalam sebuah serangan terhadap markas pasukan Belanda di Sungai Alai. Dalam serangan pasukan Pangeran Haji Umar tersebut, banyak serdadu Belanda berhasil dibunuh. Ratusan senjata serta amunisi (misiu) milik kolonial berhasil dirampas. Pimpinan pasukan Belanda di Sungai Alai marah besar terhadap Pangeran Haji Umar.

Jenazah suami Ratumas Sina diperlakukan dengan keji oleh pasukan Belanda. Kedua tangan mayat dibentangkan pada sebatang kayu dan dipaku. Lalu, kulit kepalanya dikelupas. Mayat yang sudah memprihatinkan itu kemudian diarak Belanda ke khalayak ramai. Sampai saat ini, tidak ada seorang pun yang mengetahui akhir dari nasib yang dialami jenazah suami Ratumas Sina dan letak pusara atau kuburnya.

Penyerangan balasan

[sunting | sunting sumber]

Perlakuan buruk dari Belanda terhadap suaminya membuat Ratumas Sina geram. Ia pun menggempur pertahanan Belanda di semua tempat, bersama pasukan Haji Umar. Setelah penyerangan di Sungai Alai, pasukan ini secara berkala terus melakukan serangan mendadak terhadap kedudukan-kedudukan penting serdadu Belanda, antara lain Ulu Tebo, Muaro Bungo sampai ke Merangin. Dalam setiap serangan gerilya dan malam hari, pasukan Belanda banyak yang terbunuh.

Ratumas Sina terus meningkatkan ilmu perang dan ilmu bela diri dengan Haji Umar, Pangeran Seman, dan Pangeran Diponegoro. Pada pengujung 1904, ketika Pangeran Haji Umar dan pasukan berada di sekitar pedalaman batas Muaro Bungo dan Merangin, tersiar kabar Depati parbo tertangkap dalam sebuah jebakan yang dirancang Belanda. Maka, pasukan Haji Umar bergerak ke arah Kerinci.

Sementara itu, Ratumas Sina dan pasukannya diminta menahan diri dan mundur dari daerah-daerah yang sudah dikuasai Belanda. Pasukan Ratumas Sina diperintahkan untuk mengurangi serangan gerilya terhadap kedudukan serdadu Belanda di sekitar Merangin dan Muaro Bungo.

Ratumas Sina hanya boleh menyerang apabila sudah dipastikan menang, karena kekuatan sudah terbagi. Sembari menunggu waktu terbaik untuk menyerang, Ratumas Sina melakukan perekrutan pasukan di Muarobungo dan Tanah Sepenggal. Dalam merekrut dan melatih perang pasukan baru, Ratumas Sina berada di persembunyian, yakni daerah antara Bungo dan Kerinci.

Ratumas Sina sebelumnya sempat tertangkap Belanda dan diasingkan ke Lumajang. Ia meninggal pada usia 80 tahun.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ratumas Sina, Perempuan Belia Asal Jambi yang Tak Gentar Melawan Belanda Pada kompas.com 11 November 2020. Diakses 6 Desember 2020
  2. ^ Mengenal Ratumas Sina, Srikandi Jambi yang Terlupakan Pada kemdikbud.go.id 3 Maret 2019
  3. ^ Ratumas Sina, Perempuan Belia Asal Jambi yang Tak Gentar Melawan Belanda Pada terbaiknews 11 November 2020. Diakses 6 Desember 2020
  4. ^ Ratumas Sina, Srikandi Jambi yang Terlupakan Pada metrojambi 29 Juli 2018. Diakses 6 Desember 2020