Lompat ke isi

Ibnu Khaldun

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Infobox orangIbnu Khaldun

Edit nilai pada Wikidata
Nama dalam bahasa asli(ar) عبد الرحمٰن بن مُحمَّد بن خلدون الحضرمي Edit nilai pada Wikidata
Biografi
Kelahiran27 Mei 1332 Edit nilai pada Wikidata
Tunis Edit nilai pada Wikidata
Kematian17 Maret 1406 Edit nilai pada Wikidata (73 tahun)
Kairo Edit nilai pada Wikidata
Hakim
Edit nilai pada Wikidata
Data pribadi
AgamaIslam Edit nilai pada Wikidata
PendidikanUniversitas Zaitunah Edit nilai pada Wikidata
Kegiatan
SpesialisasiEkonomi, sosiologi, filsafat, antropologi dan politikus Edit nilai pada Wikidata
Pekerjaanantropolog, ekonom, filsuf, politikus, penulis, sosiolog, Hakim, otobiografer, sejarawan, penyair Edit nilai pada Wikidata
Karya kreatif
Karya terkenal


Ibnu Khaldun, nama lengkap: Abu Zaid 'Abdurrahman bin Muhammad bin Khaldun al-Hadhrami (bahasa Arab: عبد الرحمن بن محمد بن خلدون الحضرمي) (27 Mei 1332 – 19 Maret 1406) adalah seorang sejarawan muslim dari Tunisia[1] dan sering disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi. Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan/Pengantar).

Lelaki yang lahir di Tunisia pada 1 Ramadan 732 H/27 Mei 1332 M ini dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Al-Qur'an sejak usia dini. Sebagai ahli politik Islam, ia pun dikenal sebagai bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis telah dikemukakannya jauh sebelum Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan-tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.

Riwayat hidup

Kehidupan Ibn Khaldun didokumentasikan dengan baik, saat dia menulis sebuah otobiografi (التعريف بابن خلدون ورحلته غربا وشرقا, at-Ta'rīf bi-ibn Khaldūn wa-Riḥlatih Gharban wa-Sharqan[2]) di mana banyak dokumen mengenai hidupnya dikutip kata per kata.

Abdurahman bin Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin bin Abdurahman bin Ibnu Khaldun, yang dikenal sebagai "Ibnu Khaldun", lahir di Tunisia pada tahun 1332 M (732 H) berasal dari keluarga Andalusia kelas atas keturunan Arab. Leluhur keluarga tersebut memiliki hubungan kekerabatan dengan Waíl ibn Hujr, seorang teman Nabi Muhammad. Keluarga Ibnu Khaldun memiliki banyak kantor di Andalusia, Spanyol, kemudian beremigrasi ke Tunisia setelah jatuhnya Sevilla ke Reconquista pada tahun 1248. Di bawah pemerintahan dinasti Hafsiyun beberapa keluarganya memegang jabatan politik. Namun, Ayah dan kakek Ibnu Khaldun menarik diri dari kehidupan politik dan bergabung dalam tatanan mistis. Saudaranya, Yahya Khaldun, juga seorang sejarawan yang menulis sebuah buku tentang dinasti Abdalwadid, dan ia dibunuh oleh saingannya yakni seorang ahli historiografi.[3]

Dalam otobiografinya, Ibnu Khaldun menelusuri keturunannya hingga masa Nabi Muhammad melalui suku Arab dari Yaman, khususnya Hadramaut yang datang ke Semenanjung Iberia pada abad ke-8 pada awal penaklukan Islam. Dengan kata-katanya sendiri: "Dan keturunan kita berasal dari Hadramaut, dari orang-orang Arab Yaman, melalui Wa'il ibn Hujr yang juga dikenal sebagai Hujr bin Adi, dari orang-orang Arab terbaik, terkenal dan dihormati." (Halaman 2429, edisi Al-Waraq). Namun, penulis biografi Mohammad Enan mempertanyakan klaim tersebut, dengan menunjukkan bahwa keluarganya adalah seorang Muladi yang berpura-pura berasal dari Arab untuk mendapatkan status sosial.[4] Enan juga menyebutkan tradisi masa lalu terdokumentasi dengan baik, mengenai kelompok-kelompok Berber tertentu, di mana mereka secara hati-hati "menambah" diri mereka menjadi beberapa keturunan Arab. Motif semacam ini adalah demi keinginan untuk meraih kekuasaan politik dan kemasyarakatan. Beberapa pihak berspekulasi tentang keluarga Khaldun ini. Di antaranya menjelaskan bahwa Ibnu Khaldun sendiri adalah produk dari keturunan Berber yang sama dengan mayoritas penduduk asli tempat kelahirannya. Sarjana Islam Muhammad Hozien berpendapat bahwa "Identitas palsu [Berber] akan berlaku namun pada saat nenek moyang Ibnu Khaldun meninggalkan Andalusia dan pindah ke Tunisia mereka tidak mengubah klaim mereka terhadap keturunan Arab. Bahkan di saat Berber berkuasa, Pemerintahan Al-Marabats dan al-Mowahid, dan Ibnu Khaldun tidak merebut kembali warisan Berber mereka". Penelusuran Ibu Khaldun dari silsilah dan nama keluarganya sendiri dianggap sebagai indikasi paling kuat dari keturunan Arab Yaman.

Pemikiran utama

Negara

Kepemimpinan negara

Ibnu Khaldun menemukan bahwa suatu negara maksimal dapat bertahan selama 120 tahun. Ia juga membagi masa berdirinya sebuah negara menjadi tiga periode. Periode pertama adalah periode perkembangan sebuah negara. Pada periode ini, umumnya negara dipimpin oleh pemimpin yang kuat, sabar dan piawai dalam mengatasi persoalan negara. Pada periode ini, diperoleh kemapanan suatu negara.[5]

Pada periode kedua, pemimpin negara hanya mewarisi kekuasaan dari para pemimpin sebelumnya. Karenanya, pemimpin-pemimpin baru tidak merasakan kesusahan dalam mendirikan sebuah negara. Kekuatan yang diperoleh oleh pemimpin baru merupakan warisan dari pemimpin lama. Pemimpin lama hanya menikmati kekuasaan yang diwariskan kepadanya.[5]

Pada periode ketiga, para pemimpin negara telah mendapatkan wilayah kekuasaan dalam negara. Mereka juga memperoleh harta dan jabatan penting di dalam negara. Para pemimpin negara pada periode ini cenderung memerintah dengan santai. Mereka hanya menikmati kenikmatan yang diperoleh dari jabatannya. Kondisi pemimpin negara pada periode ketiga merupakan yang paling umum menyebabkan sebuah negara berakhir.[5]

Pemerintahan negara

Ibnu Khaldun menemukan bahwa suatu negara memiliki lima tahap kondisi pemerintahan. Tahap pertama adalah tahap pendirian dan pertumbuhan negara. Para pendiri negara memiliki sifat fanatisme dalam perjuangan dan pertempuran dalam memperoleh kekuasaan. Pembagian kekuasaan di antara para pejuang ini dilakukan melalui kesepakatan bersama.[6]

Tahap kedua adalah tahap monopoli kekuasaan oleh para diktator. Para pemimpin saling berebut kekuasaan untuk dimiliki olehnya bersama dengan keturunannya. Dalam kekuasaan ini, para diktator berusaha memperoleh nama baik, keluasan kekuasaan dan jabatan penting dalam negara.[6]

Tahap ketiga adalah masa kekosongan dan ketenangan. Pada tahap ini, pemimpin negara hanya mengumpulkan hasil dari kekuasaannya. Tahap keempat merupakan tahap peniruan dan ketundukan kepada para pemimpin terdahulu. Pada masa ini muncul keyakinan bahwa tradisi dari pemimpin terdahulu merupakan suatu bentuk kebaikan. Tahap kelima adalah masa pemborosan dan pembentukan pertemanan yang buruk. Pada tahap ini, orang-orang yang gemar memberikan nasehat bijak akan diasingkan.[6]

Karya

Karya-karya lain Ibnu Khaldun yang bernilai sangat tinggi di antaranya, at-Ta’riif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya); Muqaddimah (pendahuluan atas kitabu al-’ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis); Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa al-Muta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).

Dr. Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di Universitas Aberdeen, Skotlandia dalam artikelnya “The Islamic Review & Arabic Affairs” pada tahun 1970-an mengomentari tentang karya-karya Ibnu Khaldun. Ia menyatakan, “Tulisan-tulisan sosial dan sejarah dari Ibnu Khaldun hanya satu-satunya dari tradisi intelektual yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama ahli-ahli sosiologi yang menulis karya-karyanya dalam bahasa Inggris.” Salah satu tulisan yang sangat menonjol dan populer adalah Muqaddimah (Pendahuluan) yang merupakan buku terpenting tentang ilmu sosial dan masih terus dikaji hingga saat ini.

Bahkan buku ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Di sini Ibnu Khaldun menganalisis apa yang disebut dengan ‘gejala-gejala sosial’ dengan metode-metodenya yang masuk akal yang dapat kita lihat bahwa ia menguasai dan memahami akan gejala-gejala sosial tersebut. Pada bab kedua dan ketiga, ia berbicara tentang gejala-gejala yang membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat modern dan bagaimana sistem pemerintahan dan urusan politik di masyarakat.

Bab kedua dan keempat berbicara tentang gejala-gejala yang berkaitan dengan cara berkumpulnya manusia serta menjelaskan pengaruh faktor-faktor dan lingkungan geografis terhadap gejala-gejala ini. Bab keempat dan kelima menerangkan tentang ekonomi dalam individu, bermasyarakat maupun negara. Sedangkan bab keenam berbicara tentang paedagogik, ilmu dan pengetahuan serta alat-alatnya. Sungguh mengagumkan sekali sebuah karya di abad ke-14 dengan lengkap menerangkan hal ihwal sosiologi, sejarah, ekonomi, ilmu dan pengetahuan. Ia telah menjelaskan bagaimana negara-negara terbentuk dan lenyap dengan teori sejarah.

Ibnu Khaldun sangat meyakini bahwa pada dasarnya negera-negara berdiri bergantung pada generasi pertama (pendiri negara) yang memiliki tekad dan kekuatan untuk mendirikan negara. Lalu, disusul oleh generasi kedua yang menikmati kestabilan dan kemakmuran yang ditinggalkan generasi pertama. Kemudian, akan datang generasi ketiga yang tumbuh menuju ketenangan, kesenangan, dan terbujuk oleh materi sehingga sedikit demi sedikit bangunan-bangunan spiritual melemah dan negara itu pun hancur, baik akibat kelemahan internal maupun karena serangan musuh-musuh yang kuat dari luar yang selalu mengawasi kelemahannya.

Karena pemikiran-pemikirannya yang brilian Ibnu Khaldun dipandang sebagai peletak dasar ilmu-ilmu sosial dan politik Islam. Dasar pendidikan Al-Qur'an yang diterapkan oleh ayahnya menjadikan Ibnu Khaldun mengerti tentang Islam, dan giat mencari ilmu selain ilmu-ilmu keislaman. Sebagai muslim dan penghafal (hafidz) Al-Qur'an, ia menjunjung tinggi kehebatan Al-Qur'an. Sebagaimana ia berkata, “Ketahuilah bahwa pendidikan Alquran termasuk syiar agama yang diterima oleh umat Islam di seluruh dunia Islam. Oleh karena itu pendidikan Alquran dapat meresap ke dalam hati dan memperkuat iman. Dan pengajaran Alquran pun patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-ilmu yang lain.”

Peninggalan

Gagasan Ibnu Khaldun menginspirasi hadirnya kurva Laffer

Ibnu Khaldun pertama kali menjadi perhatian dunia Barat pada tahun 1697, ketika sebuah biografi tentangnya muncul di Bibliothèque Orientale Barthélemy d'Herbelot de Molainville. Ibnu Khaldun mulai mendapatkan perhatian lebih pada tahun 1806, ketika Silvestre de Sacy's Chrestomathie Arabe memasukkan biografinya bersama dengan terjemahan bagian Muqaddimah sebagai Prolegomena.[7] Pada tahun 1816, de Sacy kembali menerbitkan sebuah biografi dengan deskripsi yang lebih rinci tentang Prolegomena. Rincian lebih lanjut tentang dan sebagian terjemahan Prolegomena muncul selama bertahun-tahun sampai edisi bahasa Arab yang lengkap diterbitkan pada tahun 1858. Sejak saat itu, karya Ibnu Khaldun telah dipelajari secara luas di dunia Barat dengan minat khusus.

  • Sejarawan Inggris Arnold J. Toynbee menyebut Muqaddimah sebagai "sebuah filosofi sejarah yang tidak diragukan lagi merupakan karya terbesar dari jenisnya yang pernah diciptakan oleh pikiran manapun kapanpun atau dimanapun."[8]
  • Filsuf Inggris Robert Flint menulis hal berikut tentang Ibn Khaldun: "Sebagai seorang ahli teori sejarah, dia sama sekali tidak setara dalam usia atau negara manapun sampai Vico muncul, lebih dari tiga ratus tahun kemudian. Plato, Aristoteles, dan Agustinus bukanlah teman sebayanya, dan semua yang lain tidak layak untuk disebutkan namanya bersamanya ".
  • Abderrahmane Lakhsassi menulis: "Tidak ada sejarawan Arab Maghrib terutama orang-orang Berber dapat melakukan sesuatu tanpa kontribusi historisnya."
  • Ahli antropologi filsuf Inggris Ernest Gellner mempertimbangkan definisi pemerintahan oleh Ibnu Khaldun sebagai "sebuah institusi yang mencegah ketidakadilan", sebagai yang terbaik dalam sejarah teori politik.[9]
  • Egon Orowan, yang menciptakan konsep socionomy, dipengaruhi oleh gagasan Ibnu Khaldun tentang evolusi masyarakat.[10]
  • Arthur Laffer, yang menamai kurva Laffer, mencatat bahwa, antara lain, beberapa gagasan Ibnu Khaldun menginspirasinya.[11]
  • Pada tahun 2004, Pusat Komunitas Tunisia meluncurkan Penghargaan Ibnu Khaldun yang pertama sebagai seorang berprestasi berpendidikan tinggi / berpendidikan Tunisia / Amerika yang karyanya mencerminkan gagasan Ibnu Khaldun tentang kekerabatan dan solidaritas. Penghargaan ini dinamai Ibn Khaldun karena dia diakui secara universal sebagai Bapak Sosiologi dan juga untuk konvergensi gagasannya dengan tujuan dan program organisasi.
  • Pada tahun 2006, Atlas Economic Research Foundation meluncurkan sebuah kontes esai tahunan untuk siswa yang diberi nama dalam kehormatan Ibnu Khaldun. Tema dari kontes ini adalah "bagaimana individu, think tank, universitas dan pengusaha dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk memungkinkan pasar bebas berkembang dan memperbaiki kehidupan warganya berdasarkan ajaran dan tradisi Islam."
  • Pada tahun 2006, Spanyol memperingati ulang tahun ke 600 kematian Ibnu Khaldun.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Zubair (2006-01). "Sejarah pemikiran Ekonomi Islam Ibn Khaldun". 
  2. ^ at-Taʻrīf bi-ibn Khaldūn wa-Riḥlatih Gharban wa-Sharqan. Cairo. 1951. 
  3. ^ "Lettre à Monsieur Garcin de Tassy". Journal asiatique, troisième série, tome XII, éd. Société asiatique. 1841. 
  4. ^ Abdullah Enan, Muhammed (1941). Ibn Khaldun: His Life and Works. 
  5. ^ a b c Zaghrut 2022, hlm. 19.
  6. ^ a b c Zaghrut 2022, hlm. 20.
  7. ^ Enan, Muhammed Abdullah (1941). Ibn Khaldun: His Life and Works. 
  8. ^ Encyclopædia Britannica, 15th ed. vol. 9. hlm. 148. 
  9. ^ Gellner, Ernest (1988). Plough, Sword and Book. hlm. 239. 
  10. ^ Orowan, Egon (1996). A Biographical Memoir by F.R.N. Nabarro and A. S. Argon. Washington, D.C: National Academies Press. 
  11. ^ Laffer, Arthur (2004). The Laffer Cruve, Past, Present and Future. Heritage Foundation. 

Daftar pustaka

  • Zaghrut, Fathi (April 2022). Artawijaya, ed. Tragedi-Tragedi Besar dalam Sejarah Islam. Diterjemahkan oleh Irham, Masturi. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-978-9.