Empedokles
Nama dalam bahasa asli | (grc) Ἐμπεδοκλῆς |
---|---|
Biografi | |
Kelahiran | k. 494 SM Acragas (en) |
Kematian | k. 434 SM (59/60 tahun) Etna, presumably (en) |
Penyebab kematian | Jatuh |
Kegiatan | |
Spesialisasi | Filsafat dan kedokteran |
Pekerjaan | dokter, penyair, penulis, filsuf, politikus |
Periode aktif | 477 SM – 432 SM |
Aliran | Pluralist school (en) dan Filsafat pra-Sokrates |
Murid dari | Anaxagoras, Parmenides, Herakleitos dan Pythagoras |
Murid | Gorgias |
Dipengaruhi oleh | |
Karya kreatif | |
Karya terkenal
| |
Keluarga | |
Ayah | Exainetos of Akragas (en) |
Kerabat | Empedokles of Akragas (en) (kakek dari pihak ayah) |
Empedokles adalah seorang filsuf dari mazhab pluralisme.[1][2][3] Tokoh lainnya dari mazhab ini adalah Anaxagoras.[1][2] Jika filsuf-filsuf Miletos mengajarkan bahwa terdapat satu prinsip dasar yang mempersatukan alam semesta, Empedokles berpendapat lain.[1] Menurut Empedokles, prinsip dasar itu tidaklah tunggal melainkan empat.[1] Ia dikenal sebagai seorang dokter, penyair, ahli pidato, dan politikus.[2]
Empedokles menulis dua karya dalam bentuk puisi.[2] Puisi pertama berjudul "Perihal Alam" (On Nature) dan yang kedua berjudul "Penyucian-Penyucian" (Purifications).[2][4] Kedua karya tersebut memiliki 5000 ayat, tetapi yang masih ada hingga kini tinggal 350 ayat dari karya pertama, dan 100 ayat dari karya kedua.[2] Para ahli tidak sepakat mengenai mana karangan yang lebih dahulu ditulis.[2]
Riwayat Hidup
[sunting | sunting sumber]Empedokles lahir di Agrigentum, pulau Sisilia, pada abad ke-5 SM (495-435 SM).[2][4][5] Ia berasal dari golongan bangsawan.[2][5] Empedokles dipengaruhi oleh aliran religius yang disebut orfisme, dan juga kaum Pythagorean.[2] Ada sumber lain yang mengatakan ia mengikuti ajaran Parmenides.[2] Pada usia yang tidak diketahui, ia dibuang dari kota asalnya namun tidak ada informasi mengenai pembuangannya itu.[2] Berdasarkan keterangan dari Aristoteles, Empedokles meninggal pada usia 60 tahun.[2] Menurut legenda, Empedokles meninggal dengan cara terjun ke kawah vulkano di gunung Etna.[4]
Pemikiran
[sunting | sunting sumber]Tentang Empat Anasir
[sunting | sunting sumber]Empedokles berpendapat bahwa prinsip yang mengatur alam semesta tidaklah tunggal melainkan terdiri dari empat anasir atau zat.[1][4][5] Memang dia belum memakai istilah anasir (stoikeia) yang sebenarnya baru digunakan oleh Plato, melainkan menggunakan istilah 'akar' (rizomata).[2][6] Empat anasir tersebut adalah air, tanah, api, dan udara.[1][2][3][4][5][6] Keempat anasir tersebut dapat dijumpai di seluruh alam semesta dan memiiki sifat-sifat yang saling berlawanan.[2] Api dikaitkan dengan yang panas dan udara dengan yang dingin, sedangkan tanah dikaitkan dengan yang kering dan air dikaitkan dengan yang basah.[2] Salah satu kemajuan yang dicapai melalui pemikiran Empedokles adalah ketika ia menemukan bahwa udara adalah anasir tersendiri.[1][2] Para filsuf sebelumnya, misalnya Anaximenes, masih mencampuradukkan udara dengan kabut.[1][2]
Empedokles berpendapat bahwa semua anasir memiliki kuantitas yang persis sama.[2] Anasir sendiri tidak berubah, sehingga, misalnya, tanah tidak dapat menjadi air.[2] Akan tetapi, semua benda yang ada di alam semesta terdiri dari keempat anasir tersebut, walaupun berbeda komposisinya.[2] Contohnya, Empedokles menyatakan tulang tersusun dari dua bagian tanah, dua bagian air, dan empat bagian api.[6] Suatu benda dapat berubah karena komposisi empat anasir tersebut diubah.[6]
Tentang Cinta dan Benci
[sunting | sunting sumber]Menurut Empedokles ada dua prinsip yang mengatur perubahan-perubahan di dalam alam semesta, dan kedua prinsip itu berlawanan satu sama lain.[2] Kedua prinsip tersebut adalah cinta (philotes) dan benci (neikos).[2][4][5] Cinta berfungsi menggabungkan anasir-anasir sedangkan benci berfungsi menceraikannya.[2][6] Keduanya dilukiskan sebagai cairan halus yang meresapi semua benda lain.[2] Atas dasar kedua prinsip tersebut, Empedokles menggolongkan kejadian-kejadian alam semesta di dalam empat zaman.[2] Zaman-zaman ini terus-menerus berputar; zaman pertama berlalu hingga zaman keempat lalu kembali lagi ke zaman pertama, dan seterusnya.[2][5][6] Zaman-zaman tersebut adalah:
- Zaman pertama.
- Di sini cinta dominan dan menguasai segala-galanya, alam semesta dibayangkan sebagai sebuah bola, di mana semua anasir tercampur dengan sempurna, dan benci dikesampingkan ke ujung.[2]
- Zaman kedua.
- Zaman ketiga.
- Apabila perceraian anasir-anasir selesai, mulai berlaku zaman ketiga, di mana benci menjadi dominan dan menguasai segala-galanya.[2] Keempat anasir yang sama sekali terlepas satu sama lain merupakan empat lapisan kosentris: tanah di dalam pusat dan api pada permukaan.[2] Cinta kini berada di ujung.[2]
- Zaman keempat.
Tentang pengenalan
[sunting | sunting sumber]Empedokles menerangkan pengenalan berdasarkan prinsip bahwa "yang sama akan mengenal yang sama".[2] Hal tersebut berarti bahwa unsur tanah di dalam diri kita mengenal tanah, sama seperti unsur air di dalam diri mengenal air, dan seterusnya.[2] Karena alasan ini, Empedokles berpendapat bahwa darah merupakan hal utama dari tubuh manusia, sebab darah dianggap sebagai campuran paling sempurna dari keempat anasir, terutama darah paling murni yang mengelilingi jantung.[2][6] Pemikiran Empedokles ini memberi pengaruh di dalam bidang biologi dan ilmu kedokteran selanjutnya.[2]
Tentang Penyucian
[sunting | sunting sumber]Karya "Penyucian" berbicara tentang perpindahan jiwa dan cara agar orang dapat luput dari perpindahan tersebut dengan menyucikan dirinya.[2][6] Di dalam karangan tersebut, Empedokles memperkenalkan diri sebagai daimon (semacam dewa) yang jatuh karena berdosa dan dihukum untuk menjalani sejumlah perpindahan jiwa selama tiga kali sepuluh ribu musim.[2] Jiwa-jiwa itu berpindah dari tumbuh-tumbuhan, kepada ikan-ikan, lalu kepada burung-burung, dan juga manusia.[2] Jikalau jiwa sudah disucikan, antara lain dengan berpantang makan daging hewan, maka ia dapat memperoleh status daimon kembali.[2] Pandangan tentang perpindahan jiwa ini tampaknya diadopsi dari mazhab Pythagorean.[6]
Pengaruh Empedokles
[sunting | sunting sumber]Pemikiran Empedokles tentang empat anasir kemudian akan diambil-alih oleh Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lainnya.[2] Karena kosmologi Aristoteles diterima umum sepanjang seluruh Abad Pertengahan, maka teori tentang empat anasir merupakan pandangan dunia sampai awal zaman modern.[2] Setelah itu pada abad ke-17, Robert Boyle membantah teori ini secara definitif dan dengan itu Boyle membuka jalan untuk kimia modern.[2]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ a b c d e f g h Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj ak al am an ao ap aq ar as at au av K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
- ^ a b (Inggris) Richard McKirahan. 2003. "Presocratic Philosophy". In The Blackwell Guide to Ancient Philosophy. Christopher Shields (Ed.). Malden: Blackwell Publishing.
- ^ a b c d e f (Inggris) Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press.
- ^ a b c d e f (Inggris) Jonathan Barnes. 2001. Early Greek Philosophy. London: Penguin.
- ^ a b c d e f g h i (Inggris) Daniel W. Graham. 1999. "Empedocles and Anaxagoras: Responses to Parmenides". In The Cambridge Companion to Early Philosophy. A.A. Long (Ed.). London: Cambridge University Press.
Lihat pula
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- Empedokles di Ensiklopedia Filsafat Online