Masabumi Hosono
Artikel ini sudah memiliki referensi, tetapi tidak disertai kutipan yang cukup. |
Masabumi Hosono (細野 正文 , Hosono Masabumi, 15 Oktober 1870 – 14 Maret 1939[1]) merupakan satu-satunya orang Jepang yang menaiki RMS Titanic. Dia meninggal pada tahun 1939.
Perjalanan
Tahun 1910, Departemen Perhubungan Jepang mengirim utusan resmi bernama Masabumi Hosono, 42 tahun ke Rusia untuk belajar dari negara tersebut tentang perkeretaapian. Hosono menyelesaikan tugas nya itu pada awal 1912, kemudian ia pulang dan berhenti di London, dalam perjalanan pulangnya dengan melintasi Atlantik dengan menggunakan kapal Titanic. Perlu dikatakan, bahwa perjalanannya tidak seperti yang direncanakan.
Pada tanggal 14 April jam 11:40, hanya empat hari setelah berlayar, Titanic menghantam gunung es, ketika ia sedang nyenyak tertidur, 25 atau 30 menit setelah tabrakan terdengar suara ketukan, kemudian Hosono segera keluar di kabin kelas dua, Ia kemudian Berhasil keluar mencapai dek paling atas, namun sebagai orang asing, ia diperintahkan untuk menggunakan dek yang lebih rendah, jauh dari perahu penyelamat. "Sementara tembakan isyarat darurat sedang ditembakan ke udara terus-menerus dan dengan warna biru berpendar dan suara yang cukup menakutkan. Saya tidak dapat menghilangkan rasa ketakutan dan kesedihan," tulis Hosono dalam suratnya.
"Saya mencoba untuk mempersiapkan diri untuk saat terakhir tanpa persiapan, membuat pikiran saya tidak meninggalkan sesuatu yang tercela seperti Jepang. Tetapi saya masih bisa mencari dan menunggu kesempatan untuk setiap kemungkinan untuk bisa bertahan hidup."
Tiga kali ia mencoba untuk naik sekoci penyelamat namun oleh petugas dilarang karena yang didahulukan adalah wanita dan anak-anak, Akhirnya kesempatan ketiga datang ketika petugas penurun sekoci berseru "hanya tinggal untuk dua orang!" Seorang pria melompat "Pemikiran saya tertuju pada istri dan anak-anak bahwa saya tidak akan lagi dapat melihat istri yang saya sangat cintai dan anak-anak, karena tidak ada alternatif lain bagi saya untuk berbagi dari takdir yang sama seperti Titanic. Tetapi apa yang dilakukan orang pertama yang melompat ke sekoci terakhir, membuat saya untuk mengambil kesempatan terakhir ini, ia kemudian melompat masuk ke dalam sekoci yang berisikan perempuan dan anak-anak."
"Setelah kapal tenggelam, kemudian muncul kembali, dengan orang-orang yang berjatuhan kedalam air sebelum akhirnya tenggelam. Sekoci kami juga di isi dengan isak tangis istri-istri, anak-anak, perempuan yang suaminya tidak terbawa dalam sekoci penyelamat, khawatir tentang keselamatan suami dan bapak mereka. Dan saya benar-benar tertekan dan sengsara karena itu, tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada diri saya dalam jangka panjang setelah ini."[2]
Kembali ke Jepang
Hosono dikecam di negaranya sendiri karena melakukan hal yang tidak ksatria tersebut ketika banyak orang lain meninggal dunia. Perdana Menteri Jepang saat itu kemudian memecat ia dalam pemerintahannya kemudian beberapa minggu kemudian memanggilnya kembali, namun citranya masih tetap tercoreng dan harian koran Jepang menjulukinya sebagai orang pengecut, buku yang mengutip masa hidup dia sebagai contoh tingkah laku yang memalukan dan seorang profesor etika menyebutnya orang tak bermoral. Bahkan publik Jepang saat itu menganjurkannya untuk melakukan harakiri untuk menyelamatkan mukanya.
Hosono tidak pernah melakukan bunuh diri, tetapi ia berharap dapat mengulanginya dan mati bersama Titanic. Ia tidak pernah membicarakan pengalamannya lagi, dan melarang apa pun yang menyebutkan tentang Titanic di rumahnya. Ia meninggal pada tahun 1939 sebagai seorang pria yang hancur dan dilupakan banyak orang.
Pasca kematian
Surat tersebut kemudian dipegang oleh istrinya, apa yang tertulis tersebut diyakini menjadi satu-satunya kisah hidup yang ditulis oleh penumpang Titanic sendiri, Surat tersebut kemudian disimpan dalam laci hingga tahun 1997, ketika film Titanic ditayangkan di Tokyo, masyarakat Jepang saat itu sangat antusias untuk menyaksikan film Titanic karena ada orang Jepang yang ikut dalam perjalanan Titanic, Masabumi Hosono, namun kali ini dengan lebih banyak simpati.
Lihat pula
Catatan kaki
Bibliografi
- (Inggris) Alston, Jon P.; Takei, Isao (2005). Japanese Business Culture And Practices: A Guide to Twenty-first Century Japanese Business. iUniverse. ISBN 9780595355471.
- (Inggris) Higgins, Andrew (13 December 1997). "A testament to the will to live". The Guardian.
- (Inggris) Mehl, Margaret D. (25 November 2003). "The Last of the Last". Diakses tanggal 13 April 2012.
- (Inggris) Pellegrino, Charles (2012). Farewell, Titanic: Her Final Legacy. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons. ISBN 978-0-470-87387-8.
- (Inggris) Stringer, Julian (1999). "The China Had Never Been Used!". Dalam Sandler, Kevin S.; Studlar, Gaylyn. Titanic: Anatomy of a Blockbuster. New Brunswick, NJ: Rutgers University Press. ISBN 9780813526690.
- (Inggris) Wormstedt, Bill; Fitch, Tad (2011). "An Account of the Saving of Those on Board". Dalam Halpern, Samuel. Report into the Loss of the SS Titanic: A Centennial Reappraisal. Stroud, UK: The History Press. ISBN 978-0-7524-6210-3.