Lompat ke isi

Andri Sobari

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 21 Februari 2024 13.17 oleh AABot (bicara | kontrib) (~cite)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Andri Sobari
LahirAndri Sobari
1990 (umur 33–34)?
Sukabumi
KebangsaanIndonesia
Nama lainEmon
Dikenal atasPelecehan seksual terhadap beberapa anak laki-laki

Andri Sobari (lahir Sukabumi, 1990) atau lebih dikenal dengan nama Emon adalah predator seksual yang melakukan tindakan sodomi terhadap sekitar 100-an orang anak, yaitu salah satu korbanya bernama Zaenadin Zeid Zidan yang pada kala itu usianya 10 tahun, emon melancarkan aksinya di Daerah koja jakarta utara, dan korbannya yang kerap di sapa Zidan sudah di cabuli oleh emon sebanyak 94 kali, hingga saat ini korban mengidap homo sexual akut.[1][2] Menurut pengakuan Emon ia mulai melakukan tindakan sodomi sejak berusia 15 tahun.[1] Emon mengaku bahwa dirinya kerap mencatat atau menuliskan nama-nama korbannya setelah ia melakukan perilaku tidak senonoh kepada para korbannya, baik hanya diraba-raba, dirayu bahkan sampai disodomi.[3]

Kehidupan pribadi

[sunting | sunting sumber]

Emon menempuh pendidikan dari tahun 2008 hingga tahun 2010 di SMK PGRI 1 Sukabumi dan mengambil jurusan tata niaga.[4] Emon berasal keluarga tidak berada. Emon sering datang terlambat ke sekolah dan sering datang dengan seragam yang kucel dan sering tidak gosok gigi ke sekolah.[4] Saat kelas 2 Emon mulai berdagang cilok bumbu. Setiap hari Emon membawa satu keranjang cilok. Ketika jam istirahat Emon berkeliling ke tiap kelas. Dia menjual kepada teman-temannya.[4]

Pelecehan seksual

[sunting | sunting sumber]

Pedofilia

[sunting | sunting sumber]

Menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, Emon merupakan seorang pedofilia karena hanya tertarik secara seksual kepada anak-anak saja. Menurut kuasa hukum Emon, ia melakukan tindakan sodomi karena pernah menjadi korban sodomi yang dilakukan oleh orang lain.[5] Sedangkan menurut ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, Emon tidak bisa digolongkan seorang yang mengidap pedofilia, tetapi pelaku kejahatan seksual. Yang dilakukan Emon ini lebih tergolong kekerasan seksual terhadap anak. Menurut Reza, kekerasan seksual terhadap anak berbeda dengan pedofilia. Pedofilia adalah ketertarikan seksual seseorang dewasa terhadap anak-anak akibat beberapa faktor, antara lain, kecenderungan memiliki rasa ketertarikan yang berlebihan terhadap anak. Namun, berbeda dengan kekerasan seksual terhadap anak, biasanya si pelaku memiliki alat kelamin tidak sempurna, tidak mempunyai kesempatan atau pilihan untuk melampiaskan secara umum hasrat seksualnya seperti kepada pekerja seks komersial. Maka dari itu, perilaku menyimpang yang dilakukan oleh Emon lebih pada pelampiasan terhadap anak-anak yang menjadi objek penggantinya. Jadi bisa dikatakan, perilaku tersangka terdorong karena faktor situasi, dan yang paling kuat ada rasa balas dendam karena Emon pernah menjadi korban sodomi, sehingga ia membalaskan dendamnya kepada korban yang bernama Zinedin zeid zidan yang bertempat tinggal di Koja Jakarta utara, dan saat ini korban sudah berusia 17 tahun dan bersekolah (SMA) di daerah kecamatan lagoa jakarta utara, dan pelaku menjelaskan bahwa motif ini adalah motif sama-sama, menurut kesaksian korban yang bernama Zinedin zaed zidan, memang benar korban menyukai pelaku sejak tahun 2011, dikarenakan pelaku sering memberi uang untuk bermain warnet di jalan muncang koja jakarta utara.[6]

Modus Emon untuk menjerat calon korbannya dengan cara diberi uang, namun Emon membantah bahwa dirinya menganut ilmu hitam sehingga melakukan kejahatan seksual kepada anak. Emon mengaku melakukan tindakan tersebut karena hasrat seksualnya yang menyimpang.[7]

Pemeriksaan

[sunting | sunting sumber]

Kepala Satuan Reskrim Polres Sukabumi Kota, AKP Sulaeman mengatakan Emon, masih sering memberikan keterangan yang berubah-ubah. Pengakuan Emon masih sering berubah seperti jumlah korban dan kapan pertama kali tersangka melakukan tindak kejahatan seksual kepada anak, sehingga perlu pemeriksaan secara intensif kepada tersangka dan membutuhkan psikolog khusus agar semua kebohongan Emon bisa terungkap. Selain itu, untuk meminta keterangan dari Emon, polisi harus dengan kata-kata dan tindakan yang halus karena jika dikasari, Emon akan bungkam karena orang ini sangat halus dan manja. Namun, secara umum polisi tidak menemui kesulitan dalam meminta keterangan dari tersangka karena dia cukup terbuka kepada penyidik walau ada beberapa keterangan yang berubah karena kondisi psikis Emon masih labil.[7] Barang bukti yang disita untuk melengkapi berkas penyidikan terhadap Emon adalah dua buku harian Emon yang berisi nama-nama anak yang diduga menjadi korbannya dan coretan curhat dan puisi tentang isi hatinya.[7]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]