Lompat ke isi

Sinaga

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sinaga
Aksara Batak
Nama margaSinaga
Silsilah
Jarak
generasi
dengan
Siraja Batak
1Si Raja Batak
2Guru Tatea Bulan
3Saribu Raja Guru Tatea Bulan
4Raja Lontung Saribu Raja
5Sinaga Saribu Raja
Nama lengkap
tokoh
Sinaga Siraja Lontung
Nama anak
  • 1. Raja Bonor Sinaga
  • 2. Ompu Ratus Sinaga
  • 3. Raja Hasagian Sinaga
Kekerabatan
Induk margaGuru Tatea Bulan
Persatuan
marga
Kerabat
marga
Toga Sinaga Siraja Lontung

Ompu Tuan Situmorang Siraja Lontung

Toga Pandiangan Siraja Lontung

Toga Nainggolan Siraja Lontung

Toga Simatupang Siraja Lontung

Toga Aritonang Siraja Lontung

Toga Siregar Siraja Lontung

Padan
Asal
SukuBatak Tapanuli
Etnis
Daerah asalTapanuli
Kawasan
dengan
populasi
signifikan
Indonesia

-->|induk=Guru Tatea Bulan|tugu=Urat II
2°28′18″N 98°49′26″E / 2.47167°N 98.82389°E / 2.47167; 98.82389}}

Sinaga (Surat Batak: ᯘᯪᯉᯎ; ᯙᯫᯉᯏ) adalah salah satu marga Batak Toba dan salah satu dari 4 marga utama Batak Simalungun.

BATAK TOBA

Kisah Kelahiran Sinaga

Sianjur Mula-Mula adalah kampung dari Saribu Raja, ayah dari si Raja Lontung dan kakek dari Toga Sinaga. Saribu Raja tinggal disana dengan ketiga saudara lelakinya yakni Limbong Mulana, Sagala Raja dan Silau Raja dengan kelima saudarinya yakin Boru Pareme, Boru Bidding Laut, Pungga Haumasan, Anting Haumasan, dan Nan Tinjo. Di dekat Sianjur Mula-mula itu ada tempat yang bernama Ulu Darat, dimana dipercaya saat itu sebagai hutan keramat. Mitologi pusuk buhit menyebutkan bahwa dibawah tempat itulah posisi kepala dari Naga Padoha berada, yang dalam legenda dianggap sebagai penjaga Banua Tonga (Bumi). Ekornya ada di laut setelah di benamkan oleh Boru Deak Parujar.

Setelah dewasa si Raja Lontung yang telah menikahi Boru Pareme tanpa sadar akhirnya juga diburu oleh saudara-saudaranya sendiri. Termasuk Raja Borbor, Limbong Mulana, Silau Raja dan Sagala Raja yang akhirnya membentuk sebuah persatuan yaitu Iborboron atau Naimarata. Tapi si Raja Lontung berhasil melarikan diri dan selamat di sebuah hutan di Ulu Darat. Di hutan inilah tempat persembunyian Si Raja Lontung dengan istrinya si Boru Pareme bersembunyi. Dalam pelarian atas saudara-saudaranya yang menginginkan darah Si Raja Lontung dan Boru Pareme yang sedang hamil tua. Raja Lontung dan si Boru Pareme bersembunyi di daerah kramat yang dipercaya tidak akan di masuki oleh saudara-saudaranya.

Dalam keadaan hamil tua akhirnya siboru Pareme melahirkan bayinya. Seorang bayi yang lahir di tempat yang dianggap sangat angker, tempat yang dianggap sebagai kepala tempat peristirahatan Naga Padoha. Dan kelahiran bayi itu dianggap sebagai anugrah luar biasa mengingat keramatnya tempat itu, sehingga Raja Lontung memberi nama anak yang baru lahir itu: SINAGA, karena lahir tepat diatas bagian kepala dari peristirahatan Naga Padoha penjaga Banua Tonga (Penjaga Bumi), dan kelahirannya sudah memecahnya Mitos keangkeran tempat dari Naga Padoha penjaga Banua Tonga.

Akhirnya ketahuanlah telah lahir bayi itu, bayi tak berdosa yang di beri nama: Sinaga, anak dari Siraja Lontung dengan Boru Pareme. Kelahirannya yang telah diketahui oleh Limbong Mulana, Sagala raja dan Silau Raja berencana membunuh Si Raja Lontung dan Anaknya Sinaga, dengan alasan untuk memenuhi hukum atas kelakuan Saribu Raja, Si Raja Lontung dan Boru Pareme, yang telah membuat aib besar dikalangan keturunan Guru Teteabulan.

Disinyalir ada kepentingan dari Limbong Mulana atas hak kesulungan dari Guru Teteabulan, meski pada akhirnya teori ini bisa digugurkan karena akhirnya semua keturunan Guru Teteabulan diluar Lontung. Bergabung dan mengangkat Putra kedua Saribu Raja yaitu Raja Borbor sebagai pewaris Utama dari Turunan Guru Teteabulan (Raja Ilontungan) yaitu dengan memberikan hak kesulungan pada keturunan Raja Borbor untuk mempimpin Klan Guru Teteabulan yang selanjutnya dikenal sebagai Nai Marata dan diwariskannya semua peninggalan Saribu Raja pada keturunan Raja Borbor.

Inilah awal mula tercetusnya tiga pemimpin tertinggi dalam struktur marga Batak yaitu Jonggi Manaor dari keturunan Guru Tatea Bulan melalui Raja Borbor, Limbong Mulana, Sagala Raja, dan Silau Raja. Palti Raja dari keturunan Guru Tatea Bulan melalui Raja Lontung dan Sisingamangaraja melalui keturunan Raja Isumbaon melalui Tuan Sorimangaraja.

Keluarga tadi terus bersembunyi paska kelahiran Sinaga, dan tepat sebulan setelah kelahiran Sinaga terdengar lah berita bahwa keluarganya akan datang untuk membunuh mereka lalu mereka meninggalkan daerah itu dan mengungsi jauh melawati Danau kearah Samosir Selatan. Itulah tempat itu diberikan nama Sabulan, karena hanya sebulanlah setelah Sinaga Lahir ditempat itu.

Dan menurut cerita yang didapat Malau -lah (putra Silau Raja) yang membantu pelarian Raja Lontung, Boru Pareme dan Sinaga.Itulah alasan utama terusirnya marga Malau dari Sianjur Mula-Mula dan mengapa tua-tua diantara kalangan Raja Lontung ada keinginan dan sebagian malah menempatkan turunan Silau Raja sebagai Hula-Hula dari semua keturunan Raja Lontung. Mengenang jasa dan beban yang ditanggung Malau ketika menyelamatkan Moyang keturunan Si Raja Lontung.

Dalam perjalanannya menyeberangi danau kearah Samosir tibalah dia disuatu tempat yang di kenal saat in sebagai Urat. Siraja Lontung menancapkan tongkatnya dan tumbuhlah pohon dari tongkat itu (dan selanjutnya tumbuh anak pohon itu, maka disebutlah tempat itu sekarang sebagai Hariara Maranak). Merasa bahwa tempat itu adalah tempat yang terbaik baginya dan keturunanya menetaplah Si Raja Lontung di tempat itu.

Dan Situmorang, Pandiangan, Naingolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar dan Putrinya: Si Boru Amak Pandan atau Si Boru Panggabean (Yang dipersunting oleh Sihombing dan Simamora) lahir di Hariara Maranak – Urat tersebut.



Silsilah atau Tarombo Sinaga

Dalam masyarakat Batak Toba, marga Sinaga merupakan salah satu marga tertua. Sinaga merupakan salah satu keturunan Si Raja Lontung dengan Si Boru Pareme. Sinaga memiliki satu anak perempuan, tiga orang anak laki-laki, dan tiga orang cucu laki-laki yaitu:

Raja Bonor atau Sinaga Bonor

  1. Raja Pande
  2. Raja Tiang Ditonga
  3. Raja Suhut Nihuta

Raja Ompu Ratus atau Sinaga Ratus

  1. Raja Ratus Magodang
  2. Raja Sitinggi
  3. Raja Siong

Raja Hasagian atau Sinaga Uruk

  1. Raja Guru Hatahutan
  2. Raja Barita Raja
  3. Raja Datu Hurung

Boru Sinaeng Naga (anak perempuan)

Terdapat perdebatan di internal marga Sinaga, apakah toga Sinaga memiliki Boru atau anak perempuan. Tapi di Tugu Toga Sinaga terbaru di Urat Samosir dalam bagan silsilah disana Toga Sinaga memiliki seorang Boru atau anak perempuan yang bernama Boru Sinaeng Naga.



Gelar atau Penyebutan

Berdasarkan silsilah tersebut, dalam masyarakat Batak Toba, marga Sinaga dinamai "si tolu ompu, si sia ama " (artinya tiga kakek, sembilan bapak).

Tiga kakek atau tolu ompu adalah

1. Ompu Sinaga Bonor

2. Ompu Sinaga Ratus

3. Ompu Sinaga Uruk.


Sedangkan sembilan bapak atau sia ama merupakan jumlah masing-masing anak dari ketiganya yg berjumlah sembilan,

(Sinaga Bonor)

1. Ama Bonor Pande

2. Ama Bonor Tiang ni Tonga

3. Ama Bonor Suhut ni Huta,

(Sinaga Ompu Ratus)

4. Ama Ratus Nagodang

5. Ama Ratus Sitinggi

6. Ama Ratus Siongko

(Sinaga Uruk)

7. Ama Uruk Guru Hatahutan

8. Ama Uruk Barita Raja

9. Ama Uruk Datu Hurung



Migrasi atau Penyebaran

Raja Bonor

Raja Bonor memiliki tiga orang anak yaitu Raja Pande, Raja Tiang ni Tonga dan Raja Suhut ni Huta. Raja Pande memiliki 7 orang anak yaitu, Ompu Palti Raja di Urat, Ompu Raja Oloan, Ompu Raja Nabue di Palipi, Ompu Raja Bona di Sirait, Paralo Angin di Sabulan dan Panungkun Langit di Tanah Minangkabau. Sebagai penerus dari klan Lontung, maka Ompu Palti Raja I kemudian diangkat sebagai pemimpin tertinggi dari klan Lontung.

Di Aceh (Alas, Kluet/Singkil dan Gayo) terdapat marga Sinago yang menurut sebagian orang merupakan keturunan dari Sinaga Ompu Palti Raja yg merantau kesana dari keturunan Sinaga Bonor Pande. Hal ini disebabkan karena jasad dan keberadaan dari Ompu Palti Raja I sampai X tidak diketahui keberadaannya hingga saat ini. Karena sebelum turun takhta, Ompu Palti Raja pergi merantau jauh dan tidak pernah kembali.

Di Minangkabau terdapat suku atau marga Chaniago yg menurut versi Batak Toba merupakan keturunan Panungkun Langit yang merupakan keturunan dari Sinaga Bonor Pande. Di Parapat dan sebagian Simalungun, keturunan Sinaga Bonor dikelompokkan menjadi tiga

1. Keturunan Sinaga Bonor Pande yang dinamakan juga Porti.

2. Keturunan Sinaga Bonor Tiang Ni Tonga juga dinamakan Sidahapitu.

3. Keturunan Sinaga Bonor Suhut Ni Huta dinamakan juga Sangkal Horbo.

Diantara Keturunan Sinaga Bonor lainnya, keturunan Bonor Suhut ni Huta lah yang paling banyak tersebar di Parapat dan Kawasan Simalungun pada umumnya. Raja Bonor Suhut Ni Huta Sinaga mempunyai 4 orang anak yaitu: Nasumandar, Nahumutur, Sibaliot dan Sorak Maunok.

Sorak maunok mempunyai seorang anak yg bernama Suhut maraja. Suhut maraja menikah dengan Boru Sihotang dan mempunyai dua orang anak yaitu Sidasuhut dan Sidalogan.

Raja Ompu Ratus

Ompu Ratus juga memiliki tiga orang anak yaitu Ratus Nagodang, Si tinggi dan Si Ongko. Mayoritas keturunan Ompu Ratus menyebar di Samosir dan sekitarnya.

Raja Hasagian

Raja Hasagian atau Sinaga Uruk seperti kedua abangnya juga memiliki tiga orang anak yaitu Guru Hatahutan, Barita Raja dan Datu Hurung. Menurut versi Batak Toba, di Samosir dan Pakpak Dairi terdapat marga turunan dari Marga Sinaga dari Raja Datu Hurung yaitu Simanjorang, Simaibang, dan Simandalahi. Marga Parangin-angin di Karo dan Marga Berutu di Pakpak dan Dairi dikabarkan juga merupakan keturunan dari Sinaga uruk atau Raja Hasagian melalui anak terakhirnya yaitu RAJA DATU HURUNG. Berikut merupakan silsilah keturunannya.

RAJA DATU HURUNG (anak ketiga dari Raja Hasagian atau Sinaga Uruk) setelah dewasa mempunyai 5 putra yaitu: Ginjang Namora, DATU UPAR, Datu Jonggar, Sitot ni Gaja dan Janji Matogu.

DATU UPAR (anak kedua dari Raja Datu Hurung) setelah dewasa mempunyai 3 putra yaitu: JORANG RAJA, Babiat Sosunggolon dan Jobit Mangaraja

JORANGRAJA (anak pertama dari Datu Upar) setelah dewasa mempunyai 5 putra yg mendirikan marga sendiri yaitu:

1. SIMANJORANG

2. SIMAIBANG

3. SIMANDALAHI

4. Parangin-angin

5. Berutu

Namun terkhusus parangin-angin dan berutu masih dalam perdebatan dan perlu penelitian lebih lanjut. Apakah parangin-angin dan Berutu merupakan keturunan Toga Sinaga atau tidak. Versi lainnya juga mengatakan bahwa Simanjorang, Simaibang dan Simandalahi merupakan turunan dari Sinaga Bonor Suhut ni Huta. Versi ini dipercaya di sebagian Parapat terutama di Girsang I dan Beberapa Kawasan di Simalungun.

BATAK SIMALUNGUN

Dalam masyarakat Batak Simalungun, marga Sinaga merupakan salah satu dari empat marga asli Batak Simalungun pada saat terjadi harungguan bolon (artinya, musyawarah akbar) antara Raja Nagur, Raja Banua Sobou, Raja Banua Purba, dan Raja Saniang Naga. Musyawarah ini bertujuan untuk mengikat janji agar keempat penguasa tersebut tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (dalam bahasa Simalungun: Marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munsuh).

Keturunan dari Raja Saniang Naga adalah marga Sinaga yang menjadi penguasa Kerajaan Batangiou di Asahan. Menurut Taralamsyah Saragih Garingging, pada saat Kerajaan Majapahit melakukan ekspansi ke Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin oleh Panglima Bungkuk melarikan diri ke Kerajaan Batangiou dan mengaku diri sebagai marga Sinaga. Ia berhasil mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang Sinaga dari Kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (sibijaon). Keturunannya menjadi marga Sinaga Dadihoyong, yang kemudian hari menjadi penguasa Kerajaan Tanoh Jawa menggantikan Kerajaan Batangiou.[1]

Sedangkan menurut Tuan Gindo Sinaga, salah satu keturunan Tuan Jorlang Hataran, beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Jawa menghubungkan asal usul mereka dengan daerah Naga Land (tanah naga) di India Timur, yang berbatasan dengan Myanmar. Dugaan mereka diperkuat dengan beberapa kesamaan adat kebiasaan, postur wajah, dan anatomi tubuh.[2]

Berikut marga Sinaga dari Simalungun :

  • Dadihoyong
  • Sidasuhut
  • Porti
  • Sidabariba
  • Sidoulogan
  • Simaibang
  • Simandalahi
  • Simanjorang
  • Urug
  • Sidahanpintu
  • Bonor

Organisasi Marga Sinaga yaitu PPTSB (Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru), PPTSB dibentuk sejak tahun 1940 di Medan. Perkumpulan Sinaga terinspirasi dari perkumpulan Si Raja Lontung yang ada di Medan pada Tahun 1938, yakni Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Nainggolan, Simatupang, Aritonang dan Siregar, beserta Boru yaitu Sihombing-Simamora.

Pengurus pada waktu itu adalah St. Christian Radjagoekgoek sebagai Ketua dan dibantu oleh Herman Sinaga dan Monis Levi Sinaga. Pada tahun 1940, timbul keinginan marga Sinaga untuk membentuk kesatuan tersendiri.

Untuk maksud itu dibentuklah Panitia untuk mencari/mengumpulkan anggota yakni: Ketua: Ranatus Sinaga (Peg. OGEM). Sekretaris: Djongok Manase Sinaga (Peg. Dunlop). Anggota: Monis Levi Sinaga (Polisi/Reserse), Simon Sinaga, Boengaran Sinaga (Peg. Percetakan Sinar Deli Courant), Herman Sinaga (Peg. Contabiliteit / KPN).

Setelah anggota terkumpul diadakan Rapat Anggota (setelah mendapat izin dari Pemerintah Hindia Belanda cq. PID melalui M. Levi Sinaga, waktu itu harus demikian). Rapat diadakan pada tanggal 15 Desember 1940, bertempat di Gedung Chrestelijke Batak School (CBS) di Jl. Sei Kera, Medan dan terbentuk lah PPTSB (Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Boru Bere Ibebere).

VISI: Menjadi Perkumpulan Marga yang menjunjung adat Batak, Menjalin Persatuan dan mewujudkan Marga Sinaga yang Adil dan Makmur.


MISI:

1. Mempersatukan seluruh marga Sinaga dan borunya yang berada di wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya dalam sebuah wadah PPTSB.

2. Ikut berperan-serta mendukung pemerintah dan terlibat dalam mewujudkan masyarakat yang adil, Makmur dan sejahtera.

3. Melaksanakan, menerapkan dan menjunjung tinggi adat-istiadat sesuai filosofi Batak dalam setiap kehidupan sehari-hari termasuk dalam acara suka maupun duka.

4. Melaksanakan kegiatan sosial, tanggap dalam masalah yang dihadapi oleh setiap anggota PPTSB dan berperan aktif dalam membantu setiap anggota.

Pomparan Toga Sinaga mempunyai sebuah tugu yang terletak di Huta Sinaga Uruk Negeri Urat Samosir yaitu perkampungan pertama Toga Sinaga. Pembangunan tugu dilakukan pada tahun 1966.

Sedangkan pembangunan Tugu dimulai sejak tahun 1966 s.d 1970 yang kemudian diresmikan pada tanggal 7-14 juni 1970 di Desa Urat, Pulau Samosir Sumatera Utara. Berikut adalah arti dari bentuk dan kelengkapan Tugu :

1. Tinggi Tunggu adalah “17 meter”, yang melambangkan “Generasi (sundut ke 17″, yang artinya bahwa jumlah generasi (sundut) Marga Sinaga pada saat penetapan rencana pembangunan Tugu Toga Sinaga pada tahun 1966 adalah generasi ke -17.

2. Batang Tugu berbentuk “Segitiga Sama Kaki”, yang melambangkan “Toga Sinaga Sitolu Ompu“ yaitu : - Sinaga Bonor - Sinaga Ratus - Sinaga Uruk

3. Anak tangga sebanyak “9 (sembilan) anak tangga yang melambangkan “Toga Sinaga Sisia Ama” yaitu: - Sinaga Bonor Pande - Sinaga Bonor Tiang Ditonga - Sinaga Bonor Suhut NI Huta - Sinaga Ratus Nagodang - Sinaga Ratus Sitinggi - Sinaga Ratus Siongko - Sinaga Uruk Hatahutan - Sinaga Uruk Barita Raja - Sinaga Uruk Datu Hurung

4. Miniatur Rumah Adat Bangunan miniatur Rumah Adat yang terletak di pelataran sebelah kanan dari Tugu, melambangkan Jabu Parsantian (Rumah Pusaka).

5. Bangunan miniatur rumah Sopo yang terletak di pelataran sebelah kiri dari Tugu, melambangkan Rumah Penyimpanan Padi dan Barang-barang Pusaka.

6. Miniatur Pohon Kayu Ara (Hariara Manarak) yang terbuat dari besi dan berada dipelataran Tugu, yang melambangkan “Kesuburuan/Pertumbuhan” keturunan Toga Sinaga (hagabeon).

7. Miniatur Hatian (Timbangan) yang terletak di ujung atas dari Tugu, yang melambangkan sifat “Keadilan” yang merupakan cerminan (gambaran) sifat dari Ompu Palti Raja Sinaga ke-12 yang selama hidupnya berprilaku dan bertindak adil, jujur dan tulus, Hatian (timbangan) dan kelima julukan dari Ompu Palti Raja Sinaga ke-12 menggambarkan seruan kepada seluruh keturunan Toga sinaga agar dalam kehidupannya berprilaku dan bertindak secara adil, jujur dan tulus dengan semangat kuat dan tangguh. Ompu Palti Raja Sinaga ke-12 diberi julukan, sebagai berikut:

-Ompu Palti Raja

-Ompu Palti Pandapotan

-Par Niggala Sibola Tali

-ParHatian Sora Monggal

-Par Parik Sinomba ni Gajah, naso tarangkat manuk sabungan.

8. Kaca Cermin yang terletak di Ujung Tugu pada ketiga sisinya, yang melambangkan “Intropeksi Diri”, yaitu bahwa Marga Sinaga dalam setiap berpikir, berbicara, bertindak dan mernecanakan segala sesuatu harus “penuh ketelitian” agar tidak terdapat kesalahan.

Tokoh

Beberapa tokoh yang bermarga Sinaga, di antaranya adalah:

Referensi

  1. ^ J. Tideman , Simeloengoen, Het Land der Timoer-Bataks in Zijn Vroegere Isolatie En Zijn Ontwikkeling tot een Deel Van Het Cultuurgebied van de Oostkust van Sumatra, 1922
  2. ^ Pdt Juandaha Raya P. Dasuha, STh, SIB (Perekat Identitas Sosial Budaya Simalungun) 22/10/2006