Lompat ke isi

Ki Ageng Rendeng

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Ki Ageng Rendeng adalah salah satu mursyid washithah thoriqoh tarekat syattariyah di Pulau Jawa. Selain karena kealiman beliau dalam beragama, Ki ageng rendeng adalah salah satu dari banyak ulama Jawa yang menjadi pengikut Pangeran Diponegoro dalam geriliya melawan belanda.

Sejarah

  • Nama

Ki Ageng rendeng bukanlah nama asli melainkan nama gelar. Secara bahasa Ki Ageng adalah gelar pemimpin pada zaman dahulu, yang biasanya digunakan oleh tokoh pendiri suatu daerah tertentu atau tokoh dengan kesaktian yang legendaris dalam cerita tutur rakyat. Gelar ini digunakan pada masa awal masuknya agama islam di pulau jawa, yaitu kira-kira semenjak keruntuhan kerajaan Majapahit hingga awal berdirinya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Sedangkan Rendeng menurut bahasa jawa adalah mongso udan atau musim hujan. Menurut masyarakat sekitar seperti Desa Kincang Wetan dan Sukolilo, Jiwan, Madiun, mashurnya nama Ki Ageng Rendeng dikarenakan beliau mempunyai karomah dari Alloh untuk mendatangkan hujan di musim kemarau.[1] Sejak itulah Nama Ki Ageng Rendeng mashur dan dikenal dimasyarakat.[2]

  • Pelarian dari Mataram

Mataram merupakan Kerajaan bercorak islam yang lumayan besar. Akan tetapi mataram terpecah menjadi dua menjadi Surakarta dan Yogyakarta setelah adanya Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755 yang didalangi oleh Belanda. Mengenai asal usul Ki ageng rendeng, dalam suatu riwayat, beliau merupakan salah satu pengikut dari Pangeran Diponegoro yang terlibat dalam perang jawa (De Java Oorlog) melawan pasukan tentara Belanda pada tahun 1825 sampai tahun 1830 Masehi. Setelah milisi pasukan pro Pangeran Diponegoro kalah dan Pangeran Diponegoro ditangkap oleh Belanda, akhirnya ki Ageng Rendeng berusaha untuk menghindari Belanda serta menjauh dari pusat kerajaan Mataram ( surakarta dan jogjakarta) menuju daerah Mancanegara Timur (masuk wilayah ngayogjakarta hadiningrat sebelum diganti oleh belanda menjadi residen pasca perang jawa). Hal tersebut diprediksi karena daerah mancanegara timur adalah basis yang setia dan antipati terhadap Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Begitupun setelah berpindah, tidak serta merta beliau menggunakan nama asli agar tidak diketahui oleh pihak Belanda maupun dari pihak kerajaan.

Ki Nantang adalah tokoh yang menyerang pertahanan Belanda di daerah Sidowayah, Ngawi. Seusai memporakporandakan Belanda yang barusaja membuat bendoronya hilang, Ki Nantang Yudo beserta prajurit kembali ke Maospati untuk pulang. Saat perjalanan pulang melewati kalisat sebelah timur terminal Maospati, kaki kuda yang di naikinya terantuk batu dan jatuh ke jurang bersamanya. Ki Nantang Yudo meninggal dunia dan di makamkan di Jalan Raya jurusan Madiun dan terminal Maospati[3]

Sama seperti ki ageng rendeng, Ki Nantang Yudho merupakan seorang pendatang yang dari daerah lain. Tersebutlah riwayat bahwa ki Nantang Yudo adalah utusan dari krajaan Pajajaran yang telah ambruk karena berpuluh puluh tahun terlibat konflik dengan dengan kesultanan cirebon. Ditugaskanlah KI Nantang yudo untuk mencari keberadaan Ki Ageng Rendeng (Disinyalir bahwa Kiageng Rendeng mempunyai darah Keturunan Kian santang, masih dalam perdebatan sumber sejearah). Perintah dari Pajajaran yang diberikan kepada ki Nantang Yudho yaitu ketika Ki Nantang Yudho sudah bertemu Ki Ageng Rendeng, beliau ditugaskan mengajak ki Ageng Rendeng Sowan ke Pajajaran. Sebaliknya kalau tidak berhasil menemukan Ki Ageng Rendeng, beliau tidak diperbolehkan balik ke Pajajaran.(sumber sangat le

Setelah sekian lama mencari, Ki Nantang Yudho nyaris bertemu Ki Ageng Rendeng dalam jarak yang agak jauh. Kedua orang ini ternyata saling tahu dan mengerti situasi tersebut sekaligus faham tentang tugas yang diemban masing-masing. Ki Ageng Rendeng kemudian memberi tahu kepada ki Nantang Yudo agar tidak mendekat pada Ki Ageng rendeng dalam artian kalau mendekat dan bertemu, maka keduanya harus pulang ke Pajajaran agar Ki Ageng bisa menghidupkan kembali kerajaan Pajajaran dan bergelar menjadi raja. Akhirnya keduanya sepakat tidak jadi mendekat dan melakukan pertemuan. Mereka juga sepakat untuk tidak kembali ke tanah Pajajaran. Ki ageng Rendeng kemudian tetap melanjutkan dakwah, sementara ki Nantang Yudo, menetap di Magetan untuk mengabdi di Kraton Maospati dibawah Raden Tumenggung Yudhoprawiro.

Lokasi situs makam

Ki Ageng Rendeng dimakamkan di dusun 5 Kincang Kulon Sukolilo, Jiwan, Madiun, lokasi makamnya berada agak dekat di belakang kolam renang kosala tirta dan Taman Ria Lanud Iswahyudi yang kurang lebih berada 7 KM dari Alun-Alun Kota Madiun menuju arah Barat. Area makam dan sekitarnya merupakan tanah negara yang dimiliki Oleh Tentara Nasional Indonesia dibawah Lanud Iswahyudi, akan tetapi secara administrasi berada dibawah Desa Sukolilo kecamatan Jiwan kabupaten Madiun.

Silsilah

Dari Prabu Brawijaya -V (Bre Kertabumi)

  • Prabu Brawijaya -V
  • Pangeran Haryo Adipati Damar jaka dillah/ Arya Damar
  • Adipati Pacat Tondo, Tarung, Majapahit (Raden Kusen)
  • Adipati Terung II, Aryo Terung
  • Adipati cinde amoh, Jatisobo,
  • Pangeran Baratketigo, Pedan, Solo
  • Ki Ageng Jepara I
  • Ki Ageng Jepara II
  • Ki Ageng Sekarpetak, Bang Lampir, Boyolali
  • Ki Ageng Meguwo, Kepuhgunung, Gorang-Gareng
  • Ki Ageng Sepetaking/Syeikh Sabad Kingking (Abdurrahman)
  • Ki Ageng Rendeng Kincang
  1. ^ "Sejarah". Ki Ageng Rendeng. 2019-01-28. Diakses tanggal 2024-04-05. 
  2. ^ Kompasiana.com (2021-07-24). "Pemberian Papan Nama Lokasi di Makam Ki Ageng Rendeng Desa Kincang Wetan, Madiun oleh Mahasiswa KKN UM 2021". KOMPASIANA. Diakses tanggal 2024-04-05. 
  3. ^ pariwisatamagetan (2016-05-23). "Makam Ki Nantang Yudo". Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Magetan. Diakses tanggal 2024-04-05.