Lompat ke isi

Adat Minangkabau

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 September 2009 08.34 oleh Adyan (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi 'Adat Minangkabau adalah peraturan dan undang-undang yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, terutama yang bertempat tinggal di ...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Adat Minangkabau adalah peraturan dan undang-undang yang berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, terutama yang bertempat tinggal di Ranah Minang atau Sumatra Barat. Dalam batas tertentu, Adat Minangkabau juga dipakai dan berlaku bagi masyarakat Minang yang berada di perantauan di luar wilayah Minangkabau.

Adat adalah landasan bagi kekuasaan para Raja dan Penghulu, dan dipakai dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Semua peraturan hukum dan perundang-undangan disebut Adat, dan landasannya adalah tradisi yang diwarisi secara turun-temurun serta syariat Islam yang sudah dianut oleh masyarakat Minangkabau.

Seorang Raja atau Penghulu memegang kekuasaan karena keturunan, dan kekuasaan itu menjadi sah karena didukung oleh para ulama yang memegang otoritas agama dalam masyarakat. Dari ide ini muncul adagium Adat basandi syarak; Syarak basandi Kitabullah.

Sesudah kedatangan kolonialis Eropa, wilayah hukum Adat dibatasi hanya pada pengaturan jabatan Penghulu, kekuasaan atas Tanah Ulayat, peraturan waris, perkawinan, dan adat istiadat saja. Kekuasaan hukum, keamanan dan teritorial diambil alih oleh pemerintah kolonial.

Keadaan ini berlanjut sampai pada zaman kemerdekaan.

Setelah berlakunya Undang-undang Otonomi Daerah tahun 2000 dan gerakan Kembali ka Nagari, Adat Minang mendapat tempat yang lebih baik dan dimasukkan sebagai salah satu dasar pemerintahan Nagari, Pemerintahan Daerah Kabupaten, dan Pemerintahan Daerah Provinsi, sesudah UUD 1945 .

Di bawah ini adalah ikhtisar Adat Minang, sering disebut Undang nan Empat, sebagaimana dipahami dan hidup dalam masyarkat Minangkabau.

Undang nan Empat

Adat Minangkabau sebagai peraturan dapat diringkas dalam sistematika yang disebut Undang nan Emapat yaitu:

  1. Undang-undang Luhak dan Rantau
  2. Undang-undang Nagari
  3. Undang-undang dalam Nagari
  4. Undang-undang nan Duapuluh


Undang-undang Luhak dan Rantau

Bunyi undang-undang ini adalah sebagai berikut:

Luhak bapangulu
Rantau barajo
Bajalan samo indak tasundak
Malenggang samo indak tapampeh

Masyarakat Minangkabau meyakini adanya kesatuan genealogis semua Nagari-nagari dalam wilayah Minangkabau dan juga kesatuan genealogis penduduknya. Karena itu Adat Minang sebagai produk budaya adalah satu kesatuan juga. Nenek moyang orang Minangkabau diyakini turun dari puncak gunung Merapi, dan Nagari tertua di Minangkabau adalah nagari Pariangan di Kabupaten Tanah Datar sekarang.

Orang-orang yang satu keturunan menurut garis keturunan Ibu berkelompok membentuk sebuah suku, dan dipimpin oleh seorang laki-laki yang disebut Penghulu.

Aturan ini berlaku di wilayah Minangkabau yang lebih dahulu berkembang, yaitu di Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Limapuluh Koto.

Dalam perkembangannya, di daerah Rantau, meskipun terdapat juga suku-suku dan Penghulu, tiap-tiap Rantau dipimpin oleh seorang Raja yang biasanya berasal dari daerah Luhak juga, atau mendapat mandat dari Raja Pagaruyung.

Undang-undang Nagari

Nagari bakaampek suku
Dalam suku babuah paruik
Basawah baladang
Babalai bamusajik
Balabuah batapian

Undang-undang Nagari berisi aturan dasar dan syarat-syarat berdirinya sebuah Nagari, yaitu syarat-syarat yang menunjukkan kemampuan penduduk beberapa kampung untuk mendirikan suatu susunan masyarakat yang lebih teratur. Syarat-syarat ini meliputi kemampuan ekonomi, prasarana dan jumlah penduduk atau suku.

Disyaratkan paling kurang ada empat suku yang akan bergabung dalam Nagari dan masing-masing suku itu harus cukup besar -- dikatakan terdiri dari beberapa paruik atau kelompok yang satu keturunan dari seorang nenek. Para Penghulu keempat suku itu secara kolektif menjadi Pimpinan Nagari. Perkawinan hanya berlaku secara eksogami, yaitu antara warga suku yang berlainan.

Harta benda tidak bergerak seperti sawah ladang dan rumah dimiliki secara bersama-sama oleh kaum perempuan dalam suatu suku, dan menjadi pusaka yang dimiliki secara turun temurun menurut garis keurunan ibu. Laki-laki mengawasi dan mendayagunakan harta benda. Semua warga suku dapat mengambil manfaat dari harta benda.

Selain prasarana ekonomi seperti sawah dan ladang, jalan-jalan dan sarana kebersihan, Nagari juga harus mampu mendirikan sebuah Masjid unutuk tempat ibadah dan sebuah Balairung tempat para Penghulu bersidang.

Undang-undang dalam Nagari

Barek samo dipikue, ringan samo dijinjing
Saciok bak ayam, sadanciang bak basi,
Sakik basilau, mati bajanguak
Salah batimbang, hutang babayie

Undang-undang dalam Nagari mengatur tata hubungan warga masyarakat dalam sebuah nagari. Sistem yang dipakai adalah tipikal masyarakat komunal, dengan ciri-ciri:

  • Setiap orang dewasa otomatis menjadi warga Nagari
  • Demokrasi langsung
  • Gotong royong
  • Social safety net otomatis

Untuk menjaga hubungan yang harmonis dan saling tolong menolong antar semua warga, anggota masyarakat Nagari selalu berusaha berkomunikasi dengan semua orang dengan bahasa yang tidak langsung, disebut baso-basi.

Selain itu, pada rites of passage seperi kelahiran, khitanan, perkawinan, dan kematian selalu diadakan acara adat dengan format yang khusus dan baku, tetapi dapat sedikit berbeda antara satu Nagari dengan Nagari lainnya, sesuai dengan prinsip adat selingkar Nagari.

Termasuk dalam undang-undang dalam Nagari adalah adat-istiadat yang menyangkut hiburan dan rekreasi, seperti Randai, pertandingan layang-layang dan buru babi.

Undang-undang nan Duapuluh

Undang-undang nan Duapuluh adalah duapuluh fasal yang dipakai oleh para Pengulu dalam mengadali dan memutus perkara kejahatan yang terjadi dalam Nagari. Delapan fasal yang pertama merinci nama-nama tindak kejahatan, sedang duabelas fasal berikutnya berisi nama-nama tuduhan dan dugaan tindak kejahatan.

  • Salah nan Salapan yaitu:
  1. Dago-dagi
  2. Sumbang-salah
  3. Samun-sakar
  4. Maling-curi
  5. Tikam-bunuh
  6. Lacung-kicuh
  7. Upeh-racun
  8. Siar-bakar
  • Tuduh nan Enam berisi nama-nama tuduh
  • Cemo nan Enam berisi nama-nama cemar atau dugaan tindak kejahatan

Kejahatan yang dituduhkan atau diduga dilakukan hanya dapat dihukum jika terbukti secara meyakinkan.

Sumber bacaan

  • St. Mahmud BA, A. Manan Rajo Pangulu, Himpunan Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah, Pustaka Indonesia Medan Cetakan ke IV 1987
  • Darwis Thaib glr. Dt. Sidi Bandaro, Seluk Beluk Adat Minangkabau, N.V. Nusantara Bukittinggi -- Djakarta

Lihat juga