SMP Maria Mediatrix Semarang
Sekolah Menengah Pertama Marsudirini Maria Mediatrix Semarang | |
---|---|
Informasi | |
Didirikan | 26 Juni 1909 |
Jenis | Sekolah Swasta |
Akreditasi | A |
Rentang kelas | VII - IX |
Status | Disamakan |
Alamat | |
Lokasi | Jalan Mataram 908, Semarang, Jawa Tengah, indonesia |
Tel./Faks. | 024-8415426 |
Moto |
SMP Maria Mediatrix Semarang (atau dikenal dengan akronim MM [émém]) adalah adalah Sekolah Menengah Pertama swasta yang bernaung di bawah Yayasan Marsudirini yang dikelola oleh para Suster St. Fransiskus yang berpusat di Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. SMP Maria Mediatrix terkenal sebagai Sekolah Menengah Pertama Katolik yang berkualitas. Hal unggul lain dari sekolah ini adalah 13 dari 22 kelas sudah menggunakan smartboard yang menggantikan papan tulis konvensional.
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Berdirinya SMP Marsudirini Maria Mediatrix Semarang bermula dari keprihatinan akan kurangnya pendidikan bagi kaum perempuan pribumi. Para suster Franziscan van Heythusyen (OSF) memulai sekolah-sekolah untuk memberdayakan kaum perempuan tersebut. Pada tanggal 21 Juni 1909, didirikanlah Frobelschool dan Meer Uitgebre Lagere Onderwijs (MULO) di Bojong, yang kini menjadi Jalan Pemuda Semarang. Frobelschool kini dikenal sebagai TK Cor Jesu, sementara MULO berubah menjadi SMP Marsudirini Maria Mediatrix. Seiring perkembangan pendidikan, fasilitas penunjang pun dibutuhkan. Maka, tanah di Bangkong yang kini menjadi Jalan Mataram 908 dibeli. Kompleks Bojong dijadikan asrama bagi peserta didik. Pada tanggal 3 Juni 1910, dilakukan peletakan batu pertama pembangunan gedung di Bangkong, yang dirancang oleh arsitek Belanda, Tuan Plaggen. Pada tanggal 1 Juni 1911, para suster OSF pindah ke kompleks Bangkong, dan sehari setelahnya, gedung biara dan sekolah diberkati oleh Pastur Hoevenaars SJ.
Pada tanggal 15 September 1911, MULO di bawah pengawasan para suster OSF mendapat pengakuan dan subsidi dari pemerintah pusat Hindia Belanda di Batavia. Untuk memberikan identitas sekolah, pada tanggal 1 Agustus 1927, MULO tersebut dinamai Maria Mediatrix. Maria Mediatrix dipilih sebagai pelindung sekolah agar rahmat Allah dapat tersebar melalui perantaraan Bunda Maria kepada seluruh anggotanya. Pendudukan Jepang atas Hindia Belanda menyebabkan penutupan dan penyitaan aset milik pemerintah Belanda, termasuk MULO Maria Mediatrix. Pada tanggal 27 Februari 1942, MULO Maria Mediatrix Bangkong ditutup. Namun, setelah pendudukan Jepang berakhir, sekolah ini kembali dibuka. Penutupan sekolah kembali terjadi selama perang kemerdekaan pada tahun 1949, dan dibuka kembali pada tahun 1951.
Pada tahun 1952, Pemerintah Republik Indonesia memberikan subsidi, dan pada tanggal 5 Juli 1954, SMP Marsudirini Maria Mediatrix didirikan secara hukum. Pelaksanaan pemberian status hukum terjadi setelah terbentuknya Yayasan Marsudirini Pusat pada tanggal 4 Juli 1954. SMP Marsudirini Maria Mediatrix mendapat izin untuk menyelenggarakan ujian sendiri pada tahun 1978, dan pada tahun 1986, sekolah ini mendapat status disamakan. Awalnya MULO Maria Mediatrix hanya diperuntukkan bagi siswi perempuan, namun pada tahun 1989, mulai menerima siswa putra. Yayasan Marsudirini terus berupaya meningkatkan mutu sekolah dengan membangun gedung baru. Pada tanggal 19 November 2007, dimulailah pembangunan gedung baru yang terdiri dari tiga lantai, yang kemudian diberkati dan digunakan untuk kegiatan belajar mengajar pada tanggal 9 Oktober 2008. Gedung biara yang direnovasi juga diberkati pada tanggal 14 Februari 2009. Untuk mendukung proses belajar mengajar, Gedung Aula kompleks Bangkong dibangun, yang diberkati dan diresmikan pada tanggal 10 Mei 2011. Selain itu, lapangan olahraga dan fasilitasnya dibangun di Jalan Kompol Maksum.
Pesta nama sekolah diperingati setiap tanggal 8 Mei, yang merupakan pesta nama Maria Pengantara segala rahmat (Maria Mediatrix) dalam kalender liturgi. SMP Marsudirini Maria Mediatrix, di bawah Yayasan Marsudirini, terus berupaya mencerdaskan masyarakat melalui karya pendidikan, dengan harapan melahirkan generasi yang menjadi agen pembaharu di tengah masyarakat.