Lompat ke isi

Etnoastronomi Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Etnoastronomi adalah kajian yang membahas budaya yang memanfaatkan fenomena langit disebut sebagai etnoastronomi. Ini merupakan bagian dari kajian astronomi budaya yang merupakan perpanduan antara etnografi dan astronomi. Sebagai negara agraris dan maritim, leluhur Indonesia telah banyak mengenali tentang astronomi atau perbintangan, baik itu digunakan sebagai patokan pertanian atau pelayaran.

Sumatra

Aceh

Ilmu astronomi di Aceh tidak banyak tercatat dan terdokumentasi, namun yang paling terkenal adalah Keunong. Keunong adalah sebuah sistem kalender atau penanggalan oleh masyarakat Suku Kluet di provinsi Aceh, berdasarkan arah angin, peredaran matahari, dan musim, dalam melakukan bercocok tanam. Sistem ini berkaitan dengan waktu bercocok tanam, melaut, prakiraan cuaca, dan penentuan waktu acara adat Keuneunong telah diawali pada Keuneunng dua ploh lhee (diartikan dengan tanggal 23 Jumadil Akhir, merujuk pada tahun Hijriah). Pada Keuneunong ini, biasanya padi-padi di sawah mulai menguning, banyak yang mulai rebah dan menjadi puso karena angin timur yang sangat kencang. Artinya bahwa, situasi di sawah juga dijadikan sebagai acuan untuk melihat waktu yang tepat untuk melaut. Jadi, dengan menanam padi sesuai Keuneunong, maka bisa digunakan juga untuk melihat tanda-tanda yang baik pergi berburu ikan di laut.

NIas

Masyarakat tradisional Nias memoliki pembagian dan penamaan waktu mereka mengacu pada aktivitas sehari-hari seperti beternak, bertani, kerja domestik dan fenomena alam lainnya. Penamaan waktu ini mereka sebut sebagai penanggalan harian yaitu Fanötöi ginötö. Selain kalender Masehi dan kalender Fanötöi ginötö masyarakat Nias mempunyai kalender periode senggang tahunan digunakan untuk kegiatan pertanian dan kegiatan adat istiadat suku Nias yang mengacu pada peredaran Bintang Orion atau Bintang Sara Wangahalo.

Masyarakat Nias ini hidup dalam lingkaran adat dan kebudayaan yang masih tinggi. Penanggalan tradisional Nias ini mengacu pada daur Bulan atau fase Bulan. Terdiri dari 15 hari pertama dinamakan Bulan terang dan 15 terakhir Bulan mati. Sistem penanggalan ini tergolong sebagai penanggalan Luni-Solar dengan perhitungan Astronomik. Metode perhitungan Astronomik ini didasarkan pada pengamatan yang berkelanjutan serta didasarkan pada perhitungan Astronomi dan jelas lebih sulit.

Sistem penanggalan suku Nias (Sara Wangahalö) disebut juga sebagai kalender musim pertanian masyarakat tradisional Nias. Masyarakat tradisional Nias biasanya menyebut tanggal/hari dengan istilah bulan, berpatokan pada fase-fase Bulan selama 29/30 hari. Selama 29/30 bulan (hari) terdiri dari 15 pertama Bulan terang dan 15 terakhir Bulan mati. Selama 1 tahun pertanian terdiri dari 12 (biasa) 13 (interkelasi) siklus bulan sehingga jumlah harinya bisa terdiri dari 354/355/383/384/385. Awal bulannya mengacu pada kemunculan hilal atau mayarakat tradisional Nias menyebutnya dengan istilah Bulan Sabit Kecil.

Penggunaan penanggalan ini oleh masyarakat Nias yaitu diantaranya, pertama adalah untuk melacak lahirnya kota Gunungsitoli. Kedua, penentuan hari baik dan hari buruk. Ketiga, Kegiatan Pertanian sebagai tanda musim pertanian.

Dari dulu sampai sekarang masyarakat Nias masih berpedoman pada peredaran Bulan (bawa mbawa). Misalnya saat menanam bibit tanaman biasanya mempertimbangkan hitungan Bulan. Untuk jenis tanaman muda seperti cabai, umbi- umbian biasanya ditanaman pada Bulan (tanggal) muda dan ganjil yaitu bulan ke-3 (tõlu desa'a), ke-5 (melima desa'a), dan ke-7 (mewitu desa'a). Sedangkan untuk tanaman tua seperti durian, cengkeh dan lain-lain ditanaman pada tanggal (Bulan) yang lebih tua yaitu ke-8 (mewalu desa 'a) hingga ke-13 (feledőlu desa'a). Prakiraan musim telah digunakan oleh petani sejak zaman dulu kala. Hal ini terbukti dengan berkembangnya berbagai kearifan lokal dalam bentuk kalender tanam tradisional di kalangan masyarakat.

Batak

Parhalaan adalah ilmu perbintangan yang dianut oleh masyarakat batak tradisional yang berbentuk sistem penanggalan. Parhalaan terdiri dari dua belas bulan yang masing-masing berjumlah tiga puluh hari. Penggunaan kalender Batak tidak dalam rangka penanggalan, melainkan dipakai untuk meramalkan hari-hari ke depan (panjujuron ari). Inilah sebabnya Orang Batak kuno tidak pernah mengetahui angka tahun karena memang mereka tidak pernah menghitungnya, tidak seperti kalender Masehi, Kalender Hijriyah atau Kalender Cina yang kita kenal dan kita gunakan saat ini. Pada intinya Porhalaan merupakan manifestasi kesadaran orang Batak terhadap fenomena-fenomena alam, perbintangan, gerak matahari, perjalanan bulan yang berputar mengelilingi bumi. Penanggalan tradisional Batak ini kuat dipengaruhi oleh budaya Hindu-Budhha, hal ini dicirikan oleh penggunaan akar kata bahasa Sansekerta dalam penggunaan nama hari dan astrologi.

Parhalaan berasal dari kata dasar "hala" yang berakar dari kata Sansekerta "kala" yang berarti serangga menyengat atau kalajengking. Tahun Batak dimulai ditandai dengan posisi utara Orion di langit Barat sampai tahun baru Lalu bulan purnama berikutnya yang diamati dari Timur, yang kemudian berada di area Scorpio (Hala) di langit sebelah Timur. Mereka melihat hubungan antara Bulan, Bintang, Bumi, dan Matahari dengan manusia yang menghuni bumi.

Zodiak Parmesanan
Nama Simbol Nama Simbol
Aries Domba Gorda Kambing
Taurus Kambing-duyung Marsoba Kupu-kupu
Gemini Anak kembar Nituna Cacing tanah
Kanser Kepiting Makara Kepiting
Leo Singa Babiat Singa
Virgo Gadis Hania Elang
Libra Timbangan Tola Pohon
Skorpio Kalajengking Martiha Batu karang
Sagitarius Panah Dano Sungai
Kaprikornus Kambing-duyung Harahata Katak sawah
Akurius Kendi air Marumba Kendi air
Pises Ikan Mena Ikan

Parhalaan terdiri dari 12 bulan, yaitu: Sada (Januari), Sipaha Dua (Februari), Sipaha Tolu (Maret) , Sipaha Opat (April), Sipaha Lima (Mei), Sipaha Onom (Juni), Sipaha Pitu (Juli), Sipaha Ualu (Agustus), Sipaha Sia (September), dan Sipaha Sampulu (Oktober). Sedangkan bulan ke-11 (November) disebut dengan Bulan Li, bulan ke-12 (Desember) disebut dengan Hurung.

Kelompok Batak yang sampai sekarang masih menggunakan Kalender Parhalaan adalah Parmalim. Parmalim merupakan penganut aliran kepercayaan yang ajarannya berdasarkan pada leluhur nenek moyang orang Batak.

Pranala luar