Lompat ke isi

Pelanduk Jawa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 Mei 2024 13.43 oleh ANNAFscience (bicara | kontrib) (ANNAFscience memindahkan halaman Pelanduk jawa ke Pelanduk Jawa: Nama tempat, capitalization)
Pelanduk Jawa
Tragulus javanicus Edit nilai pada Wikidata

Pelanduk jawa koleksi Kebun Binatang Jerusalem
Status konservasi
Kekurangan data
IUCN41780 Edit nilai pada Wikidata
Taksonomi
KelasMammalia
OrdoArtiodactyla
FamiliTragulidae
GenusTragulus
SpesiesTragulus javanicus Edit nilai pada Wikidata
(Osbeck, 1765)
Tata nama
Sinonim taksonCervus javanicus Osbeck, 1765[1]

[Tragulus] javensis Pallas, 1779 [nomen oblitum]
Moschus javanicus Gmelin, 1788[2]
Moschus javanicus Smith, 1827[3]
Moschus pelandoc Smith, 1827 (loc. cit.) (?)

Tragulus focalinus Miller, 1903
ProtonimCervus javanicus Edit nilai pada Wikidata

Pelanduk Jawa (Tragulus javanicus) adalah sejenis pelanduk yang hidup terbatas di Pulau Jawa, dan mungkin pula di P. Bali.[4] Pelanduk ini adalah salah satu jenis ungulata terkecil di dunia. Dalam bahasa Jawa, hewan ini disebut kancil; sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Javan mouse-deer.


Pengenalan

Opsetan T. javanicus di kantor TN GGP.

Keterangan pertama yang diakui oleh dunia ilmiah menyangkut hewan ini adalah tulisan P. Osbeck (1765) mengenai apa yang ia sebut sebagai Cervus javanicus, dari 'Nieu Bay', Ujung Kulon. Namun, sebagian ahli menyangsikan, bahwa deskripsi itu betul merujuk pada kancil jawa.[5]

Deskripsi pertama yang jelas-jelas mengacu kepada hewan ini dituliskan oleh Pallas (1777) dalam suatu catatan kaki di salah satu tulisannya.[6] Sebagian terjemahannya sebagai berikut:

Opsetan yang sama, dari depan. Perhatikan pola di tenggorokannya.

“ … ukuran badannya tidak lebih besar dari kelinci, pun kakinya tidak lebih tebal dari kaki Tragulus pygmaeus [sekarang: Neotragus pygmaeus]. Telinganya telanjang [berambut pendek?] sebagaimana pula hidungnya; tak ada lekuk atau alur di depan matanya, … Ekor agak panjang, berambut, cokelat karat (kemerahan), ujung dan bawahnya putih. … Tengkuknya kelabu, dengan rambut-rambut berwarna gelap dan terang bercampur; leher bagian bawah keputihan, …, dua coretan [garis] panjang memisah di tenggorokan. Kepala cokelat karat, dengan warna kehitaman membujur di tengahnya.”

Belakangan, Pallas (1779) menamainya sebagai Tragulus javensis.[7]

Ukuran badan yang lebih jelas diberikan oleh Miller (1903) dalam deskripsinya mengenai Tragulus focalinus, salah satu varian (taksa) kancil yang diperolehnya dari Bogor. Dari dua spesimen yang didapatnya itu, diperoleh panjang kepala dan badan 360 dan 365 mm; ekor 50 dan 45 mm; serta kaki belakang 105 dan 110 mm, berturut-turut.[8] Pelanduk jawa mempunyai berat 1,5-2 kg.[9]

Keterangan lain-lain

Ekologi dan perilakunya kemungkinan serupa dengan jenis-jenis pelanduk lainnya. Binatang ini menghuni tepi hutan lebat di dataran rendah, sampai pada ketinggian 600 m. Sering kelihatan sendirian, namun demikian, akan bergerombol apabila musim kawin tiba. Pelanduk jawa berbiak 1 atau 2 dalam setiap kelahiran. Lama kehamilan antara 150-155 hari.[9]

Pelanduk jawa mencari makan di waktu malam. Makanannya berupa rumput, daun dari tumbuh-tumbuhan, semak-semak, tumbuhan menjalar, dan buah-buahan yang jatuh ke tanah.[9]

Jenis ini semula digabungkan dengan Tragulus kanchil dan T. williamsoni yang sama-sama bertubuh kecil; dengan T. kanchil sebagai sinonim yunior dan T. javanicus williamsoni sebagai salah satu anak jenis.[10] Akan tetapi, belakangan ini kedua taksa terakhir itu dianggap sebagai spesies yang berbeda.[5]

IUCN menetapkan status Kurang Data (DD, Data Deficient) karena masih sangat kurangnya informasi tepercaya mengenai hewan ini di Jawa; baik mengenai taksonominya (variasi, anak jenis, dll.) maupun mengenai status populasi dan ekologinya.[4]

Karena pembukaan hutan yang semakin luas, dikhawatirkan tempat hidup & kelangsungan hidupnya terancam. Oleh karena itu, usaha pembudidayaannya akan menjamin kelestarian pelanduk jawa dan juga keuntungannya.[9]

Dalam kebudayaan

Pelanduk jawa mudah dijinakkan, sehingga mungkin pembudidayaan mungkin tidak terlalu sulit. Selain itu, sisi lain yang menguntungkan adalah makannya yang berasal dari rerumputan, sehingga mudah dicari dan tidak mahal. Juga, dalam pembudidayaannya, yang perlu diperhatikan adalah pengamatan lingkungan dari binatang buas dan penyakit yang menyerangnya. Pelanduk jawa juga dimakan karena dagingnya yang lezat.[9]

Catatan kaki

  1. ^ Osbeck, P.. 1765. Reise nach Ostindien un China. p.357.
  2. ^ Gmelin, J.F.. 1788. Caroli a Linné. Systema naturae per regna tria naturae : secundum classes, ordines, genera, species, cum characteribus, differentiis, synonymis, locis. Ed. 13., aucta, reformata. to. I(1): 174. Lipsiae : impensis Georg. Emanuel. Beer, 1788-93.
  3. ^ Smith C.H.. 1827. Vol. V (Synopsis of the species of the class Mammalia, Order VII Ruminantia): 302 in Griffith, E. et al. (eds) The Animal Kingdom: arranged inconformity with its organization by The Baron Cuvier, with additional description ... . London : Geo. B. Whittaker.
  4. ^ a b c Duckworth, J.W., Hedges, S., Timmins, R.J. & Gono Semiadi (2008). "Tragulus javanicus". IUCN Red List of Threatened Species. Version 2008. International Union for Conservation of Nature. Diakses tanggal 21 April 2013. .
  5. ^ a b Meijaard, E., and C.P. Groves. 2004. A taxonomic revision of the Tragulus mouse-deer. Zoological Journal of the Linnean Society 140: 63-102.
  6. ^ Pallas, S.P. 1777. Spicilegia zoologica: quibus novae imprimis et obscurae animalium species iconibus, descriptionibus atque commentariis illustrantur. fasc. XII: 18. Berolini: Christianum Fridericum Voss. (pada catatan kaki)
  7. ^ Pallas, S.P. 1779. op. cit. fasc. XIII: 28. (pada catatan kaki)
  8. ^ Miller, G.S. 1903. Descriptions of eleven new Malayan mouse deer. Proceedings of the Biological Society of Washington 16: 31–44.
  9. ^ a b c d e Sastrapradja, S., S. Adisoemarto, W. Anggraitoningsih, B. Mussadarini, Y. Rahayuningsih, & A. Suyanto. 1980. Sumber Protein Hewani. 2: 48 – 49. Jakarta:Balai Pustaka.
  10. ^ Lekagul, B. & J. McNeely. 1988. Mammals of Thailand: 669-71. Association for the Conservation of Wildlife, Bangkok.

Pranala luar