Lompat ke isi

Onderafdeeling Pasir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Wilayah Paser merupakan sebuah kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Sejak dahulu wilayah ini sudah berinteraksi dengan pemerintah Hindia Belanda, paling tidak sejak tahun 1635. Tidak seperti daerah-daerah lain di Indonesia, wilayah ini tidak mempunyai peninggalan berupa tulisan seperti prasasti, inskripsi, maupun manuskrip, sehingga untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting di masa lalu, arsip dari pemerintah Hindia Belanda merupakan suatu pilihan yang tidak bisa dihindarkan.

Penyebutan/Penamaan Paser, Pasir, Passir, dan Passer.

Paser.

Sejak disahkannya Peraturan Pemerintah RI No. 49 Tahun 2007 tentang Perubahan Nama Kabupaten Pasir Menjadi Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 111) [1], maka wilayah ini yang semula bernama Kabupaten Pasir menjadi menjadi Kabupaten Paser.

Pasir.

Pasir sendiri dalam sejarah pertama kali tercatat melalui Kakawin Desyawarnana (lebih dikenal dengan nama Kakawin Nagarakretagama) karya Empu Prapañca yang ditulis pada tahun 1365.

Passir.

Pada tahun 1635, terjadi perjanjian antara Oost-Indische Compagnie (O.I. Compagnie)/VOC) dengan kesultanan Banjarmasin, yang salah satu poin kesepakatannya adalah melakukan penyerangan ke wilayah Passir untuk mengusir dan menghancurkan pedagang Jawa (Mataram) dan Makassar (Gowa) yang beraktifitas di Passir. [1]

Penggunaan nama Passir ini digunakan oleh VOC kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda dimulai paling tidak sejak 1635 merujuk pada perjanjian yang diterangkan diatas, sampai dengan tahun 1849, seperti yang terdapat pada Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar 1849.[2] Namun sejak tahun 1850, pemerintah Hindia Belanda melakukan pergantian penyebutan yang semula tertulis Passir menjadi Pasir, seperti yang terdapat pada Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1850 [3], meskipun J.G.A. Gallois (mantan residen Zuid- en OosterAfdeeling van Borneo) dalam sebuah tulisannya di tahun 1855 [4] masih menulis Passir bukan Pasir.

Passer.

Sedangkan orang-orang Inggris (English East India Companij) menyebut/menulis dengan istilah Passer, seperti dalam kontrak antara perusahaan ini dengan kesultanan Banjarmasin pada tahun 1809. [5]

Asal Usul Nama Pasir.

Penyebutan wilayah Pasir ini sepertinya diambil dari nama sebuah sungai yaitu sungai Pasir, yaitu sebuah sungai yang merupakan pertemuan antara sungai Kuaro (Kwaro) dan sungai Kendilo (Kandilo) yang keduanya berhulu di Gunung Lumut (Loemoet) di daerah Swan Slutung dan bermuara di Selat Makassar. Nama Pasir ini juga dikenal sebagai nama kerajaan dan/atau kesultanan.

Paser Dalam Rentang Waktu.

Tahun 1365.

Dalam sebuah manuskrip yang ditulis oleh Rakawi Prapañca (Mpu Prapañca) pada tanggal 30 September 1365 yaitu Kakawin Desyawarnana (Deçawarṇana) atau lebih dikenal dengan nama Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama), dalam pupuh 14 bait pertama tertulis nama suatu daerah bernama Pasir, yang merupakan salah satu negara/daerah bawahan/vassal dari Kerajaan Majapahit.

Tahun 1620-an.

Sultan Goa (Kesultanan Gowa) dari Makassar yaitu Aloe'd-din (dikenal dengan Toemamenanga-ri-Gaoekanna) menaklukkan Koetei dan Passir.[6]

Tahun 1635.

Pada tanggal 4 September 1635, Kesultanan Banjarmasin di Martapura (diwakili oleh syahbandar Retna dy Ratya alias Godja Babou) mengadakan perjanjian dengan O.I. Compagnie/VOC (diwakili oleh komisaris Steven Barentsz), yang salah satunya kesepakatannya adalah melakukan penyerangan ke Passir untuk mengusir dan menghancurkan pedagang Jawa (Mataram) dan Makassar (Gowa) di Passir.[7]

Pada tanggal 15 November 1635, armada pasukan O.I Compagnie/VOC tiba di Passir yang dipimpin oleh komisaris Steven Barentsz & commandeur Gerrit Thomasz Pool. Setelah negosiasi yang gagal dengan Raja Passir saat itu (yang menikah dengan seorang saudara perempuan dari raja Makassar), armada tersebut menyerang Passir dan menghancurkan lebih dari 50 buah kapal. Keesokan harinya armada tersebut meninggalkan Passir.[8]

Tahun 1636.

Panambahan Banjarmasin mengklaim Sambas, Lawei, Sukadana, Kota Waringin, Pembuang, Sampit, Mendawei, Kahajan, Kutei, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asem-Asem, Kintap dan Sawarangan merupakan negara vassal atau negara bawahannya.[9]

Tahun 1672, bulan Agustus.

Terdapat surat dari Raja Passir kepada Cornelis Janszoon Speelman (O.I. compagnie/VOC) yang berisi permintaan perlindungan dari orang-orang Makassar yaitu Cronrons (Kronrong/Karunrung, Kesultanan Gowa).[10]

Tahun 1686.

Pangeran Aroe Teko membawa para penguasa Passir dan Koetei kepada Raja Boni (Kerajaan Bone, Radja Pelaka/Arung Palakka), dan mereka juga diterima dalam persekutuan tersebut (persekutuan antara Cornelis Janszoon Speelman, Kapiten Jonker dari Ambon dan Arung Palakka), yang diakui oleh presiden VOC Willem Hartsink (1683-1690) dengan bukti tertulis (Akta) kepada Raja Passir. Meskipun kesultanan Banjarmasin tetap mengklaim supremasi atas wilayah yang telah menjadi milik mereka sejak awal abad ke-16.[11] [12]

Tahun 1696.

Raja Passir menggunakan akta dari Willem Hartsink tersebut untuk menolak klaim Kraeng Bonto Rombang (Krain Bonteramboe) dari Koetei terhadap wilayahnya. Perselisihan ini berlangsung selama dua tahun, sebelum akhirnya diputuskan oleh gubernur untuk keuntungan Raja Passir.[13] [14]

Kraeng Bonto Rombang (Krain Bonteramboe) adalah putri dari Kraeng Kronrong atau Karaeng Karunrung [2] (berasal dari Kesultanan Gowa) yang menikah dengan seorang putri dari kerajaan Pasir dan lahir selama pengasingan ayahnya di Pasir.

Tahun 1710, tanggal 8 Maret.

Dalam web sejarah-nusantara.anri.go.id, terdapat surat diplomatik dari Penguasa Pasir (Lord of Pasir). [3]

Tahun 1711-an.

Pada masa ini, hubungan antara Kerajaan Pasir dan Kerajaan Kutei kembali tidak harmonis, karena ambisi Krain Bonteramboe untuk memperluas kekuasaannya atas Pasir belum pudar. Untuk mendukung klaim atas wilayah Pasir, Bonteramboe meminta bantuan Daing Mamantuli, seorang pangeran Bugis terkenal yang tengah menjalani hukuman pengusiran dari Makassar.[15]

Tahun 1726, 1727, & 1728.

Pada tahun-tahun ini, Passir dan Koetei ditaklukkan oleh seorang pangeran dari Kerajaan Wadjo (Sulawesi Selatan) yaitu Aroe Seenkang (Arung Sengkang) yang mempunyai nama lain Aroe Paneke (Arung Penieki) [4], kelak dikenal dengan Arung Matoea Wadjo (raja yang dituakan, penobatan tanggal 6 November 1736). Aroe Seenkang kemudian menikahi salah satu putri dari kerajaan Koetei, sedangkan salah satu anaknya yang bernama Bengaroen menikah dengan seorang putri dari kerajaan Pasir, bernama Adjie Ratoe. Sampai dengan tahun 1760, kedua kerajaan ini membayar upeti kepada Arung Penieki. [16] [17]

Arung Penieki ini kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, berdasarkan SK Presiden RI No.109/TK/Thn.1998, tertanggal 6-November-1998. [5]

Seenkang/sengkang merupakan sebuah kota yang menjadi ibukota Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan. Sedangkan Paneke/Penieki/Peneki adalah sebuah kelurahan di Kec. Takkalalla, Kab. Wajo, Sulawesi Selatan. Lalu Aroe/Arung memiliki arti penguasa/raja/bangsawan.

Tahun 1735, bulan Mei.

Arung Singkang dan Toassa (2nd command) berusaha mengepung kapal VOC (Hindia Belanda) di Banjarmasin, tetapi gagal, dan kembali ke Pasir.[18]

Tahun 1756.

Terdapat sebuah perjanjian antara Kesultanan Banjarmasin dengan VOC yang diwakili oleh Commissaris Johanes Andreas Paravicini, yang salah satunya adalah wilayah seperti Barau, Koetij, Passier, Sanghoe, Santang, dan Laway untuk membayar upeti (contributie). Sedangkan untuk Passier sendiri diharuskan memberikan kontribusi berupa empat puluh tahil emas murni, dua puluh picol burung nuri, dan dua puluh picol lilin.[19]

Tahun 1760, tanggal 15 Agustus.

Terdapat sebuah surat diplomatik dari Pangeran Pasir.[6]

Tahun 1786, tanggal 23 Oktober.

Terdapat sebuat surat diplomatik dari Amir Al-Mumenin dari Pasir.[7]

Tahun 1787.

Terdapat sebuah surat dari Amir Al-Mumenin bertanggal 6 Juni. Selain itu pada tanggal 29 Juni, terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Raja Torou (Kepala Kelompok Pedagang Wajo di Pasir). [8]

Di tahun ini pula juga terdapat Kontrak politik antara Sultan Tamdjid Illah I dari Kesultanan Banjarmasin dengan O.I Compagnie/VOC yang salah satu isinya adalah menyerahkan wilayah Pasir ke VOC.

Tahun 1788.

Terdapat dua buah surat dari yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Raja Torou, bertanggal 4 & 11 Agustus.[9]

Tahun 1796.

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia & Semarang oleh Reng Reng Rituwak, bertanggal 14 Juni.[10]

Tahun 1798.

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia & Semarang oleh Reng Reng Rituwak, bertanggal 13 Juli. [11]

Tahun 1799.

Terdapat dua buah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Sultan Sulaiman Alamsyah, bertanggal 20 Juli & 13 Agustus.[12]

Dalam web tersebut diatas juga terdapat keterangan mengenai Sultan Sulaiman Alamsyah sebagai Sultan ke-4 dan mempunyai nama lain yaitu  Aji Panji bin Ratu Agung alias Ibrahim Ebenoe Machmoed dari Passir.

Tahun 1809.

Kontrak politik antara kesultanan Banjarmasin dengan English East India Companij, yang salah satu isinya adalah penyerahan Provinsi Dijac, Mandawie, Sampit, Pamboeang, Cottabringin, Sintan, Lawie, Jalai Bekompai, Doosan Countrij, Barau, Cotia, Passer, Pogatan dan Poolo Laut.[20]

Tahun 1811.

Terdapat sebuah surat yang berasal dari Pasir ke Batavia oleh Sultan Sulaiman Alamsyah, bertanggal 22 Juli.[13]

Tahun 1817, tanggal 1 Januari.

Kontrak politik antara Padoeka Sri Sultan Sleeman Almoh Tamid Alalah dari Kesultanan Banjarmasin dengan VOC yang salah satu isinya adalah menyerahkan secara penuh kepemilikan dan kedaulatan kepada Hindia Belanda, pulau kota dan benteng di Tatas dan Kween, semua provinsi Dayak bersama-sama; serta provinsi Mandawie, Sampit, Kottaringien, Sentan, Lawai, dan Jelai, Bekompai, Tabanjaauw, Pagatan, dan pulau Lout, Passir, Koti, Barrauw.[21]

Tahun 1823.

Menurut Mr. J. H. Tobias (Kommissaris van het Gouvernement, 1823), para penguasa Berauw, Koetei, Passir, Pegatan, dan Kota-ringin telah memisahkan diri dari Kesultanan Banjarmasin.[22]

Tahun 1826.

Terdapat kontrak politik antara Kesultanan Banjarmasin dengan pemerintah Hindia Belanda, yang salah satu isinya adalah menyerahkan Pasir kepada pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 1844, tanggal 25 Oktober.

Kontrak Politik pertama antara Pemerintah Hindia Belanda dengan Kesultanan Pasir, dilakukan oleh Sultan Adam (Sultan ke-4 Pasir).[23] [24]

Dalam sebuah tulisan di tahun 1904 karya A.H. P. J. Nusselein berjudul Beschrijving Van Het Landschap Pasir, disebutkan bahwa ibu dari Sultan Adam bernama (Adji) Ratoe yang merupakan putri dari Sultan Sepoeh yang pertama. Pada tulisan ini juga terdapat keterangan bahwa Sultan pertama adalah Sultan Sepoeh, sultan ke-2 adalah Sultan Soeleiman yang merupakan keponakan Sultan ke-1, dan Sultan Machmoed (putra dari Sultan Soeleiman dari istri yang bukan berasal dari keluarga kerajaan/kesultanan) adalah sultan ke-3, tetapi Sultan Machmoed memerintah hanya dalam waktu sebentar.[25]

Tahun 1847.

Sultan Ibrahim Chaliel-Oeddien menjadi sultan ke-5 Kesultanan Pasir setelah meninggalnya Sultan Adam.[26] [27]

Tahun 1849, tanggal 27 Agustus.

Pembagian Pulau Borneo menjadi dua bagian yaitu Wester afdeeling van Borneo dan Zuid en Ooster afdeeling van Borneo. Passir ditetapkan menjadi bagian dari Zuid-Ooster Afdeeling van Borneo.[28]

Tahun 1850, tanggal 18 November.

Resident Der Zuid- En Oosterafdeeling van Borneo J.G.A. Gallois mengunjungi kesultanan Passir, dan bertemu dengan Sultan Ibrahim Chalet Oedin. Pada tanggal ini terdapat keterangan adanya perjanjian antara Sultan Ibrahim Chalet Oedin dengan Pemerintah Hindia Belanda.[29] [30]

Tahun 1857.

Kemungkinan di tahun ini Sultan Ibrahim Chalet Oedin, sultan Pasir ke-5 meninggal dunia. Pada tanggal 4 November 1857 Sultan Machmoed Ilhan (Mahmoed Ithan/Machmoed Khan) menjadi sultan Passir.[31]

Tahun 1860.

Di Amuntai, Mayor Verspyck telah menerima perintah untuk melakukan ekspedisi karena terjadi pemberontakan di Kerajaan Passir.[32]

Tahun 1861.

Sultan Passir (Sultan Machmoed Ilhan) dicurigai oleh pemerintah Hindia Belanda mendukung gerakan Pangeran Antassari dan Pangeran Hidayat II[33].

Tahun 1862.

Letnan Laut Kelas 1 Jhr. A Meijer berhasil membawa Sultan Machmoed Ilhan (nama lainnya adalah Sultan Boejoeng) ke Banjarmasin menggunakan Kapal Uap Kelas 4 Zr. Ms. De Vecht. Terjadi kontrak politik antara pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Gustave Marie Verspijck (Resident der Zuider- en Ooster-Afdeeling van Borneo) dengan Kesultanan Passir yang diwakili oleh Sultan Machmoed Ilhan, dan Sultan Machmoed Ilhan diakui dalam jabatannya dan dilantik secara resmi sebagai Sultan Ke-6 Kesultanan Passir. Dokumen kontrak politik disetujui dan disahkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda L.A.J.W. Sloet pada tanggal 28 November 1862. Nama-nama yang tertulis pada dokumen kontrak politik antara lain: Sultan Ibrahim Chalet Oedin, Moehamad Thaher Maradja Moeramad Saleh (Syahbandar Pasir), A. Loudon (De Algemeene Secretaris), Van Deinse (De Gouvernements- Secretaris), Feith (De Secretaris-Generaal bij het Ministerie van Kolonien).[34] [35] [36]

Tahun 1863.

Pada tanggal 23 Febuari, terjadi kesepakatan tambahan antara Sultan Mochmoed Ilhan dgn pemerintah Hindia Belanda, dimana Kontrak Politik disetujui dan disahkan pada tanggal 25 Juni 1863. Nama-nama yang tertulis pada kontrak politik tambahan antara lain: Hermanus Gerard Dahmen (adsistent- resident van Koetei en de oostkust van Borneo), Pangeran Mangkoe, Pangeran Ooeria Narbah, Adam Mohammad Saleh (Mantri Wasir), Moehamad Thaher Maradja Moeramad Saleh (Syahbandar Pasir), A. Prins (De Vice-President van den Raad van Nederlandsch Indie), Wattendorff (De Eerste Gouvernements- Secretaris), Van Deinse (De Gouvernements- Secretaris), Feith (De Secretaris-Generaal bij het Ministerie van Kolonien).[37]

Tahun 1866.

Pada tanggal 8 Februari, Sultan Pasir yaitu Sultan Machmoed Ilhan meninggal dunia. Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin kemudian memerintah kesultanan/kerajaan sejak 1866 dan disebutkan di catatan tersebut bahwa Sultan Sepoeh adalah Sultan ke-7 Kesultanan Pasir).[38] Di kerajaan/kesultanan Pasir, kematian sultan menandai masa transisi ke depan untuk pergantian takhta. Sesuai dengan tradisi negara, para bangsawan dan tokoh terkemuka negeri memilih Pangeran Mangkoe sebagai penerusnya, yang sebelumnya juga sudah ditunjuk oleh sang sultan yang telah meninggal. Pilihan orang tersebut, seorang keponakan dari yang telah meninggal, didasarkan pada kenyataan bahwa tidak ada dari putra-putra yang ditinggalkan yang dapat dipertimbangkan, baik karena usia mereka yang masih muda maupun karena kurangnya kelayakan mereka.[39]

Tahun 1867.

Terdapat catatan bahwa penguasa kesultanan Pasir saat itu adalah Sultan Sepoeh Adil Chalifatoe'l-Moeminin.[40]

Tahun 1875.

Pengesahan Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin Sebagai Raja/Sultan Pasir ke-7, pada tanggal 18 November. Disebutkan dalam Nota Van Toelichting bahwa setelah meninggalnya Sultan Machmoed Ilhan meninggal dunia pada tahun 1866, Sultan Sepoeh Adil ditunjuk untuk mengelola pemerintahan di Pasir, dan secara resmi dikukuhkan dalam pemerintahan tahun 1870 karena sebelumnya Residen tidak berkesempatan hadir di Pasir, namun dokumen perjanjian dan pengukuhan yang dibuat pada tahun 1870 itu tidak lengkap dan oleh karena itu tidak dapat disetujui oleh Pemerintah Hindia, sehingga baru pada tgl 18 November 1875 dibuat ulang dokumennya dan disetujui dan disahkan oleh Gubjen Hindia Belanda Van Lansberge pada tgl 14 Mei 1876. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Gerrit Jan Gersen (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Mohamad Saleh (Mantrie), Raden Mohamad Taher (Mantrie), Pangeran Kapitan Riouw Abdul Karim (Mantrie), Pangeran Bandahara Adjie Noepiah (Mantri Polisi), dan Etah Imam Maas Moeda (Kepala Pemuka Agama).[41]

Tahun 1886.

Pada tanggal 13 Desember, Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin meninggal dunia.[42]

Tahun 1888.

Pengukuhan Adjie Tiga Pangeran Soeria, putra tunggal Sultan Machmoed Ilhan yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai pewaris tahta pada tgl 14 Mei 1876 menjadi Sultan Pasir (sultan ke-8) secara resmi dengan nama jabatannya adalah Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin pada tanggal 14 Februari dan Akta Perjanjian dan Pengesahan ini telah disetujui dan disahkan pada tanggal 13 Juli 1889. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Willem Broers (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Pangeran Moeda, Imam Mas Moeda, Pangeran Mas, Pangeran Sjarif Achmid, Adjie Kasoema, dan Raden Adipati.[43]

Tahun 1889.

Terdapat kontrak politik/perjanjian politik antara Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin dengan Pemerintah Hindia Belanda, bertanggal 3 Desember.[44]

Tahun 1890, bulan Oktober.

Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin yang bertahta pada saat itu dicopot oleh Residen dengan tenang/damai, digantikan oleh Raja Muda/Pangeran Moeda/Mohammed Ali bergelar Sultan Abdoerahman/Sultan Abdul Rachman (Sultan ke-9). Sultan Abdoerahman mempunyai putra dari istri yang bukan dari keluarga bangsawan yaitu Adji Andei dengan gelar Pangeran Pandji.[45]

Tahun 1898.

Pada tanggal 19 Mei, Raja Muda (Sultan Abdoerahman) meninggal dunia, kemudian pada bulan September, Pangeran Mangkoe Djaja Kesoema Adiningrat diangkat sementara untuk menjalankan pemerintahan. Pada bulan Oktober, sultan Pasir ke-8, Sultan Mohamad Alie Adil Chalifatoel Moeminin meninggal dunia.[46]

Tahun 1899.

Terdapat perjanjian antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 22 September, terkait dengan penetapan pelabuhan di wilayah kesultanan Pasir, yaitu Pasir, Telakei, Adang, & Apar yang kemudian disahkan pada tanggal 27 November 1900.[47]

Tahun 1900.

Pengesahan Pangeran Mangkoe Djaja Kesoema Adiningrat sebagai penguasa Pasir dengan nama sultan Ibrahim Chalil Оedin pada tanggal 23 Juli dan disetujui dan disahkan pada tgl 27 November 1900 (Sultan ke-10).[48]

Terdapat kontrak politik antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Cornelis Alexander Kroesen (residen) pada tanggal 28 Juli.[49]

Tahun 1902.

Perjanjian baru antara sultan Ibrahim Chalil Оedin dengan Pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 1 September, yang disetujui dan disahkan pada tgl 14 Desember 1902, dan perubahannya bertanggal 18 April 1908. Nama-nama pihak yang menandatangani dokumen kontrak politik ini antara lain: Cornelis Alexander Kroesen (Resident der Zuider- en Ooster-afdeeling van Borneo), Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, Radja Moeda (calon penerus tahta), Pangeran Mantri, dan Pangeran Depatie.[50]

Tahun 1906.

Pada tanggal 28 Juli terdapat Perjanjian antara Kesultanan Pasir yang diwakili oleh Sultan Ibrahim Chalil Оedin dan beberapa pembesar kesultanan (Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, Sultan Moeda, Pangeran Mantri, Pangeran Pandji, Pangeran Mas, dan Pangeran Depati) yang berisi kesepakatan pengalihan kekuasaan atas wilayah Pasir beserta semua hak yang timbul darinya kepada Pemerintah Hindia Belanda yang diwakili oleh Henri Nicolas Alfred Swart (Civiel en militair resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo, sehingga wilayah Pasir diakui berada di bawah pemerintahan langsung Pemerintah Hindia Belanda. Sebagai ganti rugi Pemerintah Hindia Belanda akan memberikan kompensasi sebesar f 327.267 sekaligus (tunai). Kontrak ini disetujui dan disahkan pada tanggal 22 Maret 1908, dengan ketentuan bahwa akan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1908.[51] [52]

Pemerintahan di Wilayah Pasir & Komposisinya.

Pada tahun 1905-an, hierarki pemerintahan di wilayah Pasir beserta komposisinya diuraikan sebagai berikut:[53] [54]

Sultan adalah pemimpin tertinggi di wilayah Pasir. Sultan Ibrahim Chalil Oedin (sultan ke-10) yang menduduki jabatan tersebut, adalah cucu dari Sultan Mohamad Sepoeh (Sultan ke-7) dari pihak ibu dan keturunan Bugis dari pihak ayah. Di bawahnya dalam urutan ada sultan moeda atau pewaris takhta yang ditunjuk,  pada saat itu adalah Adji Ngessi (Adji Njesei) bergelar Pangeran Kesoema Djaja Ningrat, yang berasal dari garis keturunan Sultan Soleiman (Sultan ke-2), adalah buyut dan leluhurnya dari garis ayahnya, sedangkan Sultan Adam (Sultan ke-4) adalah kakeknya dari garis ibunya.

Terdapat Dewan Penasihat yang terdiri dari lima orang pembesar wilayah (landsgrooten). Mereka bertugas untuk memberikan nasihat kepada Sultan dalam menyelesaikan berbagai urusan dan juga bertindak sebagai pengadilan tertinggi. Sultan bertindak sebagai ketua Dewan Penasihat. Jika Sultan berhalangan hadir, Sultan Moeda yang akan menggantikannya.

Berikut 5 pembesar wilayah (landsgrooten) di Pasir:

  1. Adji Moeda, putra almarhum Sultan Ibrahim dan Dajang Saoena, dengan nama dan gelar Pangeran Soeria Nata.
  2. Adji Medja, putra Andin Kaga dan Adji Mingkoe, dengan nama dan gelar Pangeran Mantri.
  3. Adji Andei, putra almarhum Sultan Abdoel Rachman dan Dajang Oewit, dengan nama dan gelar Pangeran Pandji.
  4. Pangeran Mas, bukan dari keturunan kerajaan, tetapi menikah dengan seorang saudari dari almarhum Sultan Mohamad Ali.
  5. Pangeran Depati, bukan dari keturunan kerajaan, tetapi menikah dengan seorang putri dari almarhum Sultan Mohamad Sepoeh.

Pejabat pelabuhan (sjahbandar) ditempatkan di muara Sungai Pasir, Telakei, dan Adang. Namun, sejak pengenaan hak tol dan pengelolaan pelabuhan diambil alih oleh Pemerintah Hindia Belanda, jabatan-jabatan tersebut telah dihapuskan. Pemuka agama di wilayah Pasir dipimpin oleh seorang Imam.

Wilayah Pasir di bagi ke dalam subbagian-subbagian (seperti distrik), dengan masing-masing pemimpin adalah sebagai berikut:

  1. Wilayah aliran sungai dari hilir Sungai Pasir yaitu di hilir Muara Samoe, dipimpin oleh Sultan sendiri berkedudukan di Pasir.
  2. Wilayah aliran Sungai Samoe, dipimpin oleh Andin Roentay berkedudukan di Samoe.
  3. Wilayah aliran hulu Sungai Kendilo dari Muara Samoe sampai ke hulu, dipimpin oleh Pangeran Sjarif Nata, berkedudukan di Salinau/Salinan/Selinan.
  4. Wilayah aliran sungai-sungai yang bermuara ke laut di selatan Sungai Pasir dan di utara Tanjung Aroe. Pangeran Ratoe Agoeng bergelar Radja Besar sebagai pemimpin daerah ini dan berkedudukan di Teboeroek (Taberock).
  5. Wilayah aliran Sungai Moeroe, Sungai Lombok, dan hilir Sungai Adang. Pangeran Peraboe Anoem Kasoema Adininingrat (Pangeran Praboe Anom Kesoema Adiningrat) sebagai pemimpinnya, berkedudukan di Samoentai (Semoentei).
  6. Wilayah aliran hulu Sungai Adang. Pangeran Singa sebagai pemimpin, berkedudukan di Long Towo (Oeloeng Towo).
  7. Wilayah Hilir Sungai Telakei. Dipimpin oleh Sultan Ibrahim Chalil Oedin, diwakili oleh seorang wakil dengan gelar Raden Mas Politie, berkedudukan di Sabakong (Sebakong).
  8. Wilayah Hulu Sungai Telakei. Pemimpinnya adalah Adji Mas alias Adji Raden di Long Toejoe (Oeloeng Toejoek) dan Adji Djaja di Long Nikan (Oeloeng Nikan).
  9. Wilayah aliran Sungai Pasir, dipimpin oleh Pangeran Wangsa, berkedudukan di Semboerak.

Gelar para keturunan bangsawan, baik laki-laki maupun perempuan, adalah Adji. Kerabat jauh disebut Andin. Jika mereka memimpin kampung, mereka tetap mempertahankan gelar-gelar tersebut. Kepala kampung lainnya disebut Kapitan oleh orang Bugis, Kapitan dan Poenggawa oleh orang Badjo, dan Rangga, Temanggoeng, Poenggawa, Kjahi, dan Raden oleh orang Pasir dan Dajaks.

Sebelum masa pemerintahan Sultan Ibrahim Chalil Oedin, selain sultan sebagai pemimpin tertinggi, pemerintahan dipegang oleh Pangeran Mangkoe Boemi atau Rijksbestuurder (administrator). Di bawahnya, setiap suku memiliki pemimpinnya sendiri.[55]

Nama-Nama Kampung.

Dalam kunjungannya ke wilayah Pasir tahun 1850, Gallois (Resident Der Zuid- En Oosterafdeeling van Borneo) menyebut 2 (dua) kampung yaitu Rampa (terletak di Muara Sungai Pasir) & Pasir (Ibukota Kerajaan).[56]

Johannes Jacobus de Hollander mencatat bahwa pada tahun 1864 terdapat nama-nama kampung sebagai berikut: Boesoei, Terobok, Pasir (Ibukota Kerajaan), Rampa, Paraga, Saboen Toeroeng, & Terinsing.[57]

Dalam dokumen kontrak politik antara Sultan Mohamad Alie Adil Chalifat'oel Moeminin dan pemerintah Hindia Belanda (Willem Broers, Resident der Zuider- en Oosterafdeeling van Borneo) tahun 1889, termaktub nama-nama kampung yaitu: Pasir (tempat penandatanganan kontrak politik), Segendang, Perpat, Berombang, Adang, Telakei, Lembok, Silong, Pasir Lama, Setijoe, Kasoengei, Koewaroe, Labesie, Seratei, Laboeran, Moengkoe, Belingkong, Samoe, Bioe, Seboerangan, Koeman, Pamoejaran, & Senipa.[58]

Pada tahun 1905, dalam tulisan karya A.H.P.J. Nusselei[59] membagi wilayah di Kesultanan Pasir menjadi 9 (sembilan) bagian beserta nama-nama kampung yang termasuk didalamnya, yaitu:

  1. Daerah aliran sungai bagian hulu Sungai Pasir, yaitu mulai dari mulutnya di Selat Makassar hingga sungai itu bergabung dengan Sungai Samoe. Memiliki perkampungan antara lain: Kampong Badjou (di muara sungai Pasir), Tabanio, Tanah Grogot, Pabentjongan, Tapian Batang, Pakot Lolo, Pasir (ibukota kesultanan), Sangkoeriman, Pakot Baroe, Rantau Gedang, Pakot Damik, Pakot Bekasa, dan Pakot Lampesoe.
  2. Daerah aliran Sungai Samoe. Tidak disebutkan nama-nama perkampungannya.
  3. Daerah aliran Sungai Pasir bagian hulu, yaitu dari muara sungai dengan Sungai Samoe hingga ke sumbernya. Perkampungan yang disebut: Oedjoeng Polak, Toekarsama, Semborong, Sebentang (Barashoeri ?), Roesoei, Salinan, Batoe Botak (Sebuah kampung yang terkenal karena memberikan bantuan kepada pihak Pangeran Antassari & Pangeran Hidayat II selama "Perang Banjarmasin". Ini tercatat dalam karya Van Rees, Bagian II, halaman 317), Oeloeng Soeroe, Terobok, Loeasi, Sawah Djamban, Djamban, Tandjong Djebok (Oeloeng Loesang), Koejoe, Oeloeng Roeroen & Oeloeng Sarang.
  4. Daerah aliran sungai-sungai yang bermuara di selatan Sungai Pasir dan di utara Tandjoeng Aroe atau Ruige-Hoek di Selat Makassar. Nama perkampungan yang disebutkan: Bekang, Paron, Karang, Taberoek, Pat & Landing.
  5. Daerah aliran sungai Moeroe dan sungai Lombok serta muara Sungai Adang. Daerah ini terdiri dari: Lemo Lemo, Samoentai, Pakot Kwaro, & Pasir Majang.
  6. Daerah aliran sungai Adang bagian atas (hulu). Perkampungan yang disebut: Pakot Pait, Oeloe Towo, Oeloeng Itis, Krajang, dan Kempen.
  7. Daerah Hilir Sungai Telakei. Nama-nama perkampungan yang disebut: Sabakong, Ambaloet, Oeloeng Kali, Mendik, Soemik, Sekoelit, & Telak Moenggoe.
  8. Daerah Sungai Hulu Telakei. Perkampungan yang disebut: Oeloeng Toejoek, Baur Lalang, Loetar, Oeloeng Nikan, & Moeara Lambakan.
  9. Daerah aliran Sungai Pias (sebuah anak sungai sisi kanan dari Telakei). Semboetak adalah satu-satunya kampung di daerah tersebut.

Galeri.

Peta Wilayah Pasir (Circa 1936), termuat dalam karya W. van Slooten (Memorie van Overgave van de onderafdeling Pasir)
Henri Nicolas Alfred Swart (Civiel en Militair Resident der Zuider-en Oosterafdeeling van Borneo 1905)
Silsilah Kesultanan Pasir (termuat dalam karya S.W. Reeman (Militiare Memorie Betreffende de onderafdeling Pasir, 1927)








Referensi.

  1. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 24–25. ISBN 978-1018679624. 
  2. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1849. Batavia (Jakarta): Ter Lands Drukkerij. 1849. hlm. 99. 
  3. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch Indie Voor Het Jar 1850. Batavia (Jakarta): Ter Lands Drukkerij. 1850. hlm. 101. 
  4. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256. 
  5. ^ Bock, Carl (1887). Reis In Oost En Zuid-Borneo Van Koetei Naar Banjermassin, Ondernomen Op Last Der Indische Regeering In 1879 En 1880. 'S Gravenhage (Den Haag): Martinus Nijhoff. hlm. XLVI. 
  6. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 237–238. ISBN 978-1145411753. 
  7. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 24–25. ISBN 978-1018679624. 
  8. ^ Van Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam: J. H. Scheltema. hlm. 33–34. ISBN 978-1018679624. 
  9. ^ Goh, Yoon Fong (1969). Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747 (PhD thesis) (PDF). London: SOAS University of London. hlm. 33. doi:10.25501/SOAS.00026213. 
  10. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. VIII. ISBN 978-1162405278. 
  11. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 68–69. 
  12. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 238. ISBN 978-1145411753. 
  13. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie, Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 68–69. 
  14. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. 238. ISBN 978-1145411753. 
  15. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XIV–XLX. ISBN 978-1162405278. 
  16. ^ Blok, Roelof (1848). Beknopte geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden (Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie, Jaargang X, 1848). Batavia (Jakarta): Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap. hlm. 69. 
  17. ^ von de Wall, Hermann (1849). Indisch Archief (Extract uit de dagelijksche aanteekeningen van den civielen gezaghebber voor Koeti en de Oostkust van Borneo, H. von Dewall, op eene reis van Bandjarmassin naar Koetei, Passier, en van daar terug naar Bandjarmassin). Batavia (Jakarta): Lange & Co. hlm. 93. 
  18. ^ Goh, Yoon Fong (1969). Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747 (PhD thesis) (PDF). London: SOAS University of London. hlm. 148. doi:10.25501/SOAS.00026213. 
  19. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XXVIII. ISBN 978-1162405278. 
  20. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XLVI. ISBN 978-1162405278. 
  21. ^ Bock, Carl (1887). Reis in oost en zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, ondernomen op last der Indische regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta): Martinus Nijhoff. hlm. XLVII. ISBN 978-1162405278. 
  22. ^ Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel): Joh. Noman En Zoon. hlm. LIX. ISBN 978-1145411753. 
  23. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 221. 
  24. ^ Overeenkomsten met Inlandsche Vorsten in den OostIndischen Archipel, Vol. XXI, 1864-1865) (PDF). s'Gravenhage (The Hague): Landsdrukkerij. 1865. hlm. 3. 
  25. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 532. 
  26. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement (Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856). Batavia (Jakarta): Van Haren, Noman En Kolff. hlm. 257. 
  27. ^ Almanak En Naamregister van Nederlandsch-Indie voor 1858. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1858. hlm. 134. 
  28. ^ Staatsblad Van Nederlandsch-Indie Voor Het Jaar 1849 (Verdeeling van het Eiland Borneo in twee afdeelingen, onder de benaming van Wester afdeeling en Zuid en Ooster afdeeling, Besluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, van den 27sten Augustus 1849, No. 8). Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1849. hlm. Lijst No. 40. 
  29. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement, 1850. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256–257. 
  30. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25,. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 212 (artikel/pasal 34). 
  31. ^ Almanak En Naamregister Van Nederlandsch-Indie Voor 1859. Batavia (Jakarta): Ter Lands-Drukkerij. 1859. hlm. 138. 
  32. ^ "Kolonien. De laatste berigten uit Banjermasing zijn gedagteekend Amonthay 20 october". Middelburgsche Courant. 17 Januari 1861. Diakses tanggal 2024-05-05. 
  33. ^ van Rees, W.A. (1866). Eene Bijdrage Tot De Indische Krijgsgeschiendenis. De Bandjermasinsche krijg van 1859-1863 (De Gids, Dertigste Jaargang, Vierde Jaargang, Derde Deel, 1866). Amsterdam: P.N. Van Kampen. hlm. 71. 
  34. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865, Overeenkomsten, contracten enz. met inlandsche Indische Vorsten, XXI.25,1865. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 210–213. 
  35. ^ "Kolonien. De Sultan van Passir heeft men er toe gekregen, dat hij een kotrakt met het goevernement heef geteekend". Middelburgsche Courant. 1862-06-28. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  36. ^ "Per telegraaf, via Soerabaija, zijn de volgende berigten, loopende tot den 2den dezer, van Bandjermassing ontvangen". Nieuwedieper Courant. 1862-08-31. Diakses tanggal 2024-05-06. 
  37. ^ Bijlagen Van Het Verslag De Handelingen Van De Tweede Kamer Der Staten-Generaal 1864-1865. XXI.27. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1865. hlm. 212–213. 
  38. ^ Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO. Acte van Bevestiging van Sultan Sepoeh Adil Chalifatoel Moeminin als vorst van Pasir. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 2. 
  39. ^ Koloniaal Verslag van 1866, Hoofdstuk C (PDF). Netherlands. Departement van Kolonien. 1866. hlm. 20. 
  40. ^ Regerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie, Voornaamste Inlandsche Vorsten. Batavia (Jakarta): Lands-Drukkerij. 1870. hlm. 200. 
  41. ^ Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1877 – 1878. - 1OO.5. Pasir. (Nota van Toelichting.). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1878. hlm. 3. 
  42. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. AKTE VAN BEVESTIGING. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7. 
  43. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. ZITTING 1888 1889. - 103.8. Akten van Verband En van Bevestiging. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1889. hlm. 7. 
  44. ^ Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12. 
  45. ^ Zitting 1897-1898.-5 Koloniaal Verslag van 1897 I. Nederlandsch (Oost) Indie. Verslag. No. 2 (Bijlagen C van het verslag der handelingen van de Tweede Kamer der Staten-Generaal). Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1897. hlm. 24–25. 
  46. ^ Politiek Beleid En Bestuurszorg in de Buitenbezittingen (Tweede Gedeelte A. Hoofdstuk III : Historisch Overzicht 1899-1908). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909. hlm. 94. 
  47. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 12 & No. 29. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  48. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 10 & No. 11. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  49. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1901-1902.169, Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel No. 6 & No. 9. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1902. 
  50. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1903 1904. 201.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 33 & No. 34. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1905. 
  51. ^ Gedrukte stukken der Tweede Kamer, ZITTING 1908 1909. 311.Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No 44-45. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909. 
  52. ^ Handelingen der Staten-Generaal, Bijlagen Tweede Kamer, 1908-1909-311, No. 1. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1909. 
  53. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 562–564. 
  54. ^ Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. hlm. 43–45. 
  55. ^ De Hollander, Joannes Jacobus (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda): ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. hlm. 147–148. ISBN 978-1149818619. 
  56. ^ Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement. Batavia (Jakarta): Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië. hlm. 256. 
  57. ^ De Hollander, Joannes Jacobus (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda): ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. hlm. 147–148. ISBN 978-1149818619. 
  58. ^ Handelingen van de Staten-Generaal 1889-1890, ZITTING 1890 1891. 112. Overeenkomsten met inlandsche vorsten in den Oost-Indischen Archipel. No. 18. Netherlands. Staten-Generaal. Tweede Kamer. 1890. hlm. 12. 
  59. ^ Nusselein, A.H.P.J. (1905). Beschrijving Van Het Landschap Pasir (Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905). 's Gravenhage (The Hague): Martinus Nijhoff. hlm. 551–553. 

Daftar Pustaka.

  1. Blok, Roelof (1848).Tijdschrift Voor Nederlandsch Indie Jaargang X, 1848 (Beknopte Geschiedenis van het Makassaarsche Celebes en Onderhoorigheden). Batavia (Jakarta). Ter Drukkerij Van Het Bataviaasch Genootschap.
  2. Bock, Carl (1887). Reis in Oost en Zuid-Borneo van Koetei naar Banjermassin, Ondernomen op last der Indische Regeering in 1879 en 1880. Batavia (Jakarta). Martinus Nijhoff. ISBN 978-1162405278.
  3. Dijk, Ludovicus Carolus Desiderius van (1862). Neerland's Vroegste Betrekkingen Met Borneo, Den Solo-Archipel, Cambodja, Siam En Cochin-China. Amsterdam. J. H. Scheltema. ISBN 978-1018679624.
  4. Gallois, Jacobus Gerardus Arnoldus (1856). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, 1856 (Korte Aanteekeningen, Gehouden Gedurende Eene Reis Langs De Oostkust Van Borneo, Verrigt Op Last Van Het Nederlandsch Indisch Gouvernement). Amsterdam. Frederik Muller. Batavia (Jakarta). Van Haren, Noman En Kolff.
  5. Goh, Yoon Fong (1969). "Trade and politics in Banjarmasin 1700-1747". PhD thesis. London. SOAS University of London. doi:10.25501/SOAS.00026213.
  6. Hollander, Joannes Jacobus de (1864). Handleiding Bij De Beoefening Der Land- En Volkenkunde Van Nederlandsch Oost-Indië, Tweede Deel. Te Breda (Breda). ter Drukkerij van de Gebroeders NYS. ISBN 978-1149818619.
  7. Koloniaal Verslag van 1866, Hoofdstuk C. Netherlands. Departement van Kolonien.
  8. Nusselein, A.H.P.J. (1905). Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Deel 58, 1905. (Beschrijving van het Landschap Pasir). 's Gravenhage (The Hague). Martinus Nijhoff.
  9. Politiek Beleid En Bestuurszorg in de Buitenbezittingen (Tweede Gedeelte A. Hoofdstuk III : Historisch Overzicht 1899-1908). Batavia (Jakarta): Landsdrukkerij. 1909.
  10. Reeman, S.W. (1927). Militiare Memorie Betreffende de Onderafdeling Pasir. Collection of Afd. Cult En Phys. Anthropologie van het Kon. Instituut Voor De Tropen.
  11. Rees, Willem Adriaan van (1866). De Gids, Dertigste Jaargang, Vierde Jaargang, Derde Deel, 1866 (Eene Bijdrage Tot De Indische Krijgsgeschiendenis. De Bandjermasinsche krijg van 1859-1863). Amsterdam: P.N. Van Kampen.
  12. Veth, Pieter Johannes (1854). Borneo's Wester-Afdeeling. Zaltbommel (Bommel). Joh. Noman en Zoon. ISBN 978-1145411753.
  13. Weddik, Arnoldus Laurens (1849). Tijdschrift voor De Indien. Eerste Jaargang. Deel I, 1849. (Beknopt Overzigt van het Rijk van Koetei op Borneo). Batavia (Jakarta). Lange & Co.
  14. Serial "Memorie van Overgave van de residentie Zuider- en Oosterafdeling Borneo" oleh G.J. Gersen (1877), J.J. Meijer (1880), W. Broers (1891), A.M. Joekes (1894), H.N.A. Swart (1906), L.J.F. Rijckmans (1916), H.J. Grijzen (1917), A.M. Hens (1921), C.J. van Kempen (1924), J. de Haan (1929), R.J. Koppenol (1931), B.C.C.M.M. van Suchtelen (1933), W.G. Moggenstorm (1937).

Pranala luar.

  1. Situs web resmi Database Peraturan JDIH BPK RI.
  2. Situs web historia.id.
  3. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  4. Situs web Portal Berita PINISI.co.id.
  5. Situs web Portal Berita PINISI.co.id.
  6. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  7. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  8. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  9. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  10. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  11. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  12. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  13. Situs web Arsip Nasional Republik Indonesia (sejarah-nusantara.anri.go.id).
  14. Situs Web All Government Organizations in The Netherlands
  15. Situs web Nederlands Nationaal Archief.