Museum Ali Hasjmy
Museum Ali Hasjmy atau Museum Ali Hasyimy adalah museum yang terletak di Banda Aceh, tepatnya di Jalan Sudirman nomor 28, dalam kompleks Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Nama tempat ini diambil dari nama wartawan era penjajahan Jepang,Prof. Ali Hasjmy (nama lahir: Muhammad Ali Hasyim) alias Al Hariry, Asmara Hakiki, Aria Hadiningsun, dan Ali Hasyimy, yang juga sempat menjabat sebagai Gubernur Aceh.[1] Ali Hasyimy adalah tokoh yang memiliki kontribusi besar dalam sejarah dan perkembangan Aceh, baik dalam bidang jurnalistik maupun pemerintahan. Selama masa penjajahan Jepang, ia dikenal sebagai seorang wartawan yang berani dan berpengaruh, memperjuangkan informasi yang benar dan penting bagi masyarakat.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Ali Hasyimy melanjutkan pengabdiannya dengan menjabat sebagai Gubernur Aceh, di mana ia melakukan berbagai upaya untuk memajukan daerah tersebut. Nama Museum Ali Hasjmy tidak hanya menghormati jasa-jasanya tetapi juga mengabadikan warisannya sebagai seorang intelektual, pemimpin, dan pejuang yang berdedikasi tinggi bagi tanah kelahirannya. Museum ini menjadi simbol penghargaan atas kontribusinya dan tempat bagi generasi mendatang untuk mengenal dan menghargai sejarah serta budaya Aceh yang kaya. Museum ini diresmikan pada tanggal 15 Januari 1991 oleh Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim.[2]. Museum Ali Hasjmy terdiri dari empat ruangan utama yang masing-masing memiliki koleksi dan tema yang berbeda.
Ruangan dan koleksi
Ruangan Khutubkhanah Tgk Chik Kutakarang
Merupakan salah satu ruangan di Museum Ali Hasjmy yang menampilkan beragam koleksi kitab dan buku dari berbagai disiplin ilmu. Di sini, pengunjung dapat menemukan literatur yang mencakup bidang agama, sastra, dan sejarah, memberikan wawasan yang luas tentang pengetahuan dan kebudayaan yang berkembang di Aceh. Koleksi ini tidak hanya mencakup buku-buku modern tetapi juga termasuk buku-buku dari awal abad ke-20, yang memiliki nilai historis dan akademis tinggi. Keberadaan koleksi ini mencerminkan kekayaan intelektual dan warisan literatur yang dimiliki oleh masyarakat Aceh, menjadikan ruangan ini sebagai sumber pengetahuan yang berharga bagi para peneliti, pelajar, dan masyarakat umum yang tertarik dengan sejarah dan kebudayaan Aceh.
Ruangan Warisan Budaya Nenek Puteh
Menampilkan beragam benda budaya Aceh yang kaya akan nilai sejarah dan estetika. Di sini, pengunjung dapat melihat koleksi pakaian adat Aceh yang indah dan penuh warna, mencerminkan keunikan dan keragaman tradisi pakaian masyarakat Aceh. Selain itu, terdapat pula keramik kuno yang menunjukkan keterampilan dan seni kerajinan tangan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tak hanya itu, ruangan ini juga memamerkan senjata tradisional Aceh, yang menjadi simbol keberanian dan perjuangan rakyat Aceh dalam mempertahankan tanah air mereka. Salah satu benda berharga dalam koleksi ini adalah pedang milik Habib Mustafa, seorang pahlawan Aceh yang gugur dalam pertempuran melawan Belanda pada tahun 1926. Pedang ini tidak hanya memiliki nilai sejarah yang tinggi tetapi juga menjadi saksi bisu dari perjuangan heroik Habib Mustafa dan rakyat Aceh dalam melawan penjajahan. Ruangan Warisan Budaya Nenek Puteh dengan demikian memberikan gambaran yang mendalam tentang warisan budaya dan sejarah perjuangan rakyat Aceh, menjadikannya bagian yang penting dan menarik dari Museum Ali Hasjmy.
Rujukan
- ^ "Ali Hasyimi, dari Sastrawan sampai Gubernur Aceh". kumparan. Diakses tanggal 2024-05-18.
- ^ "Museum Ali Hasyimy Aceh". Informasi Situs Budaya Indonesia. 2018-02-06. Diakses tanggal 2019-03-14.[pranala nonaktif permanen]