Lompat ke isi

Museum Diponegoro Magelang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 24 Mei 2024 17.45 oleh Iripseudocorus (bicara | kontrib) (Mengembangkan artikel #1lib1ref #1lib1refID)

Museum Diponegoro Magelang, dikenal juga sebagai Museum Kamar Pengabdian Pangeran Diponegoro, merupakan bangunan yang menyimpan sejarah penangkapan pangeran Diponegoro.

Museum Diponegoro Magelang terletak di Jalan Pangeran Diponegoro No. 1, Kota Magelang, Jawa Tengah. Museum ini berada di kompleks yang sama dengan Museum BPK dan eks Kantor Karesidenan Kedu.[1]

Masyarakat dapat mengunjungi museum ini secara gratis setiap hari kerja mulai pukul 7 pagi. Pada hari Senin sampai Kamis, museum dibuka hingga pukul 3 sore. Namun, pada hari Jumat museum hanya dibuka hingga pukul 2 siang.[2]

Sejarah

Pada museum ini terdapat satu ruang yang pernah ditempati oleh Pangeran Diponegoro untuk berunding dengan Hendrik Markus de Kock.[1]

Fasilitas

Pada kawasan Museum Pengabdian Diponegoro tersedia fasilitas umum seperti musala, kantin, lahan parkir dan toilet. Museum ini juga menyediakan pemandu wisata yang dapat mengantarkan pengunjung dalam tur.[3]

Aksesibilitas

Museum Pangeran Diponegoro dapat dijangkau dari Jl. Pangeran Diponegoro, Jl. Veteran, Jl. Alibasah Sentot, Jl. Pahlawan dan Jl. Ahmad Yani menggunakan transportasi umum berupa mini bus dan angkutan kota (angkot).[3]

Referensi

  1. ^ a b Musaddun; Suwandono, Djoko; Ristianti, Novia Sari; Biruni, El Sifa Mega; Devi, Fionita Yuliani (2019). "PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN MUSEUM DIPONEGORO MAGELANG BERBASIS PARIWISATA HERITAGE BERKELANJUTAN". Jurnal Jendela Inovasi Daerah. 2 (1): 17–37. 
  2. ^ Hermanto. "Melihat Benda Peninggalan Pangeran Diponegoro di Magelang - TIMES Indonesia". timesindonesia.co.id. Diakses tanggal 2024-05-24. 
  3. ^ a b Musaddun; Suwandono, Djoko; Ristianti, Novia Sari; Biruni, El Sifa Mega; Devi, Fionita Yuliani (2019). "PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN MUSEUM DIPONEGORO MAGELANG BERBASIS PARIWISATA HERITAGE BERKELANJUTAN". Jurnal Jendela Inovasi Daerah. 2 (1): 17–37.