Lompat ke isi

Sayyidbaharullahbafagih

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Juni 2024 12.58 oleh Lord Rain XV (bicara | kontrib) (Fakta Sejarah)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

HABIB SAYYID BAHARULLAH BAFAGIH MAULA AIDID - Ulama Islam dengan Maulid Nabi

I. PENGANTAR

Pada sekitar akhir abad ke-19 datang seorang ulama yang bernama Habib Sayyid Baharullah yang berasal usul dari

Makassar. Setelah ditelusuri silsillahnya ke-atas, sehingga kita dapatkan Habib Sayyid Baharullah, bin Atikullah, bin

Ali Akbar, bin Sayyid Umar, bin Habib Sayyid Alwi Jalaluddin Bafagih Maula Aidid sebagai ulama pencetus Maulid Cikoang dan tempat bergurunya Syekh Yusuf. Kalau ditelusuri ke atas lagi, Habib Sayid Alwi Jalaluddin, bin Ahmad, bin Abubakar, bin Muhammad, bin Ali, bin Ahmad, bin Abdullah Al Ayyan AnNassakh Bafaqih(Bafagih), bin Muhammad Maula Aidid hingga urutan ketujuh diatasnya yang berakhir di nama Muhammad Shihab Marbad(1).

Ulama-Ulama ini merupakan keturunan Rasulullah yang nanti dari Hadramaut ke Nusantara melalui india lalu ada yang ke Patani Filipina Selatan, lalu kemudian ke Johor dan akhirnya mereka datang dan bermukim di Sulawesi Selatan hingga menyebar keturunannya ke beberapa wilayah di Pulau Sulawesi termasuk Lembah Palu. Habib Sayyid Baharullah menetap di Lembah Palu untuk mengembangkan syiar Agama Islam dengan mengembangkan peradaban Islam seperti pelaksanaa Maulid.

Habib Sayyid Jalaluddin Bafagih tiba di Sulawesi Selatan pada abad ke 17 Masehi untuk mengembangkan Agama

Islam di Cikoang Sulawesi Selatan. Kemudian, Ulama ini memiliki murid termasuk Syekh Yusuf ketika dia berumur 15

tahun belajar di Cikoang. Kemudian, keturunan Habib Sayyid Jalaluddin Bafagih menjadi salah satu ulama di Lembah Palu Sulawesi Tengah yang biasa disebut oleh orang Kaili dengan sebutan Tuan Ngeta atau Habib Sayyid Baharullah. Habib Sayyid Baharullah mengembangkan dakwah Islam dengan peradaban dan kebudayaan Islam berupa maulid (maudu).

II. HABIB SAYYID BAHARULLAH BAFAGIH DAN BUDAYA MAUDU PALU

Habib Sayyid Baharullah memiliki kuburan di Kompleks Masjid Jami Palu Sulawesi Tengah. Habib Sayyid Baharullah lahir diMakassar sebagai generasi keempat keturunan langsung dari Habib Sayyid Jalaluddin bin Ahmad Bafagih sebagai peletak dasar dari Maulid di Cikoang, sedangkan Habib Sayyid Baharullah (Tuan Ngeta) sebagai peletak dasar pelaksanaan Maulid di Besusu Palu.

Sayyed Baharullah meninggal di akhir abad ke-19 di Palu Sulawesi Tengah. Menurut silsillah keluarga, beliau memiliki

enam orang anak laki-laki dan satu orang perempuan bernama Syarifah Dg. Fitri. Setelah beliau di Palu, menikah lagi

dengan putri Pua Tengko sebagai Galara Mangasa di salah satu adat Patanggota dan dikaruniai lima orang anak yang disebut Karaeng. Kelima orang tersebut(urutan dari sulung sampai bungsu) adalah:

  1. Habib Sayyid Abdulqadir Muhyidin (Karaeng Tanah Lapang di boyantongo/kampung baru,palu),
  2. Habib Sayyid Muhammad Din (Karaeng Karaeng Paleleh di kampung paleleh),
  3. Habib Sayyid Muhammad Syah (Karaeng Pelawa di kampung pelawa),
  4. Habib Sayyid Muhammad Amin (Karaeng Loroloro di besusu,palu), dan
  5. Habib Sayyid Abdul Rasyid (Karaeng Tiba, dikampung sidondo & besusu,palu).

Kelima orang anak dari Sayyid Baharullah Bafagih atau Tuan Ngeta ini yang menyebarkan Agama Islam di akhir abad

ke-19 di Lembah Palu termasuk beberapa wilayah di Sulawesi Tengah. Pengembangan budaya Islam melalui maulid di wilayah Parigi dikembangkan oleh Sayyid Muhammad Syah atau Karaeng Pelawa karena bermukim dan mengembangkan Islam di Pelawa dan sekitarnya. Sedangkan yang menjadi Karaeng di Buol adalah Sayyid Muhammad Din yang biasa dipanggil dengan sebutan Karaeng Paleleh, karena beliau yang mengembangkan Budaya Agama Islam di wilayah Paleleh Buol.

Ulama-Ulama Islam keturunan Sulawesi Selatan dari Cikoang ini melakukan dakwah Islam dengan melakukan

perayaan Maulid (Nomaulu). Maulid adalah peringatan terhadap kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang selalu

diperingati setiap tahun pada bulan 12 Rabiul awal. Pemimpin kelompok yang masih mempertahankan budaya Islam di Besusu tanah Kaili Palu Sulawesi Tengah disebut “Karaeng Sayye.” Karaeng ini yang selalu memimpin upacara adat yang berkaitan dengan budaya-budaya Islam di Lembah Palu. Persyaratan Karaeng ini dipangku oleh keturunan Habib Sayyid Jalaludin Bafagih dari Cikoang Makassar untuk menjaga keaslian keturunan yang menjaga peradaban dan kebudayaan Islam dari keturunan Sayyid di Cikoang Makassar. Kelompok Sayyid ini menggunakan istilah lokal “karaeng sayye atau karaeng” dan “maudu” sebagai bentuk pengembangan peradaban dan kebudayaan Agama

Islam di Cikoang dan Palu Sulawesi Tengah. Hal inilah yang dimaksudkan oleh Amin Abdullah sebagai “agama” ternyata mempunyai banyak wajah (multifaces) bukan seperti yang dipahami hanya persoalan ketuhanan kepercayaan, keimanan dan seterusnya.(2)

Selain persyaratan tersebut, juga persyaratan menjadi Karaeng Sayye harus memiliki empat persyaratan sebagai pemimpin dalam budaya Islam, yakni: Sidiq, Amanah, Tablig dan Fathonah. Sidiq berarti jujur dalam perkataan dan perbuatan, amanah berarti dapat dipercaya dalam menjaga tanggung jawab, Tablig berarti menyampaikan segala macam kebaikan kepada rakyatnya dan fathonah berarti cerdas dalam mengelola masyarakat. Sidiq atau kejujuran adalah lawan dari dusta dan ia memiliki arti kecocokan sesuatu sebagaimana dengan fakta. Contoh kata “rajulun shaduq (sangat jujur),” yang lebih mendalam maknanya daripada shadiq (jujur). Al-mushaddiq yakni orang yang membenarkan setiap ucapanmu, sedang ashshiddiq ialah orangyang terus menerus membenarkan ucapan

orang, dan bisa juga orang yang selalu membuktikan ucapannya dengan perbuatan. Adil dan bersih juga dikembangkan oleh ulama-ulama ini.

Selanjutnya, terpercaya atau amanah merupakan kwalitas wajib yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dengan memiliki sifat amanah, pemimpin akan senantiasa menjaga kepercayaan masyarakat yang telah diserahkan di atas pundaknya.

Kepercayaan maskarakat berupa penyerahan segala macam urusan kepada pemimpin agar dikelola dengan baik dan untuk kemaslahatan bersama. Tablig atau kemampuan berkomunikasi merupakan kualitas ketiga yang harus dimiliki oleh pemimpi sejati. Pemimpin bukan berhadapan dengan benda mati yang bisa digerakkan dan dipindah-pindah sesuai dengan kemauannya sendiri, tetapi pemimpin berhadapan dengan rakyat manusia yang memiliki beragam kecenderungan. Oleh karena itu komunikasi merupakan kunci terjainnya hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyat. Pemimpin dituntut untuk membuka diri kepada rakyatnya, sehingga mendapat simpati dan juga rasa cinta. Keterbukaan pemimpin kepada rakyatnya bukan berarti pemimpin harus sering curhat mengenai segala kendala yang sedang dihadapinya, akan tetapi pemimpin harus mampu membangun kepercayaan rakyatnya untuk melakukan komunikasi dengannya.

Akhirnya, fathonah atau cerdas memiliki kecerdasan di atas rata-rata masyarakatnya sehinga memiliki kepercayaan

diri. Kecerdasan pemimpin akan membantu dia dalam memecahkan segala macam persoalan yang terjadi di

masyarakat. Pemimpin yang cerdas tidak mudah frustasi menghadapai problema, karena dengan kecerdasannya dia

akan mampu mencari solusi. Pemimpin yang cerdas tidak akan membiarkan masalah berlangsung lama, karena dia selalu tertantang untuk menyelesaikan masalah tepat waktu.

III. BUDAYA MAULID DI PALU SULAWESI TENGAH

Ulama Islam di akhir abad ke-19 yang bernama Sayyid Baharullah Bafagih mengembangkan Agama Islam di

Lembah Palu dengan sistem “Karaeng Sayye” sebagai pemimpin pengembangan Agama Islam. Ajaran Agama Islam yang dikembangkan di Palu Sulawesi Tengah adalah bacaan mengaji Bugis-Makassar, hingga kini pemangku Karaeng ditemukan di Sidondo dan murid-muridnya masih mengaji dengan eja Bugis.

Guru Ngaji di Sidondo bernama Sayyid Nuruddin Bafaqih dan juga masih mengembangkan ajaran Agama Islam dengan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sayyid Nurudin Al Bafaqih memiliki kitab Maulid, Kitab Shalat, Kitab Tulqiyamah, Kitab Taraban Tahura, Kitab Baital Maudjud, dan termasuk kitab Falaqiyah sebagai pemilik turunan dari keluarga Bafaqih Maula Aidid.(3) Berdasarkan kitab-kitab tersebut mengembangkan peradaban dan kebudayaan Islam di Lembah Palu Sulawesi Tengah. Peradaban dan kebudayaan Islam dikembangkan dalam sebuah ritual kebudayaan Maulid atau “Maudu” sebagaimana dilaksanakan juga di Cikoang Makassar Sulawesi Selatan. Maulid Nabi Muhammad SAW di Palu disebut juga dengan istilah “Maulid Syarafal Anam.” (4)

Maudu di Besusu Palu Sulawesi Tengah dipersiapkan selama kurang lebih 30 hari. Mulai dari 12 Rabiul awal hingga

30 Rabiul awal. Awal persiapan dengan menyambut Bulan Syafar (dilakukan dengan mandi pada bulan Syafar) oleh

masyarakat setempat yang dipimpin sesepuh atau “Karaeng Sayye.”

Persiapan untuk hidangan khas pada puncak acara Maudu, pelaksanaannya membutuhkan waktu yang lumayan lama. Hidangan itu berupa nasi ketan (biasa disebut nasi kabuli atau kadominya) dan lauk yang dibuat dari ayam kampung dan telur warna-warni yang penuh hiasan bunga kertas. Mereka menyebutnya “hiasan” terbuat dari guntingan kertas minyak yang menyerupai tubuh manusia. Demikian juga Bendera dan bunga disiapkan untuk menjadi hiasan. Keseluruhan hiasan tersebut dihiaskan pada tempat yang menyerupai ka’bah yang mereka sebut sebagai “paha” atau “paham.” Prosesnya lama karena ayam kampung yang digunakan untuk perayaan ini tidak boleh ayam sembarangan. Ayam harus dikurung 40 hari di tempat bersih dan diberi makan beras bagus sesuai dengan makanan manusia.

Tepat dua hari sebelum hari H, masyarakat yang akan mengikuti Maudu melakukan acara potong ayam dan menghias

telur. Kemudian para ibu rumah tangga dibantu anak-anaknya mulai memasak beras ketan, ayam goreng dan aneka kue tradisional dengan menggunakan kayu bakar. Cara atau adab memasakpun mempunyai ketentuan, yakni harus dilakukan ditempat yang telah disediakan khusus, tidak boleh keluar pagar. Perempuan harus memakai sarung dalam keadaan bersih dan mengambil air wudu’ sebelum memasak. Beras dicuci tujuh kali sebelum dimasak dan air cuciannya ditampung dalam lubang yang sengaja dibuat. Pelaksanaan maulid dilakukan dengan membaca silsillah Nabi, membaca zikir berupa puji-pujian Kepada Nabi Muhammad SAW, diakhiri dengan meminum “saraba” kepada peserta, Memberikan hidangan makanan kepada semua yang hadir, membagikan berkah (barakah) kepada semua hadirin, akhirnya membaca doa. Makna Filosofis dari prosesi Maudu didasarkan tiga faktor yaitu, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW kejadian di alam Nur Hakiki, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW keadaan di alam rahim, dan memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW kelahiran di alam dunia. Melalui hal ini mampu meningkatkan kecintaan umat Muhammad kepada Nabi Muhammad. Mereka yakin bahwa pada hari ini juga terciptanya manusia oleh Nur Muhammad, sehingga bermakna untuk mengingatkan seorang manusia tentang penciptaan dan memperkuat aqidah kepada Allah SWT. Perlengkapan maulid berupa beras, kelapa, ayam, dan telur menjadi simbol dari syariat,

tarikat, hakikat, dan ma’rifat. Ayam sebagai simbol penciptaan dari Sang Pencipta, telur adalah simbol atau lambang dari kelahiran, bunga adalah simbol dari kehidupan dan seterusnya.

IV. AJARAN HABIB SAYYID BAHARULLAH BAFAGIH

Habib mewariskan ajaran tentang pentingnya bersalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Pandangan Habib sesuai

dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an pada Surah Al-Ahzab ayat 65:

“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman,

bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Diriwayatkan bahwa makna shalawat Allah kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pujian Allah atas beliau

di hadapan para Malaikat-Nya, sedang shalawat Malaikat berarti mendo’akan beliau, dan shalawat ummatnya berarti

permohonan ampun bagi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam ayat di atas, Allah telah menyebutkan tentang

kedudukan hamba dan Rasul-Nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tempat yang tertinggi, bahwasanya

Dia memujinya di hadapan para Malaikat yang terdekat, dan bahwa para Malaikat pun mendo’akan untuknya, lalu Allah memerintahkan segenap penghuni alam ini untuk mengucapkan shalawat dan salam atasnya, sehingga bersatulah pujian untuk beliau di alam yang tertinggi dengan alam terendah (bumi).(5)

Orang Makassar & Bugis yang menerima ajaran salawat diberilah sebuah ritual yang rutin untuk selalu mempersembahkan salawat kepada Nabi Muhammad SAW. Peringatan ritual yang rutin itu disebut Maudu Lompoa (maulid akbar). Naskah bacaan maulid yang terus dibaca oleh umat Islam yaitu antara lain riwayat Nabi Muhammad SAW pada saat meninggalkan dunia ini, yaitu Sure Mallinrunna Nabitta.

V. KESIMPULAN

Habib Sayyid Baharullah Bafagih adalah seorang ulama Islam di Lembah Palu yang mengembangkan Agama Islam dengan Maulid Nabi yang biasa disebut di Palu dengan sebutan “maudu.” Habib Sayyid Baharullah Al-Aidid memiliki hubungan darah langsung sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW.

Dari ulama terkenal di Sulawesi Selatan Habib Sayyid Jalaluddin bin Ahmad Bafagih sebagai guru dari Syekh Yusuf.

Tradisi “Karaeng Sayye” merupakan tradisi khas dari peradaban dan kebudayaan Islam yang dikembangkan dengan acara ritual maulid untuk menampilkan prosesi nilai-nilai syariat, tarikat. Hakikat dan ma,rifat yang disimbolkan dengan semua peralatan dan makanan dalam prosesi maulid di Palu Sulawesi Tengah.

Ajaran Habib Sayyid Baharullah Bafagih yang dikenal oleh orang Makassar & Bugis dalam naskah Sure Mallinrunna Nabitta yang berisi tentang riwayat kenabian Nabi Besar Muhammad SAW.

Demikian juga ajaran mengenai kitab shalat dan kitab-kitab lainnya seperti kitab falakiyah yang dikarang di Patani Thailand Selatan dan kemudian beredar luas di wilayah Indonesia Timur.

Habib Sayyid Baharullah Bafagih melanjutkan ajaran yang dikembangkan oleh Habib Sayyid Jalaluddin yang

mengembangkan Agama Islam di Cikoang Sulawesi Selatan yang kalau dirunut sanadnya berasal dari Patani yang juga berasal dari Hadramaut hingga Rasulullah. Habib Sayyid Jalaluddin bin Ahmad Bafagih juga menjadi guru dari Syekh Yusuf sewaktu beliau berumur 15 tahun.

Catatan kaki

sumber artikel : Haliadi-Sadi – Syamsuri, Bab 9, Hal 297 : HABIB SAYYID BAHARULLAH BAFAGIH MAULA AIDID - Ulama Islam dengan Maulid Nabi, Sejarah Islam di Lembah Palu

(1) Kelompok ini adalah keturunan Nabi Muhammad di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah, baca: LWC. Van Den Berg, Orang Arab di Nusantara (Jakarta: Komunitas bamboo, 2010), hlm. 33.

(2) Mircea Aliade dkk., Metodologi Studi Agama (Editor: Ahmad Norma Permana) (Pengantar: Amin Abdullah) (Bandung: Pustaka Pelajar, 2000), hlm. 1

(3) Wawancara Sayyid Nurudin Bafaqih di Sidondo Kabupaten Sigi, tanggal 29 Agustus 2016.

(4) Said Muda Hi. Baso, Menyingkap Asal Mula Rahasia Kejadian Nur Muhammad, (Kitab Khusus Maulid Syarafal Anam dilengkapi dengan Zikir, Shalawat, dan Doa) (Penanggungjawab/Pelindung Umar Samannudin Bafagih) (Palu: stensilan, 2002), hlm. 8

(5) https://almanhaj.or.id/3276-anjuran-bershalawat-kepada-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html.