Lompat ke isi

Sistem televisi berjaringan di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 13 Oktober 2009 08.00 oleh Syilfi (bicara | kontrib) (←Membuat halaman berisi '{{cakupan}} ''' Sistem Televisi berjaringan''' adalah suatu sistem yang mengharuskan televisi- televisi yang memiliki daya frekuensi siaran nasional (SCTV...')
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sistem Televisi berjaringan adalah suatu sistem yang mengharuskan televisi- televisi yang memiliki daya frekuensi siaran nasional (SCTV, RCTI, TPI, Indosiar, antv, Metro TV, Trans TV, Lativi, Trans7, dan Global TV, agar melepaskan frekuensi terhadap daerah- daerah siaran mereka dan menyerahkan pada orang/lembaga/organisasi daerah yang ingin menggunakannya untuk dikembangkan. Bila televisi-televisi yang berlokasi di Jakarta menginginkan siarannya dapat diterima di daerah tertentu, maka ia harus bekerjasama dengan televisi yang ada di daerah bersangkutan. Sistem ini akan diberlakuakn di Indonesia pada 28 Desember 2009. TV nasional dapat bertindak sebagai induk stasiun jaringan dan TV lokal bertindak sebagai anggota stasiun jaringan, stasiun induk bertindak sebagai koordinator yang siarannya direlai oleh anggota (pasal 34 ayat 1 dan 2 PP Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta). Dalam TV berjaringan spirit dasar dari siaran berjaringan adalah terpenuhinya aspek diversity of ownership, diversity of content, dan kearifan lokal[1]

Dasar hukum

UU 32/2002 Pasal 60 ayat (2)[2], yang menyatakan bahwa:

  1. Lembaga penyiaran radio yang ingin berjaringan, harus bermitra dengan lembaga penyiaran radio lain; tenggat waktu penyesuaian hingga akhir tahun 2004
  2. Yang sudah memiliki relai di satu daerah, lembaga penyiaran radio bisa menggunakan stasiun relainya hingga 2006, sampai berdirinya stasiun lokal berjaringan di daerah tersebut
  3. Lembaga penyiaran televisi yang ingin berjaringan, harus bermitra dengan lembaga penyiaran televisi lain; tenggat waktu penyesuaian hingga akhir tahun 2005

Sistem isi siaran

Menurut PP No. 50 Tahun 2005 Pasal 17 ayat 2[3]: DuraSi Relai siaran untuk acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran dalam negeri bagi lembaga penyiaran melalui sistem stasiun jaringan dibatasi paling banyak 40% untuk jasa penyiaran radio dan paling banyak 90% untuk jasa penyiaran televisi dari seluruh waktu siaran per hari. Pasal 17 ayat 1 : Durasi relai siaran untuk acara tetap yang berasal dari lembaga penyiaran dalam negeri bagi lembaga penyiaran televisi yang tidak berjaringan dibatasi paling banyak 20% dari seluruh waktu siaran per hari. Pasal 36 : Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e memungkinkan terjangkaunya wilayah siaran paling banyak 90% dari jumlah provinsi di Indonesia, hanya untuk sistem stasiun jaringan yang telah mengoperasikan sejumlah stasiun relai yang dimilikinya melebihi 75% dari jumlah provinsi sebelumnya ditetapkannya PP ini.

Manfaat

  1. sistem stasiun berjaringan ini memiliki manfaat untuk menciptakan sistem penyiaran yang berkeadilan dan berpihak pada publik. Karena selama ini dominasi isi siaran televisi dipegang oleh para televisi yang berlokasi di Jakarta. Bahkan isi siarannya sudah sampai pada level menghegemoni.
  2. sistem berjaringan mampu mengakomodasi isi siaran lokal sehingga dapat menjadi pengerem terhadap isi siaran yang memiliki bias kultur, nilai, dan cara pandang orang yang tinggal di Jakarta. Dengan begitu ada terdapat ruang bagi masyarakat daerah untuk mengekspresikan hasrat, kepentingan, kultur, nilai, dan cara pandang orang daerah di ruang publik yang bernama penyiaran. Sehingga tercipta penyiaran yang berkeadilan mendudukan kepentingan daerah dan kepentingan Jakarta pada posisi yang setara dan sejajar.
  3. Dengan diberlakukannya sistem ini maka porsi iklan yang jumlahnya triliunan rupiah yang selama ini hanya dinikmati TV yang ada di Jakarta akan terditribusi ke televisi-televisi lokal yang ada di daerah. Dengan begitu, pemerataan ekonomi di bidang penyiaran akan terjadi.[4]
  4. Pemerataan kesempatan bagi investor lokal di daerah untuk dapat berpartisipasi dalam bidang pertelevisian.

Kendala

  1. Terjadi tumpang tindih antara kewenangan perizinan lembaga penyiaran antara KPI dengan Dekominfo sehingga dari sisi yuridis dan teknis masih sulit dilaksanakan dilapangan karena belum terbangunnya sistem secara memadai
  2. Terdapat tantangan yang sistematis dari pihak asosiasi TV nasional. Karena kerjasama antara TV nasional dengan TV lokal sulit dilakukan
  3. Persiapan dari TV lokal yang belum memadai, dari segi teknis maupun sumber daya manusia

Referensi

Pranala luar

Sumber online

  1. (Indonesia) Menyoal TV Berjaringan di newspaper.pikiran-rakyat.com oleh M. Z. Al-Faqih
  2. (Indonesia) Pemerintah Didesak Implementasikan TV Berjaringan di antara.co.id
  3. (Indonesia) Menkominfo Ingatkan Pengelola TV Soal TV Berjaringan di waspada.co.id
  4. (Indonesia) Simpang Siur Pemahaman Televisi Berjaringan di televisiana.net
  5. (Indonesia) [3]
  6. (Indonesia) [4]
  7. (Indonesia) [5]
  8. (Indonesia) [6]