Lompat ke isi

Obhe

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 10 Juli 2024 13.45 oleh ANNAFscience (bicara | kontrib) (Menambah Kategori:Adat menggunakan HotCat)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Obhe merupakan balai adat Suku Sentani atau pusat pemerintahan adat yang di pimpin Ondofolo/Ondoafi yang diwariskan turun-temurun oleh leluhur masyarakat suku Sentani. Obhe tempat berkumpul tetua adat ketika hendak bermusyawarah mengenai persoalan sosial atau menyelesaikan masalah yang sedang terjadi didalam lingkungan masyarakat adat kampung dan akan diputuskan didalam Obhe, berdasarkan tata adat-istiadat, aturan hukum adat, dan tata etika. Setiap kampung memiliki Obhe masing-masing disesuaikan terhadap keturunan dan mata rumah yang dimiliki oleh masyarakat kampung. Seorang Ondofolo harus memiliki syarat sebagai bagian yang penting dari kepemimpinan adat pada suku Sentani yang memiliki hak kepemilikan atas tanah dan hutan/lingkungan alam sekitar. Didalam tata aturan adat-istiadat keputusan yang diambil didalam Obhe dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat yang ada di kampung.[1][2]

Desain Obhe

[sunting | sunting sumber]

Obhe dibangun di dekat rumah Ondoafi/Ondofolo baik didepan atau disamping orang yang memiliki status sosial tertinggi dalam adat.Obhe dapat mudah dikenali karena ukuran yang besar, memiliki ciri-ciri bentuk rumah panggung tanpa dinding, bersifat publik dan terdapat ditengah kampung. Bangunan Obhe terdiri dari beberapa tiang penyangga dimana tiang-tiang melambangkan jumlah etnis yang terdapat didalam masyarakat kampung. Tiang-tiang penyangga utama bisa terdiri dari beberapa tiang yang menjelaskan berapa banyak jumlah Ondofolo pada masing-masing klan tiang raja mendefinisikan seorang Ondofolo dan dari setiap etnis klan memiliki masing-masing Ondofolo. Maka itu didalam musyawarah adat setiap klan atau marga akan duduk berdasarkan tiang-tiang penyangga yang ditanam atau dipasang oleh klan masing-masing. Pada bagian-bagian tiang dan penampang lantai Obhe diberikan hiasan simbol dan motif mendefinisikan kedudukan yang sangat terhormat dan sakral. Kayu yang digunakan untuk mendirikan Obhe yaitu kayu besi dan kayu-kayu pilihan, kayu rotan dimana kayu-kayu ini sangat kuat dipilih oleh masing kampung berdasarkan kondisi daerah kampung yang cocok terhadap lingkungan kampung. Bagian atap diikat menggunakan rotan dan bahan ikat lainnya, rumbia sebagai bahan atap yang berasal dari daun sagu, lantai Obhe menggunakan kayu nibun diambil dari hutan masyarakat kampung. Di era modern sekarang pembangunan Obhe sudah mengikuti perkembangan zaman dimana bahan dan material sudah diganti yang mana padan zaman terdahulu tiang,atap, lantai masih menggunakan kayu dan atap rumbai tetapi sekarang mengikuti perkembangan zaman menggunakan seng sebagai atap dan tiang dan lantai dari campuran agregat semen dan pasir dan batu sebagai pondasi. serta dalam penggunaan simbol dan motif yang berubah. Tentu saja Obhe pada setiap kampung memiliki bentuk desain yang berbeda karena memiliki arti dan tata kelola pemerintahan adat yang berbeda.[2][1]

Pranala Luar

[sunting | sunting sumber]
  1. Peresmian Enakhouw Obhee di Kampung Simporo Ebungfauw.2015.https://www.papua.us/2015/06/peresmian-enakhouw-obhee-di-kamping.html.Diakses tanggal 2024-06-06.
  2. "Obee" Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Direktorat warisan dan Diplomasi Budaya.2018. https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=868. Diakses tanggal 2024-06-06.
  3. Sekilas Mengenal Masyarakat Adat Dondai | JERAT PAPUA.2022.https://www.jeratpapua.org/sekilas-mengenal-masyarakat-adat-dondai/.Diakses tanggal 2024-06-06.
  4. "Obhe Dondai Tak Mampu Muat Banyak Orang".2022.https://tabloidpapuabaru.com/obhe-dondai-tak-mampu-muat-banyak-orang/.Diakses tanggal 2024-06-06.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b Suebu, Marshal; Kendi, Ibrahim Kristofol (2017). "BIROKRASI KAMPUNG ADAT YO HELE MABOUW DAN HUBUNGANNYA DENGAN TATA RUANG (KHANI HE KLA HE) DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN JAYAPURA". JURNAL EKOLOGI BIROKRASI. 5 (3). doi:10.31957/jeb.v5i3.496. ISSN 2654-7864. Diakses tanggal 2024-06-25. 
  2. ^ a b Mahmud, M. Irfan (2010). Arsitektur Rumah Tradisional Sentani Papua (PDF). Jakarta: Direktorat Tradisi, Direktorat Jenderal Nilai Budaya, Seni, dan Film. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. ISBN 9789794619292.