Hagia Sofia, Istanbul
Masjid Hagia Sophia | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam – Sunni |
Provinsi | Istanbul |
Lokasi | |
Lokasi | Fatih |
Negara | Turki |
Arsitektur | |
Arsitek | Isidorus dan Anthemius |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Turki dengan sedikit sentuhan arsitektur Yunani Kuno[2] |
Didirikan | 360 dengan rincian: |
Spesifikasi | |
Kubah | 1 |
Menara | 4 |
Masjid Hagia Sophia (bahasa Yunani Kuno: Ἁγία Σοφία Τζαμί, translit. Hagía Sophía Tzamí; bahasa Latin: Sancta Sapientia Mosque; bahasa Turki: Ayasofya Camii), secara resmi bernama Masjid Raya Hagia Sophia (bahasa Turki: Ayasofya Ulucamii),[6] adalah sebuah masjid, situs budaya, dan sejarah utama yang berada di distrik Fatih, Provinsi Istanbul, Turki. Masjid ini awalnya dibangun sebagai gereja Ortodoks Yunani yang berlangsung dari tahun 360 hingga penaklukan Konstantinopel oleh Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1453.[7][8][9] Kemudian berfungsi sebagai masjid sampai tahun 1935, lalu berubah menjadi museum hingga tahun 2020.[10][11] Pada tahun 2020 hingga sekarang, bangunan ini kembali menjadi masjid.[12]
Sejarah
Gereja Pertama
Gereja pertama yang dibangun pada tanah tersebut dikenal sebagai Μεγάλη Ἐκκλησία (Megálē Ekklēsíā, "Gereja Agung"), atau dalam bahasa Latin "Magna Ecclesia",[13][14] dikarenakan ukurannya yang sangat besar bila dibandingkan dengan gereja pada saat itu di kota Konstantinopel.[15] Gereja ini diresmikan pada 15 Februari 360 pada masa pemerintahan Kaisar Konstantius II oleh Uskup Arian, Eudoxius dari Antiokia,[16] didirikan di sebelah tempat istana kekaisaran dibangun. Gereja Hagia Eirene (secara harfiah bermakna "Kedamaian Suci") di dekatnya telah diselesaikan terlebih dahulu sebelum Gereja Agung selesai. Kedua gereja ini berperan sebagai gereja utama dari Kekaisaran Romawi Timur.
Menulis pada 440, Sokrates dari Konstantinopel mengklaim bahwa gereja ini dibangun oleh Konstantius II, yang mengerjakannya pada tahun 346.[16] Tradisi yang tidak lebih tua dari abad ke-7 melaporkan bahwa bangunan ini dibangun oleh Konstantinus Agung.[16] Zonaras mendamaikan kedua pendapat tersebut, menulis bahwa Konstantius telah memperbaiki bangunan yang telah dikuduskan oleh Eusebius dari Nikomedia ini, setelah keruntuhannya.[16] Karena Eusebius menjadi uskup Konstantinopel pada 339-341, dan Konstantinus meninggal pada 337, tampaknya mungkin saja bahwa gereja pertama ini didirikan oleh Konstantinus.[16] Bangunan ini dibangun sebagai sebuah basilika bertiang Latin tradisional dengan berbagai galeri dan atap kayu, didahului dengan sebuah atrium. Bangunan ini diklaim sebagai salah satu monumen yang paling menonjol di dunia pada saat itu.
Patriark Konstantinopel Yohanes Krisostomus terlibat perselisihan dengan Permaisuri Aelia Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, dan diasingkan pada 20 Juni 404. Pada kerusuhan berikutnya, gereja pertama ini sebagian besar terbakar.[16] Tidak ada yang tersisa dari gereja pertama ini sekarang.
Gereja Kedua
Gereja kedua diresmikan pada 10 Oktober 415 atas perintah Kaisar Theodosius II. Basilika ini memiliki atap kayu dan dibangun oleh arsitek bernama Rufinus. Pada masa Kerusuhan Nika, gereja ini terbakar pada 13–14 Januari 532.
Beberapa balok marmer dari gereja kedua ini selamat sampai sekarang, beberapa diantaranya adalah relief yang menggambarkan dua belas domba yang mewakili dua belas rasul. Awalnya bagian dari salah satu pintu depan monumental, balok-balok itu sekarang berada di lubang penggalian yang berdekatan dengan pintu masuk museum setelah penemuan pada tahun 1935 di bawah halaman sisi barat oleh A. M. Schneider. Penggalian berikutnya tidak dilanjutkan karena takut merusak keutuhan bangunan.
Gereja Ketiga
Pada 23 Februari 532, hanya beberapa pekan setelah hancurnya basilika kedua, Kaisar Yustinianus I memerintahkan pembangunan gereja ketiga dengan rancangan yang lebih luas dan megah dari sebelumnya.
Yustinianus memilih ahli fisika, Isidore dari Miletus dan ahli matematika Anthemius dari Tralles sebagai arsitek. Akan tetapi, Anthemius meninggal pada tahun pertama pembangunan. Pembangunan ini dijelaskan dalam Tentang Bangunan-bangunan (Peri ktismatōn, Latin: De aedificiis) dari sejarawan Bizantium bernama Procopius. Tiang-tiang dan marmer lain didatangkan dari segala penjuru kekaisaran, di seluruh Mediterania. Pendapat bahwa tiang-tiang ini merupakan rampasan dari kota-kota seperti Roma dan Efesus dikemukakan belakangan.[17] Meskipun tiang-tiang itu dibuat khusus untuk Hagia Sofia, namun ukurannya tampak bervariasi.[18] Lebih dari sepuluh ribu orang dipekerjakan. Gereja baru ini secara serentak diakui sebagai karya arsitektur besar. Teori-teori Heron dari Aleksandria mungkin telah digunakan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang muncul dalam membangun kubah luas yang membutuhkan ruang sedemikian besar.[butuh rujukan] Bersama dengan Patriark Menas, kaisar meresmikan basilika ini pada 27 Desember 537, lima tahun sepuluh bulan setelah pembangunan dimulai.[19][20][21] Sedangkan mosaik yang terdapat di dalam gereja baru selesai pada masa Kaisar Yustinus II yang memerintah pada tahun 565–578 M.
Hagia Sophia menjadi pusat kedudukan Patriark Ortodoks Konstantinopel dan tempat utama berbagai upacara Kekaisaran Romawi Timur, seperti penobatan kaisar. Seperti gereja-gereja lain di seluruh dunia Kristen, basilika ini memiliki tempat perlindungan dari penganiayaan bagi para pelanggar hukum.
Pada 726, Kaisar Leo III mengeluarkan serangkaian keputusan yang melarang masyarakat untuk memberikan penghormatan kepada gambar-gambar, memerintahkan tentara untuk menghancurkan semua ikon, sehingga mengantar pada periode ikonoklasme Bizantium. Pada masa itu, semua gambar dan patung keagamaan disingkirkan dari Hagia Sophia. Setelah gerakan ini dibendung pada masa Maharani Irene yang berkuasa pada tahun 797–802, ikonoklasme kembali merebak pada masa Kaisar Theophilos yang sangat dipengaruhi oleh seni rupa Islam,[22] yang melarang penggambaran makhluk hidup.[23] Theophilos membuat pintu-pintu perunggu bersayap dua, yang memperlihatkan monogramnya, di pintu masuk gereja bagian selatan.
Basilika ini mengalami kerusakan pertama kali dalam kebakaran besar tahun 859, dan kemudian saat gempa bumi pada 8 Januari 869, yang membuat sebagian kubahnya runtuh. Kaisar Basilius I memerintahkan agar gereja ini diperbaiki.
Pada masa pendudukan Konstantinopel pada Perang Salib Keempat, gereja ini dijarah dan dinodai oleh Tentara Salib, sebagaimana dijelaskan oleh sejarawan Bizantium Niketas Choniates. Pada masa pendudukan Latin di Konstantinopel (1204–1261), gereja ini berubah menjadi Katedral Katolik Roma. Baldwin I dimahkotai sebagai kaisar pada 16 Mei 1204 di Hagia Sophia, dengan upacara yang pelaksanaannya menggunakan adat Bizantium. Enrico Dandolo, Doge Republik Venesia yang memimpin pendudukan dan invasi terhadap Konstantinopel oleh Tentara Salib Latin pada 1204, dimakamkan di dalam gereja ini. Makam yang telah terukir namanya, yang menjadi bagian dari dekorasi lantai, diludahi oleh banyak masyarakat Romawi Timur yang merebut kembali Konstantinopel pada tahun 1261 M.[24][butuh sumber yang lebih baik] Akan tetapi, saat restorasi yang dipimpin oleh Fossati bersaudara sepanjang tahun 1847–1849, timbul keraguan terhadap keaslian makam doge tersebut; tampaknya lebih seperti sebuah peringatan simbolis daripada situs pemakaman.
Setelah direbut kembali pada 1261 oleh bangsa Bizantium, gereja ini dalam keadaan bobrok. Pada 1317, Kaisar Andronikus II memerintahkan agar empat penopang (Πυραμὶδας, bahasa Yunani:"Piramídas") baru dibangun di sisi timur dan utara gereja, pembiayaannya menggunakan warisan dari mendiang istrinya, Irene.[25] Kubah gereja mengalami keretakan setelah gempa bumi bulan Oktober 1344, dan beberapa bagian bangunan runtuh pada 19 Mei 1346; alhasil gereja ini ditutup sampai 1354 saat perbaikan dilakukan oleh arsitek-arsiteknya, Astras dan Peralta.
Masjid
Konstantinopel ditaklukkan oleh Utsmani pada 29 Mei 1453. Banyak catatan yang merekam kejadian itu, walaupun beberapa ditulis sekian lama setelah peristiwa tersebut terjadi dan masing-masing menyatakan sebagai catatan yang mendekati aslinya. Baik Yunani, Italia, Slavia, Turki, dan Rusia, semuanya memiliki versi mereka masing-masing yang mungkin sulit untuk disatukan.[26] Salah satu versi cerita tersebut adalah yang ditulis sejarawan kontemporer Inggris bernama Steven Runciman yang dikenal karena bukunya yang berjudul A History of the Crusades.[27]
Setelah penaklukan, Hagia Sophia, disebut Aya Sofya dalam pelafalan Turki, diubah menjadi masjid kekaisaran. Meskipun demikian, keberadaan Gereja Kristen Ortodoks tetap diakui, sebagaimana dalam sistem millet Utsmani yang memberikan agama non-Islam kewenangan khusus dalam mengatur urusan masing-masing.[28] Gennadius Scholarius lantas ditetapkan sebagai Patriark Konstantinopel pertama pada masa Utsmani, kemudian menetapkan kedudukannya di Gereja Rasul Suci,[29] yang kemudian berpindah ke Gereja Pammakaristos.
Seperti dijelaskan oleh beberapa pengunjung dari Barat (misalnya bangsawan dari Kordoba bernama Pero Tafur[30] dan Cristoforo Buondelmonti dari Firenze),[31] gereja saat itu dalam keadaan bobrok, dengan beberapa pintu telah terlepas dari engselnya. Mehmed II memerintahkan perbaikan dan pengubahannya menjadi masjid. Mehmed menghadiri ibadah Jumat yang pertama kalinya di masjid pada 1 Juni 1453.[32] Hagia Sophia menjadi masjid kekaisaran pertama di Istanbul.[33] Pada wakaf yang bersangkutan dianugerahkan sebagian besar rumah yang saat ini berdiri di kota tersebut dan daerah yang kelak menjadi Istana Topkapı.[25] Sejak tahun 1478, sebanyak 2.360 toko, 1.360 rumah, 4 karavanserai, 30 toko boza, dan 23 toko domba memberikan penghasilan mereka untuk yayasan tersebut.[34] Melalui piagam kekaisaran tahun 1520 (926 H) dan 1547 (954 H), berbagai toko dan bagian dari Grand Bazaar dan pasar-pasar lain, juga ditambahkan ke dalamnya.[25]
Sebelum 1481, sebuah menara kecil telah didirikan di sudut barat daya bangunan di atas menara tangga.[25] Kemudian Sultan Bayezid II (1481–1512), membangun menara lain di sudut timur laut.[25] Salah satu dari menara itu runtuh setelah gempa bumi pada tahun 1509,[25] dan sekitar pertengahan abad keenam belas keduanya diganti dengan dua menara yang dibangun di sudut timur dan barat bangunan.[25]
Pada abad keenam belas, Sultan Suleiman Al Kanuni membawa dua batang lilin kuno dari penaklukannya atas Hungaria dan ditempatkan mengapit mihrab. Pada masa Selim II, dikarenakan mulai menunjukkan tanda-tanda kerapuhan, Aya Sofya diperkuat dengan dukungan struktural untuk bagian luar. Proyek ini dikepalai arsitek Utsmani saat itu, Mimar Sinan, yang juga dikenal sebagai salah satu insinyur gempa pertama di dunia.[35] Untuk memperkuat struktur bersejarah Bizantium ini, Sinan membangun dua menara besar di barat yang awalnya ruang khusus sultan, dan türbe (bangunan untuk makam di Turki) untuk makam Selim II di tenggara bangunan pada 1576-7 M / 984 H.[25] Selain itu, lambang bulan sabit emas dipasang di atas kubah.[25] Kemudian, makam ini juga menjadi makam bagi 43 pangeran Utsmani.[25] Pada 1594 M / 1004 H Mimar (kepala arsitek) Davud Ağa membangun makam Murad III (1574–1595), tempat sultan dan permaisurinya, Safiye Sultan, putra, dan putri mereka dikebumikan.[25] Bangunan makam persegi delapan putra mereka Mehmed III (1595–1603) dibangun arsitek kekaisaran Dalgiç Mehmet Aĝa pada 1608 / 1017 H. Di bangunan ini, dimakamkan pula Handan Sultan, selir Mehmed III yang menjadi ibu suri bagi putra mereka Ahmed I. Dimakamkan pula putra dan putri Ahmed I, putri dari Murad III, dan putra sultan lainnya.[36] Putranya yang lain, Mustafa I (1617–1618; 1622–1623), mengubah bekas ruang untuk pembaptisan menjadi türbe-nya.[36]
Murad III juga membawa dua guci besar Helenistik dari batu pualam dari Pergamum dan menempatkannya di dalam kedua sisi tengah bangunan.[25]
Pada 1717, di bawah kepemimpinan Sultan Ahmed III (1703–1730), plester yang runtuh dalam interior bangunan direnovasi, secara tidak langsung berperan dalam kelestarian banyak mosaik, yang jika tidak dilakukan maka akan dihancurkan oleh para pekerja bangunan.[36] Karena kenyataannya adalah hal biasa bagi mereka untuk menjual batu-batu mosaik –yang dipercaya sebagai azimat– kepada para pengunjung.[36] Sultan Mahmud I memerintahkan perbaikan Aya Sofya pada 1739 dan menambahkan sebuah madrasah, imaret atau dapur umum untuk kaum miskin, dan perpustakaan. Pada tahun 1740, pondok sultan (sultan mahfili) dan mihrab baru ditambahkan di dalam bangunan.
Museum
Kesultanan Utsmani runtuh pada November 1922 M dan digantikan oleh Republik Sekuler Turki. Presiden pertamanya, Mustafa Kemal Atatürk memerintahkan penutupan Aya Sofya pada 1931 M untuk umum, dan dibuka empat tahun setelahnya pada 1935 M sebagai museum. Karpet untuk ibadah shalat dihilangkan, plester dan cat-cat kaligrafi dikelupas, menampakkan kembali lukisan-lukisan Kristen yang tertutupi selama lima abad. Sejak saat itu, Aya Sofya dijadikan salah satu objek wisata terkenal oleh pemerintah Turki di Istambul.
Penggunaan Aya Sofya sebagai tempat ibadah dilarang keras oleh pemerintah Turki yang berhaluan sekuler.[37] Namun demikian, perintah itu melunak ketika pada 2006, pemerintah Turki mengizinkan alokasi khusus untuk sebuah ruangan doa Kristen dan museum Muslim staf dan sejak tahun 2013,[38] muazin mengumandangkan adzan dari menara museum dua kali saat siang hari.[39]
Kembali menjadi Masjid
Pada masa belakangan, wacana mengembalikan Aya Sofya menjadi tempat ibadah semakin ramai diperbincangkan. Pada tahun 2007, politikus Yunani, Chris Spirou mencanangkan gerakan internasional untuk memperjuangkan Aya Sofya kembali menjadi Gereja Ortodoks Yunani.[40][41][42] Di sisi lain, beberapa seruan dari beberapa pejabat tinggi, khususnya Wakil Perdana Menteri Turki, Bülent Arınç, menuntut Aya Sofya untuk digunakan kembali sebagai masjid pada November 2013.[43][44][45]
Pada bulan Ramadhan 1437 H / 2016, pemerintah Turki memulihkan beberapa fungsi Aya Sofya sebagai masjid kembali selama bulan Ramadhan. Ayat dari kitab suci Al Quran akan dibacakan di Aya Sofya setiap harinya pada bulan suci Ramadhan. Pembacaan dimulai sejak awal Ramadhan dan juga disiarkan secara langsung di saluran religi Turki TRT Diyanet, Selasa (07/06/2016). Hari Senin, pemerintah Turki mulai menyiarkan pembacaan Al Quran dan makan sahur, pada televisi nasional langsung dari Aya Sofya, yang sebelumnya difungsikan sebagai museum sejak sekularisasi Turki oleh Atatürk.
Langkah ini menuai kecaman dari beberapa pihak. Dalam pernyataan bersama, para pemimpin partai oposisi Yunani mengatakan bahwa langkah Ankara adalah tindakan provokatif. ”Menunjukkan rasa tidak hormat terhadap orang Kristen Ortodoks di seluruh dunia dan tidak sejalan dengan program Eropa-Turki,” bunyi pernyataan bersama itu, seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (8/6/2016).[46]
Pada salah satu kampanye Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP, Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan menjanjikan untuk mengembalikan fungsi Aya Sofia sebagai masjid, sesuai dengan usulan dan keinginan rakyat Turki (27/03/2019).[47][48][49] Mengenai kecaman dan protes dari berbagai pihak atas perubahan fungsi Aya Sofia, Presiden Erdoğan membandingkan peristiwa yang terjadi tidak lama sebelumnya, yaitu serangan yang menargetkan Masjid Al-Aqsha di Yerussalem dan pihak lain hanya diam, begitu pula jika Aya Sofia menjadi masjid seharusnya pihak lain cukup diam, tidak perlu melayangkan protes dan kecaman.
Pada Bulan Juni 2020, beberapa Uskup Katolik di Turki dan tokoh-tokoh Katolik Roma menyatakan dukungan secara tidak langsung terhadap keputusan pemerintah Turki atas status Aya Sofia. Menurut mereka, Permerintah Turki memiliki kedaulatan untuk menentukan eksistensi dan status Aya Sofia. Sedangkan Patriarki Armenia mendukung keputusan pemerintah disertai dengan harapan agar selain dialih-fungsikan sebagai masjid, pada bagian tertentu di Aya Sofia diberikan ruangan untuk tempat beribadah umat Kristen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan pesan perdamaian, toleransi, dan hubungan yang lebih erat antara Islam dan Kristen.[50]
Akhirnya pada tanggal 10 Juli 2020, Pengadilan tinggi Turki membatalkan keputusan 1943 yang mengubah status Aya Sofia menjadi museum. Seiring dengan keputusan tersebut, pada tanggal yang sama Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan mengeluarkan dekrit yang berisi "Hagia Sophia kembali ke fungsinya semula sebagai tempat ibadah umat Islam. Ibadah pertama bisa dilakukan mulai 24 Juli mendatang."[51][52][53][54] Meskipun telah beralih-fungsi sebagai masjid, Aya Sofia tetap terbuka untuk umum yang ingin berkunjung ke Aya Sofia.
Referensi
- ^ Emerson, William; van Nice, Robert L. (1950). "Hagia Sophia and the First Minaret Erected after the Conquest of Constantinople". American Journal of Archaeology. 54 (1): 28–40. doi:10.2307/500639. ISSN 0002-9114. JSTOR 500639.
- ^ Simons, Marlise (22 August 1993). "Center of Ottoman Power". The New York Times. Diakses tanggal 4 June 2009.
- ^ Heinle & Schlaich 1996
- ^ Cameron 2009.
- ^ Meyendorff 1982.
- ^ Eyice, Semavi (1991). "Ayasofya" [Hagia Sophia]. İslâm Ansiklopedisi (dalam bahasa Turki). 4. Istanbul: Turkish Diyanet Foundation. hlm. 206–210.
- ^ Janin (1953), p. 471.
- ^ Binns, John (2002). An Introduction to the Christian Orthodox Churches. Cambridge University Press. hlm. 57. ISBN 978-0-521-66738-8.
- ^ McKenzie, Steven L.; Graham, Matt Patrick (1998). The Hebrew Bible Today: An Introduction to Critical Issues. Westminster John Knox Press. hlm. 149. ISBN 978-0-664-25652-4.
- ^ Hamm, Jean S. (2010). Term Paper Resource Guide to Medieval History (dalam bahasa Inggris). ABC-CLIO. hlm. 39. ISBN 978-0-313-35967-5.
Hagia Sophia, or the Church of Holy Wisdom, is one of the world's most spectacular churches, representing not only great beauty, but also masterful engineering.
- ^ Fazio, Michael; Moffett, Marian; Wodehouse, Lawrence (2009). Buildings Across Time (edisi ke-3rd). McGraw-Hill Higher Education. ISBN 978-0-07-305304-2.
- ^ Kleiner, Fred S.; Christin J. Mamiya (2008). Gardner's Art Through the Ages: Volume I, Chapters 1–18 (edisi ke-12th). Mason, OH: Wadsworth. hlm. 329. ISBN 978-0-495-46740-3.
- ^ Müller-Wiener (1977), p. 84.
- ^ Alessandro E. FONI; George PAPAGIANNAKIS; Nadia MAGNENAT-THALMANN. "Virtual Hagia Sophia: Restitution, Visualization and Virtual Life Simulation" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 9 July 2007. Diakses tanggal 3 July 2007.
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaja471
- ^ a b c d e f Janin (1953), p. 472.
- ^ Krautheimer, Richard (1986). Early Christian and Byzantine Architecture (edisi ke-4th). New Haven and London: Yale University Press/Pelican History of Art. hlm. 205. ISBN 0-300-05296-0.
- ^ Mango, Cyril (1985). Byzantine Architecture (edisi ke-1st). New York: Electa/Rizzoli. hlm. 65. ISBN 0-8478-0615-4.
- ^ Müller-Wiener (1977), p. 86.
- ^ "The Chronicle of John Malalas," Bk 18.86 Translated by E. Jeffreys, M. Jeffreys, and R. Scott. Australian Association of Byzantine Studies, 1986 vol 4.
- ^ "The Chronicle of Theophones Confessor: Byzantine and Near Eastern History AD 284-813." Translated with commentary by Cyril Mango and Roger Scott. AM 6030 pg 316, with this note: Theophanes' precise date should be accepted.
- ^ "The Abbasid palace of Theophilus: Byzantine taste for the arts of". Ingentaconnect.com. 1 March 2004. Diakses tanggal 26 February 2013.
- ^ Brubaker (2011), p. 115
- ^ "Hagia Sophia". Teslasociety.com. Diakses tanggal 26 February 2013.
- ^ a b c d e f g h i j k l Müller-Wiener (1977), p. 91. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "mw91" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ "The Fall of Constantinople", History Today
- ^ Mark K. Vaughn, review of Tyerman, God's War: A New History of the Crusades, in Naval War College Review (2007), 60#2, p. 159
- ^ Encyclopedia Britannica online, Eastern Orthodoxy (Christianity)
- ^ Müller-Wiener, Wolfgang (1977). Bildlexikon zur Topographie Istanbuls: Byzantion, Konstantinupolis, Istanbul bis zum Beginn d. 17 Jh. (in German). Tübingen: Wasmuth. ISBN 978-3-8030-1022-3, 406
- ^ Tafur, Pero (1926). Travels and Adventures, 1435–1439. Trans. M. Letts. London: G. Routledge. hlm. 138–148.
- ^ G. Gerola, "Le vedute di Costantinopoli di Cristoforo Buondemonti," SBN 3 (1931): 247–79.
- ^ Mamboury (1953), p. 288.
- ^ Necipoĝlu (2005), pg. 13
- ^ Boyar & Fleet (2010), p. 145
- ^ Mungan, I. (2004). Hagia Sophia and Mimar Sinan. Mungan & Wittek (eds); Taylor & Francis Group, London. hlm. 383–384. ISBN 90-5809-642-4.
- ^ a b c d Müller-Wiener (1977), p. 93.
- ^ "Ýstanbul Tanýtýmý - Ayasofya Müzesi". Istanbul.gov.tr. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-01-24. Diakses tanggal 4 December 2011.
- ^ İbadete açık Ayasofya Diarsipkan 2012-04-13 di Wayback Machine. (Turki)
- ^ "Ayasofya'da ezan okunuyor, duydunuz mu?". Timeturk. Diakses tanggal 16 July 2013.
- ^ "Group unveils initiative on Hagia Sophia". HomeboyMediaNews.
- ^ Международная группа активистов продолжает возвращения Церкви константинопольского собора Святой Софии Православие.Ru 26 июля 2007.
- ^ Константинопольская София — мать всех церквей) Православие.Ru, 29 October 2007.
- ^ "Call to reinstate Hagia Sophia as mosque". Financial Times. 15 November 2013. Diakses tanggal 24 December 2013.
- ^ "Greece angered over Turkish Deputy PM's Hagia Sophia remarks". Hürriyet. 19 November 2013. Diakses tanggal 20 November 2013.
- ^ "Turkey: Pressure mounts for Hagia Sophia to be converted into mosque". Christian Today. 13 December 2013. Diakses tanggal 24 December 2013.
- ^ Rujukan kosong (bantuan)
- ^ Utomo, Ardi Priyatno. Utomo, Ardi Priyatno, ed. "Erdogan: Waktunya Telah Tiba Mengembalikan Hagia Sophia sebagai Masjid". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-07-16.
- ^ "Presiden Turki Berniat Buat Hagia Sophia Kembali Jadi Masjid". CNN Indonesia. Diakses tanggal 2020-07-16.
- ^ Perdana, Agni Vidya. Perdana, Agni Vidya, ed. "Erdogan Bisa Kembalikan Hagia Sophia sebagai Masjid". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-07-16.
- ^ "Uskup Katolik: Hagia Sophia Sepenuhnya Hak Turki". Republika Online. 2020-06-26. Diakses tanggal 2020-07-16.
- ^ "https://twitter.com/rterdogan/status/1281589428469760000?". Twitter. Diakses tanggal 2020-07-16. Hapus pranala luar di parameter
|title=
(bantuan) - ^ "Turkey Converts Istanbul's Iconic Hagia Sophia Back Into A Mosque". NPR.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-07-16.
- ^ "Turkey turns iconic Istanbul museum into mosque". BBC News (dalam bahasa Inggris). 2020-07-10. Diakses tanggal 2020-07-16.
- ^ Pos, Riau (2020-07-12). "Turki Putuskan Hagia Sophia Jadi Masjid". RiauPos.co. Diakses tanggal 2020-07-16.