Lompat ke isi

Abu terbang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 26 Juli 2024 12.05 oleh Dyalim (bicara | kontrib) (Fitur saranan suntingan: 3 pranala ditambahkan.)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Fotomikrograf dibuat dengan mikroskop pemindai elektron (SEM) serta detektor pencar belakang: penampang partikel abu terbang pada perbesaran 750x
Fotomikrograf dibuat dengan mikroskop pemindai elektron (SEM) serta detektor pencar belakang: penampang partikel abu terbang pada perbesaran 750x
Fotomikrograf dibuat dengan mikroskop pemindai elektron (SEM) pada perbesaran 2000x
Fotomikrograf dibuat dengan mikroskop pemindai elektron (SEM) pada perbesaran 2000x

Abu terbang (bahasa Inggris: fly ash) merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara pada pembangkit listrik. Abu terbang mempunyai titik lebur sekitar 1300 °C dan mempunyai kerapatan massa (densitas), antara 2.0 – 2.5 g/cm3. Abu terbang adalah salah satu residu yang dihasilkan dalam pembakaran dan terdiri dari partikel-partikel halus. Abu yang tidak naik disebut bottom ash.

Dalam dunia industri, abu terbang biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan selama pembakaran batu bara. Abu terbang umumnya ditangkap oleh pengendap elektrostatik atau peralatan filtrasi partikel lain sebelum gas buang mencapai cerobong asap batu bara pembangkit listrik, dan bersama-sama dengan bottom ash dikeluarkan dari bagian bawah tungku dalam hal ini bersama-sama dikenal sebagai abu batu bara. Tergantung pada sumber dan tampilan batu bara yang dibakar, komponen abu terbang bervariasi, tetapi semua abu terbang termasuk sejumlah besar silikon dioksida (SiO2) (baik amorf dan kristal) dan kalsium oksida (CaO), kedua bahan endemik yang di banyak terdapat dalam lapisan batuan batu bara.

Di masa lalu, abu terbang pada umumnya dilepaskan ke atmosfer, tetapi sekarang disyaratkan harus ditangkap sebelum dirilis. Di Amerika Serikat, abu terbang umumnya disimpan di pembangkit listrik batu bara atau ditempatkan di tempat pembuangan sampah. Sekitar 43% didaur ulang, sering digunakan untuk melengkapi semen dalam produksi beton.

Dalam beberapa kasus, seperti pembakaran limbah padat untuk menciptakan listrik (fasilitas "resource recovery" atau konversi limbah-ke-energi), abu terbang dapat mengandung kontaminan dari bottom ash berkadar tinggi serta pencampuran abu terbang dan bottom ash bersama-sama membawa tingkat proporsional kontaminan dalam jangkauan untuk memenuhi syarat sebagai limbah tidak berbahaya dalam keadaan tertentu, sedangkan bila tidak dicampur, abu terbang akan berada dalam jangkauan untuk memenuhi syarat sebagai limbah berbahaya.

Komposisi kimia dan klasifikasi

[sunting | sunting sumber]
Komposisi kimia abu terbang batu bara
Komponen Bituminus Subbituminus Lignit
SiO2 (%) 20-60 40-60 15-45
Al2O3 (%) 5-35 20-30 20-25
Fe2O3 (%) 10-40 4-10 4-15
CaO (%) 1-12 5-30 15-40
LOI (%) 0-15 0-3 0-5

Abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, silika oksida (SiO2) yang dikandung di dalam abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang memiliki kemampuan yang mengikat.[1]

Pembuatan semen dari campuran abu terbang dan Semen Portland.

Abu batu bara dapat digunakan pada beton sebagai material terpisah atau sebagai bahan dalam campuran semen dengan tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat beton. Fungsi abu batu bara sebagai bahan aditif dalam beton bisa sebagai pengisi (filler) yang akan menambah internal kohesi dan mengurangi porositas daerah transisi yang merupakan daerah terkecil dalam beton, sehingga beton menjadi lebih kuat. Pada umur sampai dengan 7 hari, perubahan fisik abu batu bara akan memberikan konstribusi terhadap perubahan kekuatan yang terjadi pada beton, sedangkan pada umur 7 sampai dengan 28 hari, penambahan kekuatan beton merupakan akibat dari kombinasi antara hidrasi semen dan reaksi pozzolan.[2]

Mineralogi abu terbang sangat beragam. Fase utama yang dihadapi adalah fase kaca, bersama-sama dengan kuarsa, mulit dan oksida besi hematit, magnetit serta/atau maghemit. Fase lainnya sering diidentifikasi adalah kristobalit, anhidrit, kapur, periklas, kalsit, silvit, halit, portlandite, rutil serta anatase. Mineral anortit, gehlenit, akermanit yang memiliki Ca serta berbagai silikat kalsium dan aluminat kalsium identik dengan yang ditemukan dalam semen Portland dapat diidentifikasi dalam abu terbang kaya-Ca.[3] Kandungan merkuri dapat mencapai 1 ppm,[4] tetapi umumnya termasuk dalam kisaran 0.01-1 ppm untuk batu bara bituminus.

Perbandingan sifat kimia antara abu terbang dan semen Portland
Komponen Abu terbang Semen Portland
SiO2 (%) 20-60 17-25
CaO (%) 1-12 60-65
Al2O3 (%) 5-35 3-8
Fe2O3 (%) 10-40 0.5-6
MgO (%) 0-5 0.5-4
SO3 (%) 0-4 1-2
Na2O+K2O (%) 0-7 0.5-1

Konsentrasi unsur penjejak lainnya bervariasi serta sesuai dengan jenis batubara yang dibakar untuk membentuk ia. Bahkan, dalam kasus batubara bituminus, dengan pengecualian dari boron, jejak konsentrasi unsur umumnya sama dengan konsentrasi unsur jejak di tanah bebas polusi.[5]

Dua tipe abu terbang didefinisikan oleh ASTM C618: abu terbang tipe C dan abu terbang tipe F. Perbedaan utama antara kelas-kelas tersebut adalah jumlah kalsium, silika, alumina, serta kandungan besi dalam abu. Sifat-sifat kimia dari abu terbang tersebut sangat dipengaruhi oleh kandungan kimia dari batu bara yang dibakar (yaitu, antrasit, bituminus, serta lignit).[6]

Abu terbang tipe C

[sunting | sunting sumber]

Abu terbang tipe C merupakan abu terbang yang mengandung CaO di atas 10% yang dihasilkan dari pembakaran lignit atau sub-bituminus batubara (batubara muda). Untuk abu terbang tipe C, kadar total dari SiO2, Al2O3, Fe2O3 lebih besar dari 50%. Kadar CaO mencapai 10%. Dalam campuran beton, jumlahan abu terbang yang digunakan sebanyak 15%-35% dari berat silinder.

Abu terbang tipe F

[sunting | sunting sumber]

Abu terbang tipe F merupakan abu terbang yang mengandung CaO lebih kecil dari 10% yang dihasilkan dari pembakaran antrasit atau bituminus batubara. Abu terbang tipe F mempunyai kadar total dari SiO2, Al2O3, Fe2O3 kurang dari 70%. Kadar CaO abu terbang tipe F kurang dari 5%. Dalam campuran beton, jumlahan abu terbang yang digunakan sebanyak 15%-25% dari berat silinder.

Abu terbang

Pada tahun 1989, total abu yang dihasilkan dari pembakaran batu bara di seluruh dunia mencapai 440 miliar ton. Sekitar 75 persen adalah abu terbang. Produsen utama adalah negara-negara bekas Uni Soviet (99 miliar ton), diikuti Tiongkok (55 miliar ton), Amerika Serikat (53 miliar ton) dan India (40 miliar ton).[7]

Tiongkok sendiri menghasilkan lebih dari 110 miliar ton abu pada tahun 2000, dengan total produksi abu dunia tahun 2000 mencapai angka 661 miliar ton. Tingkat pemanfaatan abu terbang dalam produksi semen saat ini masih tergolong amat rendah. Tiongkok memanfaatkan sekitar 15 persen, India kurang dari lima persen, untuk memanfaatkan abu terbang dalam pembuatan beton.

Produksi abu terbang dari pembangkit listrik di Indonesia ini terus meningkat. Menurut laporan teknik PT PLN (Persero) tahun 1997,[8] di Indonesia produksi limbah abu terbang dan abu dasar dari PLTU diperkirakan akan mencapai 2 juta ton pada tahun 2006, dan meningkat menjadi hampir 3.3 juta ton pada tahun 2009. Khusus untuk PLTU Suralaya, sejak tahun 2000 hingga 2006 diperkirakan ada akumulasi jumlah abu sebanyak 219,000 ton per tahun.[9]

Batu bata dari abu terbang.

Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batubara sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan. Saat ini umumnya abu terbang batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai salah satu bahan campuran pembuat beton.[10] Selain itu, abu terbang batu bara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam, diantaranya:

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Oscar, et al. (2009). "Sustainability in the Construction Industry: A Review of Recent Developments Basen on LCA". Construction and Building Materials, 23.
  2. ^ Mulyono, T. (2004). Teknologi Beton, Andi Yogyakarta.
  3. ^ Snellings, R.; Mertens G.; Elsen J. (2012). "Supplementary cementitious materials". Reviews in Mineralogy and Geochemistry. 74: 211–278. doi:10.2138/rmg.2012.74.6. 
  4. ^ "Fly Ash in Concrete" (PDF). perkinswill.com. 2011-11-17. Diakses tanggal 2013-11-19. Fly ash contains approximately one part per million of mercury. 
  5. ^ EPRI (Project Manager K. Ladwig) 2010, Comparison of coal combustion products to other common materials - Chemical Characteristics, Electric Power Research Institute, Palo Alto, CA
  6. ^ "ASTM C618 - 08 Standard Specification for Coal Fly Ash and Raw or Calcined Natural Pozzolan for Use in Concrete". ASTM International. Diakses tanggal 2008-09-18. 
  7. ^ Yamamoto (2006). "Fly Ash As A Cemen Mixture", CREPE, Public Communications Group Tokyo, Jepang
  8. ^ PT PLN (Persero) dan PT Kema Teknologi Indonesia (1997). “Pengelolaan Abu Terbang dan Abu Dasar Pembangkit Listrik Dengan Bahan Bakar Batu bara di Indonesia”, Laporan Teknik
  9. ^ Aziz, Muchtar; Ardha, Ngurah; Tahli, Lili (Januari 2006). "Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya untuk Refraktori Cor". Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara. 36 (14): 1–8. ISSN 0854-7890. 
  10. ^ Hwang, J.Y. (1991). "Beneficial Use of Fly Ash", Technical Report, Michigan Technological University

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]